Listyo Sigit Prabowo Calon Kapolri
5 Catatan Penting ICJR untuk Calon Kapolri Listyo Sigit, Termasuk Lindungi Korban Kekerasan Seksual
Calon Kapolri penerus Jenderal Pol Idhan Azis, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo mendapat 5 catatan penting dari Institute for Criminal Justice Reform.
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Calon Kapolri penerus Jenderal Pol Idhan Azis, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo mendapat 5 catatan penting dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).
Diketahui, calon tunggal Kapolri, Listyo Sigit Prabowo menjalani fit and proper test di DPR RI, Rabu (20/1/2021).
"ICJR mengingatkan bahwa kepolisian memiliki peranan penting dalam proses tercapainya keadilan sehingga diharapkan Kapolri terpilih mampu menyusun langkah strategis untuk mengatasi berbagai tantangan penegakan hukum di Indonesia," ujar Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus Napitupulu dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (20/1/2021).
Baca juga: Listyo Sigit Buka-bukaan soal Masalah di Polri, dari Arogansi hingga Polisi Cari-cari Kesalahan
Adapun lima catatan penting ICJR untuk Kapolri berikutnya meliputi:
1. Akuntabilitas
Kapolri terpilih harus memastikan prinsip akuntabilitas dijalankan institusi Polri. Salah satu caranya adalah membuka ruang terhadap kritik, masukan, maupun pengawasan eksternal yang dilakukan lembaga lain.
Lembaga itu baik dari lembaga negara seperti Komnas HAM, Kompolnas, Ombdusman RI maupun dari organisasi masyarakat sipil.
Baca juga: Didampingi Para Senior ke DPR, Listyo Sigit: Polri Solid
Selain itu, Kapolri selanjutnya juga harus fokus pada agenda pemberantasan korupsi, baik itu di internal maupun eksternal institusi kepolisian.
Sejauh ini, masyarakat masih menilai bahwa praktik suap dan pungutan liar masih terjadi ketika berurusan dengan polisi.
2. Reformasi institusi
ICJR memandang Kapolri selanjutnya harus berani dalam mereformasi institusi kepolisian sebagai bagian mendukung nilai-nilai demokrasi, seperti halnya dalam menahan diri khususnya dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Kepolisian juga harus berdiri secara imparsial dalam menindak pelaku dan tidak boleh menjadi alat kekuasaan politik manapun.
Kapolri selanjutnya juga harus memastikan bahwa Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dijalankan setiap anggota, baik di pusat maupun daerah.
3. Pembenahan
Selain itu, ICJR juga mengeluarkan catatan supaya kepolisian berbenah dan berusaha menahan diri dari penggunaan kekuatan secara berlebihan (excessive use of force).
Hal itu tercermin dalam cara aparat kepolisian menangani aksi unjuk rasa damai. Contohnya, Reformasi Dikorupsi 2019 maupun Mosi Tidak Percaya 2020.
Korban yang menjadi sasaran kekerasan kepolisan bukan hanya peserta unjuk rasa, melainkan juga para jurnalis yang seharusnya mendapatkan jaminan akses peliputan dan perlindungan dalam bertugas meliput berita.
Baca juga: Jelang Fit and Proper Test Calon Kapolri, ICW Minta DPR Dalami 4 Hal Ini
Selain itu, masih juga ditemukan praktik penyiksaan maupun unlawful killing sampai dengan extrajudicial killing yang dilakukan aparat kepolisian.
Sayangnya, kasus tersebut minim evaluasi atau umumnya hanya diselesaikan dengan mekanisme internal etik atau disiplin dibandingkan proses peradilan pidana.
Baca juga: Listyo Sigit: Hal-hal yang Memunculkan Interaksi dan Penyalahgunaan Wewenang akan Kami Diperbaiki
4. Lindungi korban kekerasan seksual
Menyambut agenda Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual yang masuk dalam Prolegnas Priotitas 2021, polisi harus turut aktif dalam melindungi korban kekerasan seksual.
Mengingat, masih banyak ditemui kasus di mana polisi tetap melanjutkan proses pidana bagi korban-korban kekerasan seksual.
Kapolri baru juga harus mulai menyusun aturan-aturan internal untuk memastikan koordinasi dan penyediaan layanan bagi korban kekerasan seksual yang melapor ke polisi secara komprehensif. Misalnya, layanan kesehatan darurat dan pemulihan lainnya.
5. Keadilan restoratif
Kapolri selanjutnya juga harus mendorong pendekatan keadilan restorative (restorative justice) dalam menjalankan tugasnya selaku aparat penegak hukum.
Polisi perlu untuk melihat perlindungan korban dan meyeimbangkannya dengan pemulihan bagi pelaku.
Seperti halnya menggunakan kewenangan diskresi untuk menyelesaikan perkara berdasarkan aturan yang berlaku, memaksimalkan asesmen penyalahguna dan pecandu narkotika, penyelesaian kasus tindak pidana yang melibatkan anak dengan mekanisme diversi atau penyelesaian di luar sistem peradilan pidana konvensional, serta memperhatikan dan menghitung kerugian korban dalam suatu tindak pidana.
Kepolisan merupakan salah satu lembaga yang paling banyak mendapatkan catatan terkait pembaruan sektor peradilan di Indonesia.
Masalah-masalah yang menjadi sorotan Presiden seperti rutan dan lapas yang overcrowding juga dapat terselesaikan apabila kepolisian dapat melakukan reformasi secara menyeluruh.
"Berdasarkan pentingnya peran itu, ICJR meminta agar DPR dengan sungguh-sungguh memastikan komitmen reformasi menyeluruh ini dimiliki oleh Kapolri yang baru," ucap Erasmus. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Catatan Kritis ICJR untuk Calon Kapolri Listyo Sigit Prabowo"