Terkini Nasional
Ahok Ungkap Kebijakan yang Dilakukan Andai Jadi Presiden: Langsung Ada Pemutihan Dosa-dosa
Komut PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok mengungkapkan langkah yang akan dilakukan andaikan dirinya menjadi seorang presiden.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok mengungkapkan langkah atau kebijakan yang akan dilakukan andaikan dirinya menjadi seorang presiden.
Dilansir TribunWow.com, Ahok mengatakan bahwa langkah pertama adalah melakukan pemutihan dosa-dosa dari pemerintahan.
Hal itu diungkapkan Ahok dalam tayangan YouTube Butet Kartaredjasa, Minggu (11/10/2020).

Baca juga: Bayangkan Percakapan Ahok saat Ditegur Erick Thohir, Qodari: Kalau Perlu Lewat Pintu Belakang
Baca juga: Kembali Soroti Threshold Pilkada yang Berat, Refly Harun Beri Contoh: Ahok Saja Tidak Percaya Diri
Menurut Ahok, tidak bisa dipungkiri bahwa setiap pejabat pastinya memiliki kesalahan, baik kecil maupun besar, hingga disengaja atau tidak.
Oleh karenya, dosa-dosa tersebut tidak perlu diwariskan dari rezim ke rezim.
"Langsung ada pemutihan dosa-dosa lama supaya rezim ke rezim itu terus menjadikan ini semacam ATM," ujar Ahok.
"Siapa yang enggak pernah buat salah gitu," imbuhnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu lantas menyinggung soal Pilkada serentak.
Dirinya hanya meminta kepada setiap calon untuk bisa membuka sejujur-jujurnya seluruh harta kekayaan yang dimiliki, termasuk harta warisan.
Karena ia mengaku tidak ingin ajang Pilkada tersebut menjadi awal dari terjadinya masalah baru, seperti misalnya korupsi.
"Saya pernah sampaikan, lalu Pilkada seluruh Indonesia, siapapun yang ikut harus bisa membuktikan secara terbalik hartanya," kata Ahok.
"Kalau kamu mengatakan harta warisan orang tua saya yang korup, enggak apa-apa, minimal rakyat tahu."
"Karena kita masih asumsi, anak pejabat yang korup pun belum tentu korup, belum tentu dia tidak punya hati melayani rakyat, belum tentu dia tidak punya hati menolong yang miskin yang membutuhkan pertolongan," jelasnya.
Baca juga: Detik-detik Ayah Sudi Hormat pada Anak, Bangga setelah sang Putra Dilantik Jadi Perwira oleh Jokowi
Lebih lanjut, Ahok mempunyai pandangan untuk meminimalisir terjadinya tindakan korupsi.
Suami dari Puput Nastiti Devi itu mengatakan bisa dengan cara memperbaiki gaji dari pejabat.
Namun dirinya menegaskan bukan lantas menaikkan gaji mereka.
"Tetapi yang penting, dia harus bisa membuktikan harta dari mana, pembuktian terbalik di pejabat, gaji pejabat diperbaiki," kata Ahok.
"Kita kan punya tunjungan operasional yang enggak boleh diambil, ya Anda boleh ambil resmi, asal Anda bisa menaikkan pendapatan berapa," jelasnya.
Meski begitu, ia mengaku tidak lantas melupakan tugas dan tanggung jawabnya, yakni menjamin kesejahteraan rakyat.
Tak luput, dirinya mengatakan bisa menaikkan gaji dari aparat, baik TNI maupun Polri.
"Tapi KPI-nya jelas, misal rakyat Anda harus mempunyai jaminan pendidikan, jaminan kesehatan, jaminan perumahan. Terus UMKM kamu bisa bantu dari kecil ke sedang, dari sedang jadi besar," ungkapnya.
"Aparat semua dinaikkan gajinya, prajurit TNI-Polri bagaimana? Kita bisa subsidi langsung ke orangnya," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke- 8.13
Qodari Ungkap Kekurangan Ahok hingga Tak Bisa Jadi Menteri
Di sisi lain, sebelumnya Direktur Eksekutif Indobarometer M Qodari mengungkapkan alasan Basuki Tjahaja Purnama (BTP atau Ahok) sebaiknya tidak ditempatkan di jabatan publik.
Dilansir TribunWow.com, hal itu terungkap dalam tayangan di kanal YouTube Helmy Yahya Bicara, diunggah Minggu (27/9/2020).
Diketahui Ahok pernah menduduki sejumlah jabatan publik, seperti Bupati Belitung Timur, Wakil Gubernur DKI Jakarta, hingga yang terbaru sebagai Komisaris Utama PT Pertamina.

• Kembali Soroti Threshold Pilkada yang Berat, Refly Harun Beri Contoh: Ahok Saja Tidak Percaya Diri
Qodari menilai sebetulnya sifat Ahok tidak cocok untuk menjadi pejabat publik.
Ia memberi contoh pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012.
"Waktu Pilkada Jakarta, setelah quick count di salah satu televisi dan hasil quick count menunjukkan bahwa dia kalah, oleh host saya ditanya, 'Bagaimana dengan nasib Ahok ke depan?," papar Qodari.
Ia menjelaskan Ahok adalah tipe pejabat yang kurang memiliki kemampuan komunikasi.
Qodari memberi contoh Ahok seharusnya menjabat posisi yang didelegasikan langsung untuknya, bukan melalui pemilihan seperti pilkada.
"Saya bilang, 'Kalau untuk pemilihan langsung seperti ini kayaknya enggak bisa karena Ahok ini istilahnya bagus kerjanya, buruk komunikasinya'," jelasnya.
"Mungkin harus dia yang ditunjuk, bukan dipilih. Misalnya seperti menteri," lanjut pengamat politik tersebut.
Meskipun begitu, Qodari kembali berpikir-pikir jabatan menteri juga kurang cocok untuk Ahok.
• Minta Ahok Tidak One Man Show soal Pertamina, Deddy Sitorus: Salah Besar Teriak-teriak ke Publik
"Kayaknya jadi menteri pun juga enggak cocok karena menteri itu jabatan publik. Jabatan publik itu adalah jabatan yang kerja harus bagus, komunikasi juga harus bagus," terang Qodari.
Ia menilai, jika komunikasi publik seorang pejabat tidak disampaikan dengan baik, maka citranya akan rusak.
"Contohnya siapa? Ahok sendiri," ungkap Qodari.
Qodari menilai Ahok jauh lebih baik bekerja di bidang swasta yang tidak memerlukan interaksi dengan khayalak.
"Karena itu kesimpulan saya, Ahok cuma tepat di ranah swasta, di perusahaan swasta, enggak cocok punya jabatan publik atau yang berinteraksi dengan publik," simpulnya.
Lihat videonya mulai menit 6:00
(TribunWow/Elfan/Brigitta)