Pilkada Serentak 2020
Kembali Soroti Threshold Pilkada yang Berat, Refly Harun Beri Contoh: Ahok Saja Tidak Percaya Diri
Pakar hukum tata negara Refly Harun kembali memprotes aturan ambang batas syarat dukungan majunya calon kepala daerah (treshold) dalam pilkada.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Pakar hukum tata negara Refly Harun kembali memprotes aturan ambang batas sebagai syarat dukungan majunya calon kepala daerah (threshold) dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
Dilansir TribunWow.com, hal itu terungkap dalam tayangan di kanal YouTube Indonesia Lawyers Club (ILC) di TvOne, Selasa (22/9/2020).
Awalnya ia mengakui tengah menggugat hal itu, terutama terkait presidential threshold.

• Refly Harun Sebut Ahok Terlalu Umbar Rumah Tangga Pertamina, Singgung Kondisi Khusus: Tidak Etis
"Saya dan Rizal Ramli dan satu orang lainnya memang menggugat ambang batas pemilihan presiden dari 20 persen kursi, 25 persen suara ke tanpa ambang batas," jelas Refly Harun.
"Kami berharap juga sebenarnya ini juga untuk pilkada," lanjutnya.
Ia membenarkan satu undang-undang tidak dapat digunakan untuk semua bentuk pemilu.
Meskipun begitu, Refly berharap agar threshold di pilkada dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan.
"Kalau di presidennya bisa hilang, maka harapannya juga begitu," terangnya.
Ia menilai masalah threshold menjadi krusial di pilkada.
Menurut mantan Komisaris Utama PT Pelindo ini, threshold berkaitan erat dengan oligarki.
Pasalnya hanya orang tertentu yang bisa mendapatkan rekomendasi partai politik untuk melenggang dalam kontes pilkada.
Ia menyinggung, bahkan rekomendasi ini bisa diperoleh melalui kolusi dan nepotisme.
"Soal yang akut di pilkada ini 'kan threshold diterapkan itu adalah soal yang terkait dengan oligarki kekuasaan elit," papar Refly.
"Jadi hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menembus nominasi itu. Karena nominasi itu mahal, maka Anda harus membeli nominasi dari partai-partai politik," lanjut dia.
• Pilkades Ditunda, Pilkada 2020 Jalan Terus, Rocky Gerung: Mustinya yang Ditunda Itu Pilkudu
Ia berpendapat threshold untuk calon independen, yakni nonpartai, terlalu berat dengan mengumpulkan dukungan berupa KTP warga.