Breaking News:

UU Cipta Kerja

UU Cipta Kerja Berubah Lagi dan Ada Pasal Dihapus, Refly Harun Ajukan 2 Pertanyaan: Harus Clear

Pakar hukum tata negara Refly Harun menyoroti perubahan yang kembali muncul dalam omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Rekarinta Vintoko
Youtube/Refly Harun
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, dalam tayangan Youtube Refly Harun, Minggu (6/9/2020). 

TRIBUNWOW.COM - Pakar hukum tata negara Refly Harun menyoroti perubahan yang kembali muncul dalam omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan di kanal YouTube Refly Harun, diunggah Jumat (23/10/2020).

Diketahui terdapat perubahan banyak halaman pada UU Cipta Kerja, dari 812 halaman yang dikirimkan DRP kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi 1.187 halaman yang dikirimkan Sekretariat Negara kepada sejumlah organisasi masyarakat Islam.

Massa dari Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja di jalan Medan Merdeka Barat tepatnya depan Gedung Sapta Pesona mengarah ke Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (12/10/2020).
Massa dari Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja di jalan Medan Merdeka Barat tepatnya depan Gedung Sapta Pesona mengarah ke Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (12/10/2020). (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Baca juga: Sebut Pemerintah Selalu Cari Kambing Hitam Demo, Refly Harun: Kali Ini KAMI dan Gatot Nurmantyo

Selain itu, Pasal 44 Undang-undang Migas juga dihapus.

Menanggapi hal itu, Refly menilai proses pembahasan dan pengesahan UU Cipta Kerja perlu dipertanyakan.

"Pertanyaan kita adalah apakah yang berubah itu substansi? Atau yang berubah itu hanya jumlah halaman?" tanya Refly Harun.

Ia menjelaskan, jika perubahan itu hanya terkait format maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan.

Meskipun begitu, Refly menegaskan seharusnya format yang diajukan semirip mungkin sehingga tidak banyak perubahan yang berarti.

Hal itu menjadi sorotan, mengingat sebelumnya disebut ada enam versi naskah yang berbeda-beda jumlah halamannya.

"Kalau jumlah halaman, tidak soal karena bisa jadi format lembaran negara yang akan mengundangkan UU Ciptaker ini berbeda dengan format yang disampaikan DPR," singgung Refly.

"Walaupun menurut saya harusnya memberikan format yang kurang lebih sama untuk menjaga agar jangan terjadi perubahan," lanjutnya.

Baca juga: Feri Amsari Bahas UU Cipta Kerja di Mata Najwa, Aria Bima Langsung Debat: Itu Hoaks Kamu, Mana Buka

Pakar hukum tersebut menyinggung perubahan itu dilakukan bahkan setelah disahkan oleh DPR, yakni oleh Sekretariat Negara (Setneg).

Tidak hanya itu, perombakan itu terkait materi undang-undang, bukan sekadar format penulisan.

"Tapi rupanya tidak demikian. Setneg masih mengolahnya dan menurut berita ada perubahan itu, yaitu ada pasal yang hilang dan juga ada bab yang berubah," ungkit Refly Harun.

"Ini substansif. Kalaupun dianggap ada kesalahan, Sekretariat Negara tidak berwenang mengubahnya karena sudah diparipurnakan

"Pesan moralnya apa? Kalau mau memparipurnakan sebuah rancangan undang-undang, dia harus clear, bersih 100 persen agar tidak ada lagi perubahan-perubahan," tandasnya.

Lihat videonya mulai menit 8.00:

Jokowi Klarifikasi Hoaks UU Cipta Kerja, Refly Harun Singgung Tak Ada Draf Resmi

Pakar hukum tata negara Refly Harun menyoroti masih simpang-siurnya kejelasan omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan melalui kanal YouTube Refly Harun, diunggah Kamis (15/10/2020).

Saat itu Refly mengundang Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo untuk membahas UU Cipta Kerja.

Baca juga: Sederet Alasan Polisi Tangkap Aktivis KAMI, Tuding Dalang Kerusuhan hingga Hoaks UU Cipta Kerja

Gatot membenarkan jika undang-undang tersebut menuai kontroversi karena pengerjaannya tidak transparan dan terkesan dikebut oleh DPR.

"Rakyat ini hanya memerlukan informasi yang jelas," komentar Gatot Nurmantyo.

Ia mengaku KAMI memang mendukung secara moral gerakan mahasiswa dan buruh untuk menolak UU Cipta Kerja.

Menurut Gatot, penting bagi kalangan mahasiswa tersebut mengkritisi UU ini karena akan berpengaruh ke pekerjaan mereka di masa depan.

Presiden RI Joko Widodo memberikan Keterangan Pers Presiden RI Terkait Undang-Undang Cipta Kerja, Istana Bogor, 9 Oktober 2020.
Presiden RI Joko Widodo memberikan Keterangan Pers Presiden RI Terkait Undang-Undang Cipta Kerja, Istana Bogor, 9 Oktober 2020. (YouTube Sekretariat Presiden)

"Mahasiswa ini, kenapa didukung oleh KAMI, karena mahasiswa berdemonstrasi berdasarkan koridor hukum untuk menyampaikan pendapat, kalau bisa berdialog," papar Gatot.

"Mereka melihat, untuk apa saya kuliah? Begitu saya lulus, jadi dokter, bekerja di rumah sakit, 'kan jadi buruh juga, pekerja juga," lanjutnya.

Diketahui poin yang paling banyak disorot oleh masyarakat adalah klaster ketenagakerjaan yang mengatur upah minimum, pesangon, dan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Baca juga: Kecam UU Cipta Kerja, Fahri Hamzah Sebut Serampangan Ubah Aturan: Saya Yakin Presiden Tidak Paham

"Kejelasan ini yang harusnya ada penjelasan-penjelasan terbuka," singgung Gatot.

"Mas Gatot ingin mengatakan bahwa baik pihak pemerintah maupun pihak buruh itu bukan hanya soal komunikasi saja, tapi belum memiliki dasar yang final untuk berdialog," sahut Refly.

Selain itu, Gatot menyoroti tidak adanya naskah resmi UU Cipta Kerja yang dipublikasikan oleh DPR atau pemerintah.

"Sebenarnya yang membuat tidak final ini, presiden juga baru menerima draf yang diketok juga hari ini, terus mau bicara apa?" ungkit mantan Panglima TNI itu.

Refly mengungkit sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat membuat klarifikasi dan menyebut informasi yang beredar di masyarakat tentang UU Cipta Kerja sebagai hoaks.

Namun ia menyoroti tidak ada draf final yang dapat dibaca rakyat, sehingga pernyataan Jokowi dapat dipertanyakan.

"Jadi kemarin waktu presiden mengatakan, 'Enggak benar ini', dia dasarnya apa? Enggak jelas juga," komentar pakar hukum tersebut. (TribunWow.com/Brigitta)

Tags:
UU Cipta KerjaRefly HarunOmnibus LawJokowiDPR RI
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved