Terikini Nasional
Tengku Zulkarnain Jelaskan Fenomena 'Kurang Lakunya' Partai Islam: Tokoh-tokoh Islam Tidak Militan
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI, Tengku Zulkarnain memberikan penjelasan terkait fenomena 'kurang lakunya' partai-partai Islam.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Tengku Zulkarnain memberikan penjelasan terkait fenomena 'kurang lakunya' partai-partai Islam atau berbasis massa Islam.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kenyataannya partai Islam kalah pamor dengan partai nasionalis.
Fenomena tersebut juga diakui oleh Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun, dalam kanal YouTube pribadinya, Refly Harun, Minggu (15/11/2020).
Baca juga: Akui Prediksinya Meleset soal Reshuffle Kabinet Jokowi, Refly Harun: Setelah Pilkada 2020
Baca juga: Massa FPI Sambut Meriah Habib Rizieq, Sikap Jokowi Jadi Sorotan Media Asing: Akan Sangat Hati-hati
Dilansir TribunWow.com, menurut Refly Harun, belum ada sejarahnya partai Islam memenangi pemilu atau bahkan berada di dua besar setelah era reformasi.
Disebutnya bahwa pada tahun 1999, PDIP nomor satu dan nomor dua Golkar.
Tahun 2004 dimenangkan Golkar, sedangkan nomor dua PDIP.
Pada 2009 nomor satu Demokrat, nomor dua Golkar.
Dan dua perhelatan terakhir, tahun 2014 dan 2019 semuanya dimenangkan oleh PDIP.
"Sampai sekarang partai Islam itu quote and quote mohon maaf 'enggak laku'. Pada zaman orde baru lima partai Islam dijadikan satu menjadi PPP," ujar Refly Harun.
Menanggapi hal itu, Tengku Zulkarnain mengakui fenome keterpurukan partai Islam.
Menurutnya kondisi tersebut terjadi lantaran karena dipengaruhi oleh tokoh-tokoh Islam itu sendiri.
"Tokoh-tokoh islam itu ternyata tidak militan dalam segi politik," kata Tengku Zulkarnain.
"Saya katakan mereka tidak militan memajukan politik islam, saya tidak menuduh mereka bisa disuap," jelasnya.
Baca juga: Contohkan Ganjar dan Ridwan Kamil, dr Tirta Tantang Anies dan BNPB Sikapi Kerumunan Rizieq Shihab
Tengku Zulkarnain lantas memberikan gambaran soal kondisi politik di daerah dengan basis massa Islam pada pemilu pertama tahun 1955 di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Menurutnya di atas kertas harusnya partai yang menang adalah Partai NU dan Masyumi, sebelum dibubarkan pada 1960.
"Misalnya di Jawa Tengah, Jawa Timur itu katanya basisnya NU, ternyata konstelasi politik sejak zaman pemilu pertama itu (partai) NU tidak pernah memegang peranan pertama," ungkapnya.
"Kalau di Jawa Timur yang menang itu PNI dengan Masyumi, kalau Jawa Tengah PNI dengan PKI yang menang," imbuhnya.
"Pemilu tahun 1955, Partai NU enggak menang di Jawa Timur, Partai NU enggak menang di Jawa Tengah."
Sama halnya pada era reformasi, Zulkarnain menyebut partai Islam masih belum bisa berbicara banyak.
"Ketika zaman reformasi, belum pernah PKB di Jawa Timur menang, yang menang kalau enggak PDIP, Golkar," terang Tengku Zulkarnain.
"Kalau PKB dianggap perwakilan dari NU kalaupun enggak bisa menang di seluruh Indonesia, paling Jawa Timur, Jawa Tengah menang," jelasnya.
Oleh karenanya, ia menilai ada kegagalan para tokoh politik Islam dalam mengembangkan partai politiknya.
"Berarti kan politikus Islam tidak berakar dalam urusan politik. Menempatkan kepentingan politik itu demi islam itu gagal," pungkasnya.
Baca juga: Beda Gibran Vs Bagyo di Debat Pilkada Solo, Pengamat Sebut Ada yang Emosional dan yang Curhat
Simak videonya mulai menit ke- 10.10
(TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)