Terkini Nasional
Sindiran Peneliti ICW di Mata Najwa saat Ungkit Jokowi Beri Grasi Napi Korupsi: Tak Ada Pride-nya
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana secara gamblang mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penanganan korupsi.
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana secara gamblang mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penanganan korupsi.
Dilansir TribunWow.com, kini menurut Kurnia, Jokowi tampak tak lagi didengarkan para bawahannya.
Ia pun kembali mengungkit kisruh Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu diungkap Kurnia dalam acara Mata Najwa, Rabu (4/8/2021).

Baca juga: Jokowi Ngaku Bangga saat Hubungi Greysia dan Apriyani yang Sabet Emas di Olimpiade: Saya Deg-degan
Baca juga: Peneliti ICW Tahan Tangis di Mata Najwa saat Bahas Vonis Edhy Prabowo: Dewi Keadilan Tak Lagi Adil
Mulanya, Kurnia menyoroti diskon vonis hukuman para koruptor.
Mulai dari Juliari Batubara, Edhy Prabowo, Djoko Tjandra, hingga jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Tapi apa yang dikerjakan? Disibukkan dengan menggembosi KPK dengan revisi UU KPK," kata Kurnia.
Ia lantas mengungkit grasi yang diberikan Jokowi kepada narapidana korupsi, Annas Maamun.
Menurut Kurnia, kebijakan Jokowi semakin melemahkan pemberantasan korupsi.
"Saya tambahkan satu lagi, November 2019 Presiden Jokowi memberikan grasi kepada koruptor, Annas Maamun, mantan gubernur Riau, apa alasannya?," ucapnya.
"Dan hasilnya hari ini sudah terlihat, indeks persepsi korupsi kita anjlok."
"Dan ini menggambarkan ketiadaan politik hukum pemberantasan korupsi yang clear di tangan Presiden Jokowi."
Kurnia kemudian buka suara soal dominasi Jokowi terhadap bawahannya.
Menurut dia, Jokowi seharusnya memiliki kekuatan mengendalikan bawahannya.
"Secara administrasi, kapolri di bawah presiden, jaksa agung di bawah presiden," tuturnya.
"Ketua KPK secara administrasi kerja pemberantasan korupsi ada di bawah presiden."
"Tapi apa faktanya? Kita ambil contoh sederhana saja misalnya dalam konteks kekinian omongan presiden ternyata tidak didengar lagi oleh bawahannya."
Baca juga: Tebak-tebakkan Beda Foto Pinangki hingga Ibu Menyusui di Sel, Najwa: Butuh Konsentrasi
Baca juga: Sempat Tertawa, Ini Reaksi Khofifah saat Diminta Najwa Shihab Jangan Kecewakan Pencari Vaksin
Ia kemudian mengungkit kisruh TWK pegawai KPK.
Dalam permasalahan itu, kata Kurnia, Ketua KPK Firli Bahuri seolah membangkang kepada Jokowi.
"Dalam konteks Tes Wawasan Kebangsaan, apakah Firli Bahuri mendengarkan suara Presiden Jokowi?," beber Kurnia.
"Saya rasa tidak, justru membangkang yang saya lihat."
"Jadi Presiden Jokowi tidak ada pride-nya di depan bawahannya."
"Dan presiden tidak punya kuasa, yang semestinya punya kuasa yang besar," tukasnya.
Simak videonya berikut ini mulai menit ke-6.31:
Tahan Tangis
Dalam kesempatan itu, Kurnia Ramadhana sempat menahan tangis.
Suaranya terdengar bergetar saat membahas nasib getir Herdianti, seorang penjual pisang epe asal Makassar yang dihukum 5 tahun 3 bulan penjara atas kasus penyalahgunaan narkoba.
Padahal, Herdianti merupakan seorang janda dan memiliki tiga anak yang masih kecil.
Tak hanya itu, Herdianti hanya korban penyalahgunaan narkotika melalui seorang berinsial HN yang hingga kini masih buron.

Baca juga: Di Mata Najwa, Terungkap Jaksa Pinangki Masih Jadi PNS dan Tetap Digaji, Lihat Reaksi Najwa Shihab
Baca juga: Tebak-tebakkan Beda Foto Pinangki hingga Ibu Menyusui di Sel, Najwa: Butuh Konsentrasi
Menurut Kurnia, nasib Herdianti sangat berbanding terbalik dengan para koruptor.
Ia pun menyinggung nama mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, yang divonis lima tahun penjara karena korupsi Rp 25 miliar.
"Sebenarnya dewi keadilan tidak lagi adil," kata Kurnia.
"Saya cukup terenyuh mendengar cerita nenek (ibu Herdianti) tadi."
Dengan suara bergetar menahan tangis, Kurnia menganggap Herdianti diperlakukan secara tak adil.
Pasalnya, hukuman Herdianti sama dengan vonis Edhy Prabowo yang melakukan korupsi di saat pandemi.
"Seorang nenek yang tidak mampu membayar utangnya, tapi di saat yang sama ada menteri aktif Edhy Prabowo korupsinya 25 miliar di tengah pandemi," katanya.
"Bagi saya pribadi, anak dari nenek Herdiyanti tidak selayaknya masuk ke lapas."
Kurnia lantas menyinggung sejumlah koruptor yang dijatuhi vonis ringan meski telah merugikan negara.
Baca juga: Penampakan Uang Rp 52,3 Miliar yang Disita KPK terkait Kasus Edhy Prabowo
Baca juga: KPK Tegaskan akan Hukum Mati Juliari dan Edhy Prabowo jika Syarat Ini Terpenuhi: Pasti Kami Lakukan
Menurut dia, sudah selayaknya para koruptor diberi hukuman tegas, tak hanya masyarakat kalangan bawah.
"Bagi saya orang seperti Edhy Prabowo, Djoko Tjandra, Pinangki, merekalah yang harus masuk sel seumur hidup," jelas Kurnia dengan suara yang masih bergetar.
"Tadi menggambarkan dua hal, kalau (video) Nenek Isma diputar ulang lapasnya (Herdiyanti), coba kita bandingkan dengan sel koruptor."
Tak hanya diberi vonis yang ringan, para koruptor, kata dia, hidup di sel mewah yang penuh fasilitas.
Sangat berbanding terbalik dengan sel yang dihuni rakyat kelas bawah seperdi Herdiyanti.
"Tadi tidur beralaskan tikar, koruptor masih enak mendapatkan AC, TV dan lain sebagainya," ucap Kurnia.
"Baru-baru ini seorang koruptor menggunakan handphone di lembaga permasyarakatan."
Ucapan Kurnia langsung disambung Presenter Najwa Shihab.
Secara jelas, Najwa menyebut koruptor yang masih bebas menggunakan ponsel adalah mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto.
"Sebut saja namanya, Setya Novanto yang waktu itu saya jenguk di penjara dan penjaranya enak sekali," tutup Najwa. (TribunWow.com)