Banjir Jakarta
Atasi Banjir Jakarta, Pakar Dorong Pemprov DKI Selesaikan Pembebasan Lahan untuk Normalisasi Sungai
Pengamat Tata Kota ungkap cara yang bisa dilakukan Pemprov DKI Jakarta dalam mengatasi banjir di ibu kota.
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNWOW.COM - Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna angkat bicara soal upaya yang perlu dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam mengatasi banjir di ibu kota.
Dikutip dari Kompas.com, Yayat mendorong Pemprov DKI untuk segera merampungkan normalisasi sungai.
Cara ini merupakan salah satu konsep masterplan dalam mengatasi persoalan banjir di Jakarta, yakni meningkatkan kapasitas seluruh sistem tata air.

Baca juga: Sosok Giring Ganesha, Plt Ketua Umum PSI yang Turut Kritik Anies Baswedan soal Banjir Jakarta
Namun upaya ini sering terbentur dengan permasalahan pembebasan lahan yang membutuhkan relokasi dari masyarakat.
"Itulah cara untuk meningkatkan kapasitas dari kondisi yang lama. Tapi pertanyaannya upaya untuk meningkatkan kapasitas itu kan berbenturan dengan persoalan relokasi penduduk," kata Yayat kepada Kompas.com, Selasa (23/2/2021).
Dia berujar, untuk saat ini, Pemprov DKI Jakarta perlu fokus dalam membebaskan lahan untuk normalisasi Kali Ciliwung terlebih dahulu.
Apabila usaha ini selesai dilakukan, maka area di sekitar Kali Ciliwung diharapkan bisa bebas banjir.
"Jadi semua rencana-rencana yang untuk pembebasan tanah khususnya untuk Ciliwung dululah. Cilliwung diusahakan dulu selesai, dinormalisasi yang 18 kilometer itu, jadi 36 kilometer kiri dan kanan," tutur Yayat.
Banjir kembali melanda Ibu Kota setelah diguyur hujan ekstrem dengan intensitas 150 milimeter per hari dalam beberapa hari.
Namun banjir kini telah surut.
Baca juga: ASN yang Terdampak Banjir Diperbolehkan Cuti selama Sebulan dan Tetap Digaji, Ini Penjelasannya
Soroti Curah Hujan Ekstrem
Lebih lanjut Yayat Supriatna menyebut, curah hujan yang terjadi di Jakarta selama beberapa hari terakhir merupakan hujan ekstrem.
Kondisi ini, sebut Yayat, tidak ditemukan saat musim hujan selama 10 tahun lalu lantaran efek pemanasan global.
Oleh karenanya, pemerintah perlu menyiapkan diri untuk meningkatkan kapasitas drainase.
Saat ini, kapasitas drainase di Ibu Kota hanya mampu menampung hujan dengan curah 50 milimeter hingga di bawah 100 milimeter per hari.
"Jadi mau tidak mau kita harus menyikapi hujan ekstrem ini dengan kesiapan mengantisipasinya bagaimana," kata Yayat kepada Kompas.com, Selasa (23/2/2021).
Dia menuturkan, apabila pendekatan penanganan banjir hanya mengandalkan sumur resapan hingga pompa, maka upaya tersebut masih kurang untuk mengantisipasi banjir, khususnya jika curah hujan lebih dari 100 milimeter per hari.
"Kalau hujannya normal di bawah 100 atau di bawah 50 (milimeter per hari) itu masih berfungsi. Tapi untuk kondisi Jakarta, tidak semua bisa dengan sumur resapan lagi," tutur Yayat.
Baca juga: Samakan Covid, Riza Patria Bantah Tak Siap Atasi Banjir: Anggaran 50 Triliun pun Tak Bisa Selesai
Oleh karenanya, dibutuhkan infrastruktur yang mampu menampung curah hujan ekstrem, salah satunya dengan normalisasi sungai.
Sebab, dalam beberapa tahun ke depan, curah hujan di Jakarta diprediksi tetap tinggi.
"Makanya kita mau tidak mau harus berpikir lebih realistis bahwa sistem kita sudah tidak sesuai dengan kondisi hujan yang terjadi sekarang," ucap Yayat.
