Terkini Nasional
6 Fakta Temuan Seaglider Misterius, Prabowo Bereaksi hingga Peringatan Media Asing soal Drone China
Benda yang disebut-sebut sebagai drone bawah laut ternyata merupakan alat bernama seaglider yang biasa digunakan untuk mencari data kedalaman laut.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNWOW.COM - Masyarakat Indonesia sempat dihebohkan oleh temuan benda yang disebut-sebut sebagai drone bawah laut.
Benda tersebut ditemukan oleh seorang nelayan di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, pada Desember 2020 lalu.
Namun setelah dilakukan penyelidikan oleh pihak TNI Angkatan Laut (AL) benda yang disebut-sebut sebagai drone itu merupakan sebuah alat bernama seaglider yang biasa digunakan untuk riset terkait batimetri atau kedalaman laut.

Berikut sejumlah fakta seputar temuan seaglider di perairan Indonesia:
1. Prabowo Minta Publik Tak Berpolemik
Menanggapi temuan seaglider misterius tersebut, Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto memastikan bahwa Kemenhan, bersama Mabes TNI dan TNI AL akan menangani hal itu.
Pernyataan Prabowo disampaikan oleh juru bicaranya yakni Dahnil Anzar Simanjuntak.
"Terkait dengan penemuan drone di laut Selayar Sulawesi Selatan, Kementerian Pertahan mengajak publik tidak berpolemik yang kontraproduktif. Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI khususnya Angkatan Laut pasti akan menangani permasalahan tersebut," kata Dahnil dalam keterangan tertuls pada Senin (4/1/2021).
Baca juga: KSAL Mulai Waspadai Masuknya Kapal Asing setelah Alat Mirip Drone Ditemukan di Perairan Selayar
Dikutip dari Tribunnews.com, Dahnil juga menyampaikan penjelasan dari TNI AL bahwa seaglider tersebut hanyalah alat yang biasa digunakan untuk survei data oseanografi.
"Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berharap rakyat Indonesia terus mendukung TNI bekerja keras untuk pertahanan Indonesia dan mari bersama memperkuat pertahanan rakyat semesta untuk memastikan NKRI yang lebih kuat," kata Dahnil.
Dahnil juga menjelaskan, Prabowo sebagai Menhan telah berkomitmen sejak awal akan meningkatkan pertahanan Indonesia.
Maka dari itu Prabowo kerap melakukan kunjungan kerja ke negara lain untuk meninjau alutsista.
"Untuk mendapatkan alutsista terbaik pula, untuk memperkuat pertahanan Indonesia, baik laut, udara dan darat, dan juga untuk kepentingan memperkuat diplomasi pertahanan tentunya," kata Dahnil.
2. Pengakuan Nelayan yang Menemukan
Saehuddin selaku nelayan yang menemukan alat seaglider tersebut mengaku tak sengaja menemukan alat mirip drone di dasar perairan laut.
Menurut Saehuddin, kala itu dirinya tengah mencari ikan.
Seperti yang diungkapkannya dalam kanal YouTube Apa Kabar Indonesia tvOne, Minggu (3/1/2021).
"Saya turun di laut cari ikan," ujar Saehuddin.
"Jadi sampai di luar Batu Karang sekitar satu kilometer dapat itu benda."
Saat pertama kali melihat alat tersebut, Saehuddin mengaku tak menaruh curiga.
Ia hanya melihat benda besar yang memiliki antena tergeletak di dasar laut.
"Saya lihat dia punya antena, body-nya tidak dilihat, cuma antenanya aja dilihat," terang Saehuddin.
"Setelah saya lihat saya ikat dengan tali, saya bawa ke pinggir pantai."

Baca juga: Soal Temuan Drone Laut Diduga Mata-mata Asing, Pakar HI Bandingkan Era SBY: Bekukan Kerja Sama
Meski tak tahu benda yang ditemukannya, Saehuddin mengaku sudah menduga alat itu bukanlah barang biasa.
Karena itulah, ia langsung membawa alat mirip drone itu ke pantai.
