Terkini Nasional
Bandingkan Penerapan UU ITE Era SBY dengan Jokowi, Haikal Hassan: Enggak Ada Kritikan yang Ditangkap
Sekjen HRS Center, Haikal Hassan membandingkan penerapan UU ITE pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Sekjen Habib Rizieq Shihab (HRS) Center, Haikal Hassan membandingkan penerapan UU ITE pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dilansir TribunWow.com, Haikal Hassan menyebut pada era SBY tidak ada kritikan yang diproses atau ditangkap.
Hal itu disampaikannya dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi, Rabu (17/2/2021).

Baca juga: Apresiasi Jokowi Insaf soal UU ITE, Haris Azhar: Presiden Tahu Tidak Ada Polres Lakukan Pidana?
Baca juga: Refly Harun Minta UU ITE Dicabut Habis, Ngaku Merasa Waswas: Ada Buzzer Menunggu Kami Terpeleset
Dalam kesempatan itu, Haikal Hassan mulanya memberikan apresiasi langkah dari Jokowi yang mewacanakan untuk merevisi UU ITE.
Apalagi sebelumnya Jokowi juga memberikan ajakan kepada masyarakat untuk aktif mengkritik.
"Pertama kita tentu apresiasi ini adalah langkah baik daripada presiden Pak Jokowi dan lanjutkan apa yang telah beliau katakan sebelumnya," ujar Haikal Hassan.
Haikal Hassan mengatakan persoalan dari penerapan UU ITE baru muncul pada masa pemerintahan Jokowi.
Pasalnya menurutnya, pada masa pemerintahan SBY tidak ada masalah dari penerapan UU ITE tersebut.
Dirinya lantas menyimpulkan bahwa persoalan utamanya bukan karena UU ITE yang salah melainkan adalah dalam penerapannya.
"Namun ada catatan, Undang-undang ITE itu berlaku tahun 2008 dan selama pemerintahan Pak SBY, tidak ada masalah, enggak ada kritikan yang ditangkap, kritikan yang diproses," ungkapnya.
"Baru ada masalah di zaman pemerintah Pak Jokowi. Artinya bisa kita ambil kesimpulan bahwa ini yang bermasalah bukan Undang-undangnya, tetapi aplikasinya," jelas Haikal hassan.
Baca juga: Bahas Jokowi Minta Dikritik, Mahfud MD Minta Hapus Istilah Cebong Vs Kadrun: Kurang Beradab
Lebih lanjut, Haikal Hassan meminta niat baik dari Jokowi tersebut bisa segera ditindaklanjuti oleh DPR selaku lembaga legislasi.
Menurutnya ada beberapa pasal karet di dalam UU ITE yang memiliki banyak tafsir supaya bisa direvisi.
"Terutama ada sembilan pasal yang sangat bermasalah, mulai pasal 26, 27, 28, 29, 40 dan 45. Pasal ini yang kami mengusulkan wajib direvisi," harapnya.
"Dan kepada DPR setelah mendengar kata-kata Pak Jokowi ini, tolong direspons dengan segera untuk dirubah," tegas Haikal Hassan.
Selain produk hukumnya, Haikal Hassan juga meminta kepada aparat penegak hukumnya untuk bisa lebih selektif dalam menerima pelaporan seperti yang diarahkan oleh Jokowi.
"Dan kepada Pak Polri-TNI, ini betul-betul minta perubahan yang derastis bahwa ini perintah Pak Jokowi dan ini perintah kepala Negara dan Kepala Pemerintahan yang wajib kita jalankan bersama," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke-6.15:
Haikal Hassan Minta Ketegasan: Kok Mimpi Masih Dilanjutin?
Sebelumnya dalam kesempatan sama, Haikal Hassan mengaku sejauh ini masih berstatus sebagai terlapor kasus dugaan pelanggaran UU ITE.
Namun diakuinya belum ada kejelasan lagi atas kasusnya tersebut yang menyoal mimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW.
Haikal Hassan lantas meminta adanya ketegasan serta keadilan atas kasusnya tersebut.
Baca juga: Sebut Momentum Baik Presiden Jokowi Minta Tinjau UU ITE , Hariz Azhar: Banyak yang Tidak Tepat
"Sampai sekarang ini masih belum dapat penjelasan dari Polri bahwa ini selesai atau tidak," ujar Haikal Hassan.
"Saya belum tahu mekanismenya seperti apa, tapi masih digantung," jelasnya.
"Artinya status masih terlapor."
Haikal Hassan menilai tidak seharusnya dirinya harus berurusan dengan kepolisian hanya karena persoalan mimpi saja.
"Dan kemarin saya sudah memberikan klarifikasi, jadi sampai di situ dan kita bingung juga," kata Haikal Hassan.
Dirinya kemudian membandingkan dengan kasus-kasus lain yang dinilai lebih pantas untuk ditindaklanjuti.
Menurutnya, kondisi tersebut tidak terlepas karena yang bersangkutan merupakan pendukung pemerintah atau Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Lha kok mimpi masih dilanjutin, sementara ada kasus, ada 8 kali dilaporkan dan kebetulan menjadi pihak yang sangat mendukung Presiden Jokowi sampai saat ini belum diangkat kasusnya," kata Haikal Hassan.
"Dan juga banyak kasus-kasus yang lain itu jelas-jelas melakukan penghinaan kepada agama dan juga orangnya sangat mendukung Pak Jokowi juga tidak dilakukan tindakan apapun," imbuhnya.
Baca juga: Dicontohkan Mahfud MD sebagai Pengkritik, Refly Harun: Justru Aneh kalau Orang Kritis Diapa-apain
Atas hal itu, Haikal Hassan tidak lantas menyalahkan langsung Jokowi karena mungkin tidak mengetahui semua persoalan terkait keadilan dalam penegakan hukum, khususnya soal UU ITE.
"Jadi sebenarnya, mungkin ini Pak Jokowi tidak tahu, mungkin Mas Fadjroel (Jubir Presiden Jokowi) harus lebih aktif menyampaikan kepada Pak Jokowi bahwa di bawah aplikasinya itu yang kita kritisi," terangnya.
"Masalahnya UU Tahun 2008 ini sudah berlaku dan dari zaman Pak SBY belum pernah terjadi masalah."
Lebih lanjut, Haikal Hassan menyoroti adanya buzzer yang disebut menjadi musuh bagi para pengkritik dan menjadi perusak dalam kebebasan berpendapat.
"Sekali lagi kami sampaikan untuk yang kesekian kalinya Pak Presiden kami apresiasi langkah dan ini usulan," ucap Haikal Hassan.
"Dan jangan lupa para buzzer perlu ditertibkan jangan mereka menikmati temuan dari Komisi I ada APBN yang mengalir kepada mereka itu harus dihentikan," harapnya.
"Walaupun terlambat tetap kita apresiasi langkah ini," pungkasnya. (TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)