Terkini Nasional
PP Muhammadiyah Bereaksi seusai Ali Ngabalin Kritik Busyro Muqoddas: Tak Beradab
Ali Mochtar Ngabalin menuai kritik seusai menyebut Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas 'berotak sungsang'.
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menuai kritik seusai menyebut Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas 'berotak sungsang'.
Ucapan Ngabalin itu pun mendapat respons dari PP Muhammadiyah.
Berdasarkan rilis yang diterima TribunWow.com, PP Muhammadiyah menyayangkan ucapan Ngabalin.
Menurut PP Muhammadiyah, sebagai tenaga ahli KSP, Ngabalin tak selayaknya melontarkan perkataan tak sopan terhadap Bosyro Muqoddas.
Baca juga: Klarifikasi Pidato Jokowi soal Bipang Ambawang, Ali Ngabalin: Yang Mudik Bukan Hanya Orang Islam
Baca juga: Momen Ali Ngabalin Naik Pitam saat Pidato Kontroversial Jokowi Disinggung: Jangan Kita Bahas

Baca juga: Ditegur karena Terus Potong Ucapan Eks Penasihat KPK, Ngabalin Tolak: Kalau Dibiarkan Menyesatkan
Baca juga: Banyak yang Suuzan Jokowi Promosikan Babi Panggang, Ngabalin: Presiden Itu Bapak Semua Agama
Selain itu, Ngabalin dinilai telah memberikan pernyataan tak beradab yang justru mencoreng nama baik Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam rilis tersebut, PP Muhammadiyah menyebut tak akan membawa kasus ini ke jalur hukum.
Namun, PP Muhammadiyah mengimbau Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko untuk memberikan sanksi bahkan memberhentikan Ngabalin.
Lebih lanjut, PP Muhammadiyah tetap mendukung pernyataan Busyro Muqoddas terkait penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
PP Muhammadiyah juga akan melawan segala bentuk upaya pelemahan KPK, mulai dari revisi UU KPK hingga penonaktifan 75 pegawai KPK.
Pernyataan Ali Ngabalin
Busyro Muqoddas enggan menanggapi kritik yang dilayangkan Ngabalin.
Mantan Ketua KPK itu menyebut akan terus membela 75 pegawai lembaga anti-rasuah yang dinonaktifkan setelah dinyatakan tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Saya akan tetap berhikmat membersamai 75 pegawai KPK yang dizalimi itu bersama tokoh, aktivis, dan pegiat masyarakat sipil lainnya," ucap Busyro, dikutip dari WARTAKOTAlive.com, Sabtu (15/5/2021).
"Yang itu bermakna luhur mulia untuk menolong rakyat korban kezaliman struktural yang semakin tandus dari kejujuran."
"Dan terus dalam kubangan limbah politik tuna adab dan tata krama."
Baca juga: Kontroversi Jokowi Promosikan Babi Panggang, Joman: Kalau Pratikno Tak Mampu, Ganti Ngabalin Saja
Awalnya, Busyro mengkritik polemik TWK KPK dan langsung menyoroti komiten Jokowi dalam memberantas korupsi.
Ia menyebut, KPK tamat di tangan pemerintahan Jokowi.
"Sejak UU KPK direvisi, dengan UU 19/2019, di tangan Presiden Jokowi-lah KPK itu tamat riwayatnya," terang Busyro beberapa waktu lalu.
"Jadi bukan dilemahkan, sudah tamat riwayatnya."
Menurut Busyro, pelemahan KPK terpampang nyata seusai revisi UU KPK.
Bahkan, ia menilai keberadaan Firli Bahuri sebagai ketua KPK semakin memerlemah lembaga antirasuah tersebut.
"LBH Muhammadiyah dari PP Muhammadiyah sampai wilayah-wilayah, sudah resmi akan menjadi kuasa hukum bersama yang lain untuk kuasa hukum 75 orang itu," terang Busyro.
"75 orang itu harus dipulihkan kembali."
"Kalau tidak dilakukan Presiden, maka di era Presiden ini (KPK) betul-betul remuk."
Baca juga: Momen Ali Ngabalin Naik Pitam saat Pidato Kontroversial Jokowi Disinggung: Jangan Kita Bahas
Pernyataan Busyro itu langsung dikritik Ngabalin.
Ia menyebut, Jokowi tak pernah mengintervensi proses TWK di KPK.
Ngabalin lantas menyebut ucapan Busyro sebagai fitnah.
"Mereka menuduh bahwa proses TWK suatu proses yang diada-adakan karena di UU tidak ada rujukan pasal dan ayat tentang TWK."
"Ini orang-orang yang sebetulnya tidak saja tolol, tapi memang cara berpikir terbalik, otak-otak sungsang ini namanya," kata Ngabalin. (TribunWow.com)
Sebagian artikel ini telah diolah dari WARTAKOTAlive.com dengan judul Dibilang Otak Sungsang oleh Ali Mochtar Ngabalin, Busyro Muqoddas Pilih Fokus Bela 75 Pegawai KPK