"Setelah itu sampai di pinggir pantai ku panggil warga minta bantuan untuk angkat ke rumah saya," ucap Saehuddin.
"Saya tidak tahu juga itu barang apa."
"Tapi bukan barang biasa saya lihat, jadi saya ikat, saya bawa ke pinggir pantai."
Saat ditemukan, benda tersebut disebutnya tidak dalam kondisi menyala.
3. Bukan untuk Kegiatan Mata-mata
Menanggapi temuan seaglider itu, pihak TNI memastikan bahwa alat yang sempat diduga sebagai drone itu bukanlah alat mata-mata.
Pada konferensi pers Senin (4/1/2021), Kepala Staf Angkatan laut (KASAL) Laksamana TNI Yudo Margono telah menyampaikan sejumlah fakta terkait temuan itu.
Benda yang disebut drone itu adalah sebuah alat bernama argo float atau sea glider yang biasa digunakan untuk riset di bawah laut.
Laksamana Yudo menjelaskan, alat itu digunakan untuk mengumpulkan data batrimeti atau kedalaman air laut, salinitas, arus, dan data-data lain yang berkaitan.
"Alat ini tidak bisa untuk mendeteksi kapal selam maupun mendeteksi kapal atas air," ujarnya, dikutip dari YouTube Kompastv, Senin (4/1/2021).
Ia menegaskan bahwa alat itu tidak memiliki fungsi mendeteksi kapal lain layaknya sonar pada kapal perang.
"Ini hanya untuk data-data batrimeti atau kedalaman air laut di bawah permukaan," ujar Yudo.
"Tidak bisa alat ini untuk mendeteksi keberadaan kapal-kapal kita, kapal atas air."
"Hanya sebagai data-data bawah air," tegasnya.
Yudo menegaskan alat tersebut bukanlah alat yang bisa digunakan untuk kepentingan mata-mata.
"Alat ini lebih kepada untuk riset bawah laut," ujarnya.
"Jadi bukan untuk kegiatan mata-mata dan sebagainya," pungkas Yudo.
4. Alat Kepentingan Industri
Berdasarkan penjelasan KASAL, data yang dikumpulkan oleh alat itu dapat diakses oleh seluruh negara di dunia.
"Alat ini banyak digunakan untuk keperluan survei," ujarnya, dikutip dari YouTube Kompastv, Senin (4/1/2021).
Laksamana Yudo tak menampik kemungkinan alat itu bisa digunakan untuk kepentingan pertahanan.
Namun bisanya alat tersebut digunakan untuk kepentingan industri.
"Tergantung siapa yang memakai," ujar Yudo.

Yudo memaparkan kepentingan untuk industri biasanya digunakan untuk kepentingan pengeboran, dan mencari ikan.
Di sisi lain, untuk kepentingan pertahanan, alat itu dapat dipakai guna meneliti info seputar kedalaman laut supaya kapal selam tidak terdeteksi radar.
"Saya tidak bisa menentukan siapa pemiliknya karena datanya, tulisan maupun di luarnya ini tidak ada," ujar Laksamana Yudo.
Yudo berencana menggandeng Kementerian Riset dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) guna mendalami temuan tersebut.
"Sehingga nanti kita akan teliti lebih dalam lagi," ujarnya.
5. Tidak Ada Negara yang Mengklaim
Diketahui, sampai saat ini masih belum ada negara yang mengklaim kepemilikan alat tersebut.
Laksamana Yudo menjelaskan, penggunaan alat ini masih belum diatur dala hukum laut internasional atau biasa dikenal dengan nama Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Selain tidak diatur dalam UNCLOS, Indonesia juga belum mengatur penggunaan sea glider.
Berkaca dari kejadian ini, pihak TNI mungkin akan mengajukan dibuat peraturan presiden (Perpres) terkait pelarangan penggunaan sea glider di Indonesia.
Laksamana Yudo mengatakan, pihaknya masih menunggu kabar dari Kementerian Luar Negeri (Kemlu) jika ada negara yang mengaku memiliki drone tersebut.
