Breaking News:

UU Cipta Kerja

Beredar Draf 'Palsu' UU Cipta Kerja, Refly Harun Sebut yang Asli pun Tak Ada: Jadi Jangan Salahkan

Pakar hukum tata negara Refly Harun menyoroti tidak terbukanya pembahasan omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Capture YouTube Refly Harun
Pakar hukum Refly Harun menjelaskan dampak buruk yang terjadi jika RUU Omnibus Law (Cipta Kerja) disahkan, diunggah Senin (5/10/2020). 

Selain itu, ia menyinggung keotonomian daerah yang akan dilanggar dengan menarik kewenangan ke pemerintah pusat.

Bima Arya menegaskan dirinya sebagai kepala daerah menolak UU Cipta Kerja khusus pada bagian tersebut.

"Utamanya adalah semangat otonomi daerah seluas-luasnya berdasarkan konstitusi kita di era reformasi," tegasnya.

Baca juga: Lihat Cara TNI Ungkap Penyusup Demo UU Cipta Kerja: Anda dari Mana? Mahasiswa Bukan?

"Karena itu sedari awal kami mengkritisi ini, khususnya yang terkait penataan tata ruang, perlindungan lingkungan hidup, perizinan, dan pelayanan publik," tambah Bima.

Ia menjelaskan hal itu dapat disimpulkan setelah melihat draf UU Cipta Kerja.

Bima mengaku dirinya sudah mendapat draf final yang disahkan DPR.

Sebagai informasi, draf UU Cipta Kerja yang beredar di masyarakat disebut-sebut belum final dan belum ada rilisan resmi dari DPR.

Berdasarkan 'draf final' tersebut, Bima menilai tidak banyak perubahan yang ia temui sejak awal UU Cipta Kerja dicetuskan.

"Dari draf yang saya pegang, draf ini diberikan oleh teman-teman DPR, ini draf dari Baleg, 5 Oktober kemarin. Jadi saya asumsikan bahwa ini adalah draf final," ungkit Bima.

"Dari draf yang saya pegang, saya melihat tidak ada perubahan berarti sejak pertama kali kami melihat konsep itu," lanjutnya.

"Pertama terlihat jelas bagaimana birokrasi perizinan mencoba disederhanakan, tetpai kemudian kita melihat ada kewenangan daerah yang ditarik ke pusat, seperti Amdal," jelas dia. (TribunWow.com/Brigitta)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
UU Cipta KerjaRefly HarunOmnibus LawYouTubeDPR RI
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved