Breaking News:

Buzzer Medsos

Setuju Fatwa MUI Haramkan Pemfitnah, Fadjroel Tegaskan Pemerintah Tak Punya dan Tak Perlu Buzzer

Fadjroel Rachman menegaskan pemerintah tidak memiliki dan tidak memerlukan buzzer dalam sistem pemerintahan demokrasi ini.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Mohamad Yoenus
Instagram/@fadjroelrachman
Juru Bicara Presiden RI, Fadjroel Rachman. Terbaru, dalam acara iNews Sore, Sabtu (13/2/2021), Juru Bicara Presiden RI, Fadjroel Rachman membahas soal keberadaan buzzer. 

TRIBUNWOW.COM - Keberadaan buzzer kini menjadi perhatian publik seusai Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat untuk aktif mengkritik pemerintah.

Sejumlah pihak menyebut buzzer menghambat kebebasan publik untuk mengkritisi pemerintah karena takut akan diserang oleh buzzer di dunia maya.

Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara Presiden RI, Fadjroel Rachman tegas menyatakan bahwa pemerintah tidak memiliki buzzer.

Dalam acara iNews Sore, Sabtu (13/2/2021), Juru Bicara Presiden RI, Fadjroel Rachman membahas soal keberadaan buzzer.
Dalam acara iNews Sore, Sabtu (13/2/2021), Juru Bicara Presiden RI, Fadjroel Rachman membahas soal keberadaan buzzer. (youtube official inews)

Baca juga: Bukan Buzzer, Fadjroel Sebut Pemerintah Gunakan Influencer, Ada Raffi Ahmad dan Atta Halilintar

Hal itu disampaikan oleh Fadjroel dalam acara iNews Sore, Sabtu (13/2/2021).

Fadjroel menegaskan dalam sistem demokrasi ini, pemerintah tidak boleh takut untuk dikritik.

"Kritik itu jantungnya demokrasi," ujar dia.

Mantan aktivis tahun 98 itu juga menegaskan bahwa keberadaan buzzer tidak diperlukan dalam sistem pemerintahan demokrasi.

"Pemerintah tidak memiliki buzzer, karena tidak diperlukan dalam ruang demokrasi kita," ungkap Fadjroel.

Namun Fadjroel juga tidak membatasi orang yang ingin mendukung pemerintah atau mengkritik pemerintah selama itu sesuai dengan aturan.

Fadjroel juga menyampaikan kesepahamannya dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan buzzer dalam konotasi negatif yang kerap menyebarkan fitnah dan mengadu domba.

"Saya pikir itu secara agama sudah bisa mewakili kondisi di media sosial," kata Fadjroel.

Fajdroel mengatakan, kegiatan bermedia sosial diperbolehkan selama memenuhi aturan yang ada yakni UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

"Akan bermasalah kalau ada muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, perzinaan, pencemaran nama baik, pemerasan, pengancaman, menyebarkan berita bohong, ataupun kebencian," paparnya.

Fadjroel lalu mencontohkan bahwa pemerintah menggunakan influencer yang digunakan untuk keperluan branding serta awareness (perhatian -red) publik.

Baca juga: Bahas Asal Usul Buzzer Pro Pemerintah Jokowi, Dewan Pers Menduga Digerakkan Banyak Aktor

Simak videonya mulai menit ke-4.55:

Sudjiwo Tedjo: Hujatan Harus Ditertibkan

Di sisi lain, Budayawan Sudjiwo Tedjo turut mengomentari soal permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sebelumnya, Jokowi meminta masyarakat untuk lebih aktif memberi kritik bagi pemerintah.

Namun, anjuran Jokowi itu dinilai bertolakbelakang dengan realita.

Hal itu pula yang diungkap Sudjiwo Tedjo dalam kanal YouTube Indonesia Laywers Club, Rabu (10/2/2021).

Menurut Sudjiwo, banyaknya buzzer menyebabkan masyarakat semakin enggan memberi kritik terhadap pemerintah.

"Pertama, dewan bahasa harus turun bahwa yang namanya berpendapat dengan baper itu beda," ujar Sudjiwo.

"Sekarang ada upaya yang sistematis."

Sudjiwo Tedjo sempat terdiam saat ditanya soal kebebasan berpendapat di masa kini.
Sudjiwo Tedjo sempat terdiam saat ditanya soal kebebasan berpendapat di masa kini. (YouTube Karni Ilyas Club)

Baca juga: Pengamat Minta Jokowi Tertibkan Buzzer Terlebih Dahulu sebelum Minta untuk Dikritik

Sudjiwo bahkan menyebut hal itu seperti sudah direncanakan secara sistematis.

Meski enggan menuduh, Sudjiwo berharap pemerintah ikut turun tangan memusnahkan para buzzer.

"Saya tidak menuduh siapa pun, tapi goverment harus ikut bertanggungjawab," ujar Sudjiwo.

"Karena goverment juga mewadahi bahasa, pusat pengembangan bahasa."

Ia menambahkan, saat ini, kritik sudah disalahartikan oleh sebagian masyarakat.

Sudjiwo menyebut, hal itu menyebabkan masyarakat semakin malas mengutarakan pendapat.

"Artinya kalau curhat, mengeluh dan berpendapat sama aja disebut baper," ucapnya.

"Begitu ada orang berpendapat 'Ah lo baper', makin lama orang makin males berpendapat."

"Dan ini kayaknya upaya sistematis. Sekarang ada upaya sistematis lagi bahwa kritik sama dengan hujatan."

"Dianggap Sudjiwo Tedjo membela hujatan," sambungnya.

Sudjiwo lantas membahas perbedaan antara kritik dan hujatan.

Di akhir pernyataannya, Sudjiwo sempat memutus kalimatnya dan hanya terbahak.

"Enggak, yang aku sebut kritik itu tidak menyerang pribadi."

"Artinya siapa pun, mau dari kubu mana pun kalau pribadi itu namanya bukan kritik, hujatan yang harus ditertibkan," tukasnya. (TribunWow.com/Anung/Tami)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Fadjroel RachmanBuzzerJokowiPemerintahBuzzer MedsosMajelis Ulama Indonesia (MUI)Fatwa Haram
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved