UU Cipta Kerja
Tanggapi Seruan Pembangkangan Sipil soal UU Cipta Kerja, Yasonna Laoly: Ini Sudah Berlebihan
Menteri Hukum dan Ham, Yasonna Laoly buka suara menanggapi adanya seruan pembangkangan sipil.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Menteri Hukum dan Ham, Yasonna Laoly buka suara menanggapi adanya seruan pembangkangan sipil.
Seruan tersebut menyusul sikap pemerintah yang dinilai tak menghiraukan aksi masa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Dilansir TribunWow.com dalam acara Rosi 'KompasTV', Kamis (22/10/2020), Yasonna Laoly mengatakan bahwa hal itu bukan murni sebagai seruan dalam artian demokrasi.

Baca juga: Alasan Naskah UU Cipta Kerja Terbaru Berubah Jadi 1.187 Halaman hingga Ada Pasal yang Hilang
Baca juga: Reaksi Aria Bima ketika Rocky Gerung Benarkan Aksi Kerusuhan dalam Demo: Oo Lha Gila Kamu Rock
Menurutnya, seruan tersebut dilakukan dengan memiliki tujuan lain yakni untuk membuat provokasi.
Yasonna juga meyakini kondisi tersebut lebih kepada yang berbau politik ketimbang benar-benar mempersoalkan substansi UU Cipta Kerja itu sendiri.
"Saya melihatnya ini dari waktu ke waktu apa yang terjadi belakangan ini setelah undang-undang ini disahkan, bukan pembangkangan sipil, provokasi untuk disorder. Itu yang saya lihat," ujar Yasonna.
"Lebih kepada politik lah daripada ketidakkesepahaman, digunakan sebagai alat politik untuk membuat distrust kepada pemerintah," jelasnya.
Dirinya menegaskan bahwa tujuan dari UU Cipta Kerja tidak seperti yang ditakutkan oleh masyarakat saat ini, khususnya para buruh dan pekerja.
Ia juga memastikan bahwa UU Cipta Kerja memiliki banyak manfaat baik kepada masyarakat.
"Bahwa kita mempunyai perbedaan pendapat yang tajam soal ini tetapi kami sangat akui yakin bahwa undang-undang ini sangat baik untuk masyarakat," kata Yasonna.
"Boleh kita berdebat soal itu, tetapi mengatakan bahwa ini untuk memprovokasi, untuk disorder, pembangkangan sipil apalagi jangan bayar pajak, saya kira ini sudah too much," tegasnya.
Baca juga: Soal UU Cipta Kerja, Feri Amsari: Pak Jokowi Berdiri sebagai Pebisnis, Bukan sebagai Presiden
Lebih lanjut, menteri petahana itu mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Sehingga dikatakannya bahwa semua persoalan di negeri ini harus diselesaikan atau dibicarakan melalui jalur yang benar, yakni secara konstitusional.
Dalam kasus ini maka bisa melalui Mahkamah Konstitusi.
"Kita harus taat lah secara konstitusi, negara ini sudah dispekati pasca reformasi pasal 1 ayat 3, yaitu sebagai negara hukum," jelasnya.
"Maka mekanisme yang kita pakai mekanisme konstitusional saja," pungkasnya.
Smak videonya mulai menit ke- 2.20:
YLBHI Ungkap Pihak-pihak Diduga Terlibat di Balik UU Cipta Kerja
Di sisi lain, sebelumnya, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengungkap dugaan kepentingan di balik omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Indonesia Lawyers Club (ILC) di TvOne, Selasa (20/10/2020).
Diketahui omnibus law UU Cipta Kerja menuai penolakan keras dari buruh, mahasiswa, dan masyarakat umum.

Baca juga: Di Depan Para Menteri Jokowi yang Hadiri ILC, Rizal Ramli Kritisi Maruf Amin: Kayak Pelengkap Doang
Hal itu menjadi catatan utama yang disorot YLBHI selama satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Asfinawati menyinggung data Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) yang menyebutkan banyaknya undang-undang dan peraturan yang terbit sejak periode pertama pemerintahan Jokowi.
"Undang-Undang 131, Peraturan Pemerintah 526, Peraturan Presiden 839, Peraturan Menteri 8.648," ungkit Asfinawati.
Jokowi sebelumnya sempat menyinggung banyaknya aturan membuat birokrasi menjadi rumit.
Meskipun begitu, Asfinawati mengungkit ratusan peraturan itu dibuat sendiri oleh presiden selama masa kepemimpinannya.
Diketahui sebelumnya Jokowi mencanangkan omnibus law UU Cipta Kerja sebagai penyederhanaan regulasi, terutama terkait investasi.
Hal ini menjadi sorotan Asfinawati.
"Kenapa jawabannya undang-undang? Kenapa jawaban atas undang-undang itu memandatkan begitu banyak peraturan pelaksana?" singgung Asfinawati.
"Apakah berarti betul permasalahannya soal itu?" lanjut aktivis hukum dan HAM ini.
Baca juga: Demo 1 Tahun Jokowi-Maruf Amin, Ini Isi Orasi BEM SI, Turut Sindir UU Cipta Kerja: Negeri Dongeng
Ia menduga ada persoalan lain yang terlibat di balik pengesahan UU Cipta Kerja, termasuk kepentingan sejumlah tokoh dalam hal investasi dan tambang batu bara.
Hal itu dibuktikan dengan sejumlah jajaran Jokowi dan Ma'ruf Amin yang terlibat dalam Satgas Omnibus Law UU Cipta Kerja.
"Tetapi jangan-jangan bukan itu alasannya. Jangan-jangan alasannya untuk penambahan nilai tambah batu bara nol persen karena anggota Satgas Omnibus Law, yang salah satunya adalah Airlangga Hartanto, yang menteri dan satgas juga terkait perusahaan tambang," ungkapnya.
"Ada beberapa tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin juga memiliki tambang dan juga masuk di dalam Satgas Omnibus Law," lanjut Asfinawati.
Ia lalu menyinggung kejanggalan lain, yakni draf RUU Cipta Kerja sebelumnya tidak pernah diedarkan di masyarakat sampai pembahasan di DPR.
Asfinawati menduga tidak adanya draf resmi yang beredar terkait alasan-alasan yang sebelumnya ia sebutkan.
"Apakah karena itu buruh, petani, dan jurnalis pun tidak bisa mencari naskah omnibus law ketika naskah itu masih dibuat di tingkat pemerintah? Naskah itu 'kan baru tersebar setelah diserahkan ke DPR," papar Asfinawati.
Lihat videonya mulai menit 3.30:
(TribunWow/Elfan/Brigita)