UU Cipta Kerja
Ikut Pertanyakan Polemik Draf UU Cipta Kerja Beda-beda Versi, Mahfud MD: Saya Saja Ada 6 Draf
Draf omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) masih menjadi pertanyaan terkait keasliannya.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Draf omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) masih menjadi pertanyaan terkait keasliannya.
Dilansir TribunWow.com, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD turut menanggapi hal itu dalam Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Jumat (16/10/2020).
Diketahui perdebatan terkait keaslian draf UU Cipta Kerja masih berlanjut, seiring dengan penolakan undang-undang itu sendiri.

Baca juga: Sandiaga Uno soal UU Cipta Kerja: Kalau Penciptaan Lapangan Kerja, Harus Bicara tentang Rakyat
Sejumlah pakar hukum bahkan menyebut proses pembentukan UU Cipta Kerja 'cacat hukum' dalam hal terkesan tergesa-gesa, tanpa konsultasi publik, bahkan ada empat versi draf berbeda yang beredar.
Menanggapi hal itu, awalnya Mahfud menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menentukan apakah UU Cipta Kerja memang benar cacat hukum.
"Itu sudah urusan DPR yang bersidang, bagaimana mengesahkannya dan sebagainya. Bukan urusan pemerintah kalau menyangkut cacat formal dan prosedural," jelas Mahfud MD.
Ia lalu menanggapi banyaknya draf yang beredar di masyarakat.
Menurut Mahfud, ada proses yang membuat draf tersebut menjadi berubah-ubah.
"Kalau draf itu beredar banyak sekali, ini lihat di meja saya ada enam draf, enam macam draf yang berbeda-beda," ungkap Mahfud sembari menunjukkan tumpukan dokumen di meja kerjanya.
"Itu justru menunjukkan bahwa dialog-dialog itu berlangsung," papar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Mahfud menerangkan setiap perbedaan di draf itu terjadi karena perubahan dan dialog yang berlangsung.
"Ketika pertama drafnya ini, lalu datang orang usul ini, (draf) diubah. Sesudah diubah, dicetak lagi, drafnya berubah ini," terang Mahfud.
Baca juga: Jokowi Klarifikasi Hoaks UU Cipta Kerja, Refly Harun Singgung Tak Ada Draf Resmi: Dasarnya Apa?
Saat muncul usul baru, draf kembali diubah dan dicetak.
"Diolah bersama lagi sampai jadi berkali-kali jadi ini," lanjutnya sambil menunjuk tumpukan dokumen lainnya.
"Lalu di DPR diubah menjadi ini," tambah mantan politikus PKB itu.
Ia menerangkan bukan berarti setiap draf itu adalah versi yang berbeda, tetapi muncul karena ada perubahan dan usul baru.
"Jadi bukan versi yang berbeda-beda. Itu perubahan dari waktu ke waktu karena berdiskusi, bukan materi," jelas Mahfud.
Namun yang menjadi polemik masyarakat adalah munculnya versi draf yang berbeda setelah DPR mengesahkan UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020 lalu.
Mahfud mengaku dirinya juga mempertanyakan hal ini.
"Itu menjadi pertanyaan. Saya pun bertanya, kenapa bisa berubah-ubah begitu? Sudah diketok harusnya selesai," singgung Mahfud.
"Untuk itu apa yang sebenarnya terjadi itu dibawa saja ke Mahkamah Konstitusi, nanti 'kan akan terlihat," tambahnya.
Baca juga: Buka Dialog UU Cipta Kerja, Mahfud MD Tetap Persilakan Demo: Lari-lari di Tengah Hujan Kan Bagus
Lihat videonya mulai menit ke-9.30:
Jokowi Klarifikasi Hoaks UU Cipta Kerja, Refly Harun Singgung Tak Ada Draf Resmi
Pakar hukum tata negara Refly Harun menyoroti masih simpang-siurnya kejelasan omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan melalui kanal YouTube Refly Harun, diunggah Kamis (15/10/2020).
Saat itu Refly mengundang Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo untuk membahas UU Cipta Kerja.
Baca juga: Sederet Alasan Polisi Tangkap Aktivis KAMI, Tuding Dalang Kerusuhan hingga Hoaks UU Cipta Kerja
Gatot membenarkan jika undang-undang tersebut menuai kontroversi karena pengerjaannya tidak transparan dan terkesan dikebut oleh DPR.
"Rakyat ini hanya memerlukan informasi yang jelas," komentar Gatot Nurmantyo.
Ia mengaku KAMI memang mendukung secara moral gerakan mahasiswa dan buruh untuk menolak UU Cipta Kerja.
Menurut Gatot, penting bagi kalangan mahasiswa tersebut mengkritisi UU ini karena akan berpengaruh ke pekerjaan mereka di masa depan.

"Mahasiswa ini, kenapa didukung oleh KAMI, karena mahasiswa berdemonstrasi berdasarkan koridor hukum untuk menyampaikan pendapat, kalau bisa berdialog," papar Gatot.
"Mereka melihat, untuk apa saya kuliah? Begitu saya lulus, jadi dokter, bekerja di rumah sakit, 'kan jadi buruh juga, pekerja juga," lanjutnya.
Diketahui poin yang paling banyak disorot oleh masyarakat adalah klaster ketenagakerjaan yang mengatur upah minimum, pesangon, dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Baca juga: Kecam UU Cipta Kerja, Fahri Hamzah Sebut Serampangan Ubah Aturan: Saya Yakin Presiden Tidak Paham
"Kejelasan ini yang harusnya ada penjelasan-penjelasan terbuka," singgung Gatot.
"Mas Gatot ingin mengatakan bahwa baik pihak pemerintah maupun pihak buruh itu bukan hanya soal komunikasi saja, tapi belum memiliki dasar yang final untuk berdialog," sahut Refly.
Selain itu, Gatot menyoroti tidak adanya naskah resmi UU Cipta Kerja yang dipublikasikan oleh DPR atau pemerintah.
"Sebenarnya yang membuat tidak final ini, presiden juga baru menerima draf yang diketok juga hari ini, terus mau bicara apa?" ungkit mantan Panglima TNI itu.
Refly mengungkit sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat membuat klarifikasi dan menyebut informasi yang beredar di masyarakat tentang UU Cipta Kerja sebagai hoaks.
Namun ia menyoroti tidak ada draf final yang dapat dibaca rakyat, sehingga pernyataan Jokowi dapat dipertanyakan.
"Jadi kemarin waktu presiden mengatakan, 'Enggak benar ini', dia dasarnya apa? Enggak jelas juga," komentar pakar hukum tersebut. (TribunWow.com/Brigitta)