"Sampai saat ini tidak ada negara yang mengklaim ini punya siapa," katanya.
"Sehingga nanti akan kita laporkan melalui Kemlu untuk penemuan ini."
Yudo mengakui, pihaknya memang belum berkomunikasi dengan negara-negara lain terkait keberadaan benda tersebut.
Namun ia meyakini negara-negara yang memiliki alat sea glider pasti sudah menyadari dari pemberitaan di media massa.
"Tapi kemarin dari publikasi rekan-rekan media, saya yakin negara-negara lain sudah tahu itu punya siapa," ungkap Yudo.
"Pasti sudah sampai ke negara-negara lain yang memiliki peralatan sea glider seperti ini."
Yudo mengatakan, nasib alat sea glider itu kini menjadi hak pemerintah Indonesia apakah ingin dipakai untuk riset atau dihancurkan.
6. Media Asing soal Drone China
Di sisi lain, penemuan benda yang awalnya diduga drone bawah laut turut menarik perhatian media asing.
Dilansir TribunWow.com, drone tersebut diduga merupakan buatan China berdasarkan desainnya.
Menurut Herald Sun Australia pada Sabtu (2/1/2021), drone itu berbentuk rudal dengan panjang 225 sentimeter, ekor 18 sentimeter, sayap masing-masing kanan dan kiri 50 sentimeter, serta antena 93 sentimeter.

Drone ini juga dilengkapi sensor di bagian depannya dan kamera.
Hal yang menjadi perhatian adalah wilayah perairan itu merupakan jalan terbuka menuju Australia utara.
Selain itu, ditemukan pula drone yang sama di Pulau Tenggol, Masalembu, Laut Flores.
Sebelumnya penemuan serupa pernah terjadi pada Maret 2019 di Kepulauan Riau, dekat perbatasan dengan Singapura serta di dekat Pangkalan Angkatan Laut Surabaya.
Drone semacam ini dikenal dengan nama kendaraan bawah laut tanpa awak (uncrewed underwater vehicles atau UUVs).
Drone yang berbentuk torpedo itu dilengkapi dengan sayap yang membuatnya dapat berenang di laut dengan berulang kali muncul ke permukaan lalu menyelam.
UUVs dapat bertahan selama setidaknya satu bulan di laut.
Baca juga: Kata Pakar HI soal Drone Laut Buatan China, Minta Pemerintah Jangan Lengah: Lakukan Tindakan Keras
Akademi Sains China diketahui pernah mengumumkan hasil desain mereka terhadap alat tersebut pada Desember 2019.
Mereka kemudian melakukan uji coba, hasilnya menunjukkan UUVs dapat menempuh 12 ribu kilometer dan menyelam 6,5 kilometer dari permukaan.
Drone ini dapat digunakan sebagai pemburu di dasar lautan.
Kemampuannya mencakup menentukan lokasi, mengidentifikasi, mengikuti, mengambil gambar, serta mencari target musuh di bawah laut.
Alat ini juga dapat menganalisis kontur dasar laut tempatnya melaju.
"Alat ini mungkin tampak polos, tetapi secara alami mereka dibuat untuk mencurigai. Kasus ini menjadi bukti China tengah melakukan observasi militer terhadap rute bawah laut yang potensial, melewati Samudera Hindia dan perairan Indonesia, atau bahkan rencana angkatan laut lainnya," komentar analis pertempuran laut, HI Sutton.
"Rute ini, Selat Sunda dan Selat Lombok, menjadi penting dalam masa perang," jelasnya.
"Pengetahuan yang dikumpulkan drone ini dapat bernilai bagi Angkatan Laut China jika hendak menggunakan jalur ini," tambah Sutton. (TribunWow.com/Anung/Brigitta)
Sebagian artikel ini diolah dari Tribunnews.com dengan judul Menhan Prabowo Ajak Publik Tidak Berpolemik Kontraproduktif Terkait Temuan Seaglider