Terkini Nasional
Singgung Papua Fobia, Natalius Pigai Ungkap Perlakuan Rasis Bukan Hal yang Baru: Ini Terbukti
Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengungkap rasisme terhadap masyarakat Papua sudah terjadi menahun.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengungkap rasisme terhadap masyarakat Papua sudah terjadi menahun.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan iNews, Selasa (26/1/2021).
Diketahui sebelumnya Pigai menjadi korban ujaran rasialisme oleh Ketua Relawan Pro Jokowi-Ma'ruf Amin (Projamin) Ambroncius Nababan.

Baca juga: Natalius Pigai Jadi Korban Rasisme, Refly Harun Soroti Latar Belakangnya: Wajar Prihatin soal HAM
Ujaran bermuatan SARA di media sosial itu kemudian menjadi viral dan Ambroncius ditetapkan sebagai tersangka.
Menanggapi banyaknya kasus rasialisme terhadap masyarakat Papua, Pigai menuturkan bukan hanya terjadi kali ini saja.
"Soal rasisme terhadap orang Papua, itu bukan baru," jelas Natalius Pigai.
Ia memaparkan pada sidang BPUPKI tahun 1945 Mohammad Hatta menyampaikan pandangan antropologis yang menyebut orang Papua berbeda DNA dengan orang Melayu.
Maka dari itu potensi terjadi konflik saudara pada masyarakat yang akan datang sangat besar.
Saat itu diputuskan Papua belum menjadi bagian dari masyarakat Indonesia.
"Dalam perjalanannya, tesis dan usulan Hatta ini terbukti," kata Pigai.
Ia memberi contoh sejumlah perlakuan rasis yang diterima masyarakat Papua, baik saat berada di Papua maupun di daerah lain.
Baca juga: Prajurit TNI yang Gugur di Papua Berencana untuk Menikah, sang Ayah: Pacaran Lebih dari 5 Tahun
"Pada 1970-an, Ali Murtopo dedengkot CSIS menyatakan orang Papua kalau mau hidup cari saja di Pasifik," ucap aktivis HAM ini.
"Tahun 1980-an, gubernur Jawa Tengah pernah mengusir orang Papua. Tapi karena gubernur Papua yang hebat, dia bilang, 'Kalau kamu mengusir orang Papua, saya akan mengusir orang transmigrasi'. Akhirnya tidak jadi," paparnya.
Pigai memberi contoh lain ketika pemimpin daerah lain mengusir masyarakat Papua dari wilayahnya.
Ia menyebut pernyataan itu bahkan pernah disampaikan Luhut Binsar Panjaitan pada 1996.
"Tahun 1995 gubernur DIY pernah mengusir orang Papua. Tahun 1996 Luhut mengatakan, 'Cari pulau sendiri di negara Pasifik'," tutur Pigai.
Selain itu, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono pernah menyampaikan pernyataan serupa.
"Tahun 1999 Hendropriyono pernah mengatakan 2 juta orang pindahkan saja ke Manado," ungkap Pigai.
Ia mengaku sebagai aktivis HAM, terutama yang berasal dari Papua, ingin mengubah pandangan masyarakat agar memperlakukan masyarakat Papua dengan setara.
"Jadi dalam perjalanan historiografi Papua, pandangan-pandangan rasisme Papua-fobia dikeluarkan oleh pimpinan. Maka cara pandangan saya adalah mengubah mindset dan karakter berpikir rasis, segregatik, dan diskriminatif," tandasnya.
Lihat videonya mulai menit 6.00:
Sebut Pelanggaran HAM di Papua Makin Banyak di Era Jokowi
Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai angkat bicara tentang pelanggaran HAM di wilayah Papua.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Dua Sisi di TvOne, Kamis (3/12/2020).
Diketahui sebelumnya Tokoh Pembebasan Papua Barat Benny Wenda mendeklarasikan kemerdekaan dan menyebut diri sebagai presiden sementara di wilayah tersebut.
Baca juga: Sebut Deklarasi Papua Barat Merdeka Bukan Makar Besar, Mahfud MD: Benny Wenda Membuat Negara Ilusi
Natalius kemudian menyoroti upaya kemerdekaan Papua sudah berulang kali digaungkan sejak referendum 1969.
Ia membeberkan sejak dulu pembangunan Papua tidak pernah menjadi prioritas, bahkan angka kemiskinan terus meningkat.
Tidak hanya itu pelanggaran HAM di Papua kerap terjadi.
"Dari sisi prosperity itu tidak tercapai. Kemiskinan dan kebodohannya meninggi, ketertinggalannya meninggi," papar Natalius Pigai.
"Juga pelanggaran HAM cukup masif," ungkitnya.

Ia menyinggung beberapa hari yang lalu baru saja terjadi penembakan terhadap masyarakat sipil di wilayah Papua.
"Bahkan 2-4 hari lalu di puncak Papua itu ada orang kecil, empat orang ditembak," ungkapnya.
Tokoh masyarakat Papua ini menilai, pendekatan pemerintah terhadap Papua telah gagal.
Tidak hanya itu, isu rasisme terhadap orang Papua terus meningkat di berbagai wilayah.
Ia menyebutkan fakta isu ini semakin meningkat pada periode pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
"Karena itu dua treatment, prosperity (kemakmuran) gagal dan security (keamanan) juga gagal," tegas Natalius.
"Kemudian setelah Jokowi memimpin negara ini, yang di-drive (setir) adalah skenario Papua-fobia dan rasisme," ungkapnya.
Menurut Natalius, isu rasisme itu terjadi terhadap kedua belah pihak.
Baca juga: Vanuatu Satu-satunya yang Dukung Papua Barat Merdeka, Mahfud Tak Khawatir: Negara Kecil di Pasifik
Bahkan isu rasisme juga dikobarkan antara masyarakat Papua dengan orang Indonesia lainnya.
"Hari ini orang Papua yang kulit hitam dan rambut keriting tidak suka orang Indonesia, Melayu dan Jawa," jelas Natalius.
Ia kemudian menyinggung deklarasi kemerdekaan yang berulang kali digaungkan oleh kelompok tertentu di Papua.
Natalius menjelaskan upaya deklarasi semacam itu pasti akan didukung masyarakat Papua.
"Dalam konteks ini ketika Anda katakan siapapun orang Papua yang mendeklarasikan untuk dignity dan harga diri orang Papua, sudah pasti 90 persen lebih menerima," paparnya.
"Itu ditunjukkan tahun lalu bagaimana masifnya perlawanan rasisme," tandas Natalius. (TribunWow.com/Brigitta)