Penjelasan Anies soal Banjir Jakarta
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, semua titik banjir di Jakarta telah surut 100 persen pada Senin (22/2/2021) pukul 03.00 dini hari.
Anies mengatakan, surutnya banjir Jakarta merupakan kerja keras seluruh jajaran dari Pemprov DKI Jakarta sehingga banjir tidak berlangsung lama.
Dia juga menjelaskan, banjir bisa tertangani sehari setelah bencana banjir terjadi. Setidaknya pada Minggu (21/2/2021), kata Anies, sudah 99 persen wilayah banjir berhasil kering.
"Alhamdulillah atas izin Allah, bi idznillah pada hari Minggu satu hari kemudian, 99,9 persen surut," ucap Anies.
Soal penyebab banjir yang menggenangi sejumlah wilayah Ibu Kota, Anies sebelumnya menyebut hal itu adalah dampak air kiriman yang berasal dari Depok yang masuk ke Jakarta melalui aliran Kali Krukut.
Anies menyatakan, penyebab banjir di sisi Jalan Sudirman disebabkan luapan Kali Krukut.
Aliran Kali Krukut juga meluap dan menggenangi Jalan Kemang Raya, Jalan Widya Chandra, dan Jalan Tendean.
Baca juga: Apresiasi 16 Ribu Petugas Banjir, Anies Baswedan: Minggu Surut, Senin Pagi Kegiatan Sudah Normal
Menurut dia, Kali Krukut meluap karena ada penambahan debit air dari hujan lokal yang terjadi di kawasan Depok.
Dia menjelaskan, curah hujan di hulu tercatat 136 milimeter per hari. Air kemudian melintas melewati dua sungai, yakni Kali Mampang dan Kali Krukut.
Kedua aliran sungai tersebut bertemu di belakang LIPI, lalu mengalir ke Sudirman.
Dengan demikian, banjir yang terjadi merupakan dampak dari kiriman air yang berasal dari kawasan tengah sekitar Depok.
"Biasanya kalau hujannya di pegunungan (daerah Bogor) airnya akan lewat Kali Ciliwung, tapi kalau terjadinya hujan deras di kawasan tengah (sekitar Depok), maka lewat ke sungai aliran tengah, yakni kali Krukut ini," kata Anies.
Kata Partai Golkar soal Banjir
Fraksi Golkar di DPRD sebelumnya menilai penanganan banjir di DKI Jakarta terkesan lamban.
Anggota F-Golkar Basri Baco mengatakan, hal ini terlihat dari penanganan normalisasi sungai yang berhenti sejak tahun 2018.
"Kegiatan normalisasi sungai telah terhenti sejak tahun 2018 yang disebabkan masalah pembebasan lahan," ucap Basri dalam Rapat Paripurna di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (27/11/2020).
Normalisasi sungai di Jakarta dilakukan dengan kolaborasi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Adapun pembagian tugasnya adalah Kementerian PUPR melakukan pekerjaan konstruksi, sedangkan Pemprov DKI Jakarta melakukan pembebasan lahan.
Basri menyebutkan, fraksi partainya menilai keterlambatan pembebasan lahan dikarenakan kurangnya koordinasi antara Pemprov DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat.
"Fraksi Partai Golkar menilai bahwa keterlambatan dalam pembebasan lahan tersebut dikarenakan kurangnya koordinasi antara Pemprov DKI Jakarta dengan Pemerintah Pusat," tutur Basri.
Padahal, dalam Kebijakan Umum Anggaran Prioritas-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2021, dana untuk pembebasan lahan dialokasikan sebesar Rp 1,478 triliun.
Dengan demikian, Fraksi Golkar berharap agar Pemprov DKI Jakarta dapat merealisasikan pembebasan lahan di lima sungai di Ibu Kota. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pakar Dorong Pemprov DKI Tuntaskan Pembebasan Lahan untuk Normalisasi Sungai" dan "Curah Hujan Ekstrem, Jakarta Tak Bisa Hanya Andalkan Sumur Resapan, Sungai Harus Dinormalisasi"