UU Cipta Kerja
YLBHI Ungkap Kasus Pendemo Dianiaya Aparat, Mahfud MD Balas: Polisi yang Dilempar Batu Kan Banyak
Menko Polhukam Mahfud MD menanggapi fakta sejumlah pendemo direpresi oleh aparat keamanan.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menanggapi fakta sejumlah pendemo direpresi oleh aparat keamanan.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Mata Najwa di kanal YouTube Najwa Shihab, Rabu (14/10/2020).
Diketahui sebelumnya aksi demonstrasi menolak omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) di sejumlah daerah berujung ricuh.

Baca juga: KAMI Dituding Dalang Demo, Seloroh Gatot Nurmantyo: Belum 2 Bulan Bisa Kerahkan Jutaan Orang
Menurut data Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), sejumlah mahasiswa, buruh, dan masyarakat yang ditangkap saat demo mendapat kekerasan dari aparat keamanan.
Awalnya fakta itu diungkapkan Direktur YLBHI Asfinawati.
Ia menyebutkan banyak peserta aksi yang sudah ditangkap bahkan saat berangkat menuju lokasi.
"Banyak sekali orang ditangkap saat sebelum menuju aksi. Jadi bagaimana dia bisa melakukan kerusuhan? Sampai ke tempat aksi saja belum," ungkap Asfinawati.
Ia menyinggung sebelumnya ada instruksi dari Kapolri Idham Azis yang meminta setiap daerah mengantisipasi aksi demo.
Menurut Asfinawati, tindakan represi para aparat didukung oleh surat edaran ini dan instruksi dari Polri.
"Itu sesuai dengan surat edaran telegram Kapolri yang meminta untuk mencegah aksi unjuk rasa," ungkit Asfinawati.
"Itu dibuktikan juga. Ribuan orang ditangkap, hanya sedikit yang diproses," lanjutnya.
Baca juga: Beberkan Alasan Demokrat Tolak UU Cipta Kerja, SBY: Begitu Disahkan Hampir Pasti Terjadi Perlawanan
Ia menuturkan YLBHI banyak menerima laporan dari pendemo yang mendapat tindakan represif dari aparat.
"Sebetulnya banyak dari mereka, sebagian besar, pengaduan kepada kami, mereka dipukul dan itu terjadi di seluruh tempat. Artinya ini bukan cuma Polda, ini inisiatif di atas Polda," komentar Asfinawati.
"Negara harus mempertahankan demokrasi dengan tidak mencegah orang melakukan demonstrasi, serta mengejar, memukul orang yang melakukan aksi. Negara hukum Indonesia dipertaruhkan saat ini," tegasnya.
Mahfud MD lalu menanggapi hal tersebut.
Ia menilai bukan hanya pendemo yang mendapat penganiayaan, tetapi aparat kepolisian juga.
"Kalau bicara, aparat yang ditindak keras oleh demonstran 'kan banyak. Polisi yang dilempari batu, polisi yang diludahi," balas Mahfud MD.
"Kalau insiden begitu banyak. Saya bisa balik pertanyaan Anda, kalau polisi dianiaya apa mereka tidak dianggap manusia juga?" singgungnya.
Lihat videonya mulai menit 0.40:
Dosen Jadi Korban Penganiayaan, Diduga Salah Tangkap karena Dikira Pendemo
Kabid Propam Polda Sulsel Kombes Pol Agoeng Adi Kurniawan menanggapi kasus dugaan salah tangkap terhadap seorang dosen berinisial AM (21) di Makassar, Sulawesi Selatan.
Dilansir TribunWow.com, AM mengalami penganiayaan karena dikira peserta demo tolak omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Meskipun telah menjelaskan dirinya adalah dosen dan bukan peserta demo, AM tetap mendapat pukulan di bagian wajah, kepala, dan kaki.
Baca juga: Hendak Beli Makan, Dosen Dianiaya Polisi karena Dikira Sempat Ikut Demo: Saya Mengira Itu Ajal Saya
Menurut Agoeng, pihak Propam baru mengetahui peristiwa tersebut.
“Terkait salah satu dosen yang menjadi korban salah tangkap dan dianaya, kita baru membaca berita tersebut," kata Agoeng, dikutip dari TribunMakassar.com, Minggu (11/10/2020).
"Kita juga belum dapat laporan. Tapi kita selidiki," tambahnya.
Menanggapi kasus tersebut, Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum PBHI Sulsel Syamsumarlin menyebutkan pihaknya akan mendampingi korban dalam proses hukum menuntut keadilan.
Syamsumarlin juga mendesak Propam memberi sanksi tegas kepada oknum yang melakukan penganiayaan tersebut.

"Secara kelembagaan, PBHI Sulsel mendesak agar Kapolda Sulsel memberikan atensi dan mengusut tuntas kasus ini," tegas Syamsumarlin, dikutip dari Tribun-Timur.com, Minggu.
"Serta memberikan tindakan tegas baik secara etik maupun proses pidana terhadap anggota yang melakukan tindakan pemukulan secara brutal terhadap korban AM," tambahnya.
Syamsumarlin berharap kasus tersebut dapat ditindaklanjuti karena dinilai sangat tidak manusiawi dan melanggar hak asasi manusia.
Pihaknya menegaskan akan membantu mendampingi pelaporan korban.
Baca juga: Selidiki Dalang Rusuh Demo UU Cipta Kerja, Polisi Temukan Ada Pemasok Batu hingga Bom Molotov
"Pelaku kita harapkan dapat diproses secara intitusi terkait pelanggaran etik profesi kepolisian," komentar dia.
"Di samping itu kita akan melaporkan tindak pidana yang dialami oleh korban, selain itu kita akan melakukan upaya pengaduan agar situasi ini atau tindakan ini direspon serta ditindak lanjuti oleh Kompolnas hingga Komnas HAM," tambah Syamsumarlin.
Ia menyebutkan kasus semacam ini kerap terjadi.
Syamsumarlin mengecam tindakan penganiayaan itu sebagai pelanggaran HAM dan hak politik warga sipil.
"Kita harapkan kepada Kapolda Sulsel untuk dapat mengatensi kasus ini, karena ini berkaitan dengan marwah dan bagaimana menjaga institusi kepolisian agar tidak melakukan tindakan represif yang kemudian sangat tidak manusiawi yang jelas melanggar peraturan negara kita," tegasnya.
Menurut Syamsumarlin, AM sama sekali tidak terlibat aksi unjuk rasa pada Kamis (8/10/2020) tersebut.
Korban tetap mengalami kekerasan fisik dan verbal meskipun telah menjelaskan identitasnya sebagai dosen.
"Apalagi korban ini adalah dosen, apalagi pada saat itu korban sudah memperlihatkan identitas diri bahwa korban adalah dosen, tetapi tetap dilakukan tindakan brutal terhadap korban. Sehingga ini mencoreng institusi (kepolisian) ketika dilakukan pembiaran," ungkap Syamsumarlin. (TribunWow.com/Brigitta)