UU Cipta Kerja
Detik-detik Seorang Mahasiswi Tenangkan Pendemo Tolak UU Cipta Kerja di Harmoni: Gue Mohon
Seorang perempuan berhasil tenangkan massa pendemo di Harmoni. Perempuan itu Qonita Syehmala, mahasiswi Universitas Islam Syekh-Yusuf (UNIS) Tangerang
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNWOW.COM - Ada yang menarik dari aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang terjadi Kamis (8/10/2020) ini.
Seorang perempuan berhasil menenangkan massa pedemo.
Setelah kerusuhan pecah pada pukul 14.30 WIB, massa aksi terurai di tiga titik.
Baca juga: Kepala Mahasiswi Berdarah Kena Lemparan Besi saat Demo Tolak UU Cipta Kerja, Lihat Penampakannya
Baca juga: UPDATE Daftar Titik Konsentrasi Massa Demo UU Cipta Kerja di Jakarta, Bogor, Demo, Tangerang, Bekasi
Pantauan Kompas.com, aksi massa berlangsung di Jalan Suryopranoto saat itu.
Massa masih meneriakkan yel-yel dan memaksa masuk untuk melewati barikade polisi.
Pada saat itu, seorang perempuan tampil sebagai orator.
Dia berhasil menenangkan pedemo, meski cuma sebentar.
Perempuan itu bernama Qonita Syehmala, mahasiswi dari Universitas Islam Syekh-Yusuf (UNIS) Tangerang.
Dengan berapi-api, Qonita berorasi di atas mobil pengurai massa (RAISA) milik kepolisian.
"Tenang teman-teman, mereka polisi hanya bertugas menjaga keamanan," seru Qonita.
Qonita menenangkan massa yang masih ingin bergerak ke Istana Negara.
Dia mengatakan, aspirasi massa aksi tidak akan didengar jika mereka tidak dapat tenang.
Qonita bahkan mengingatkan massa agar tidak memancing keributan.
Baca juga: Suasana Demo Tolak UU Cipta Kerja di 11 Daerah, Gedung DPRD Dibakar hingga Malioboro Dirusak
Baca juga: Polisi Amankan 59 Pelajar dan Pengangguran yang akan Ikut Demo, Bawa Ketapel hingga Tembakau Gorila
"Gue mohon, jangan memancing keributan," ucap dia.
Setelah itu, Qonita meminta massa untuk duduk tenang.
Massa pun menurut. Mereka mulai tenang dan duduk di tengah jalan, situasi pun kondusif.
Namun, sayang suasana di Jalan Suryopranoto yang sempat tenang tersebut kembali ricuh.
Massa yang sebelumnya terpecah di tiga titik kembali ribut.
Setelah itu, terdengar suara tembakan gas air mata dari arah Simpang Harmoni.
Bahkan, pos polisi Harmoni ikut terbakar. Suasana bertambah panas jelang sore.
Asap dari kebakaran pos polisi terlihat membumbung tinggi.
Pos tersebut tepat berada di perempatan besar Harmoni.
Di sekeliling pos, banyak juga massa yang melempari polisi di arah Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara.
Polisi juga berusaha menghalau massa.
Hingga malam hari, bentrokan masih terjadi.
Baca juga: 4 Daerah yang Ricuh saat Mahasiswa Demo Tolak UU Cipta Kerja, Ketua DPRD Sumbar sampai Dilempari
Baca juga: Video Situasi Demo Mahasiswa Tolak UU Cipta Kerja di Harmoni, Berujung Ricuh: Kita Geruduk Istana
Sementara itu diketahui, pengesahan UU Cipta Kerja pada Senin (5/10/2020) menuai protes keras dari publik.
Selain bermasalah dari segi prosedur pembahasan dan pengesahannya, UU Cipta Kerja tersebut merugikan para pekerja, selain juga diprediksi berdampak buruk bagi lingkungan hidup.
Berikut Sorotan terkait Omnibus Law Cipta Kerja:
Penghapusan upah minimum
Salah satu poin yang ditolak serikat buruh adalah penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan diganti dengan upah minimum provinsi (UMP).
Penghapusan itu dinilai membuat upah pekerja lebih rendah.
Padahal, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan tak boleh ada pekerja yang mendapat upah di bawah upah minimum.
Baik UMP dan UMK, ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan bupati/wali kota.
Penetapan UMK dan UMP didasarkan atas perhitungan Kebutuhan Layak Hidup atau KLH.
Baca juga: Setelah Rusuh di Jalan Daan Mogot Tangerang, Massa Demo Tolak UU Cipta Kerja Kini Bergerak Bebas
Baca juga: Ngaku Ingin Bubarkan Demo di DPRD Kalsel karena Kesal Tak Bisa Lewat, Pria Ini Tertangkap Bawa Sajam
Jam lembur lebih lama
Dalam draf omnibus law Bab IV tentang Ketenagakerjaan Pasal 78 disebutkan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam sehari dan 18 jam seminggu.
Ketentuan jam lembur itu lebih lama dibandingkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, yang menyebut kerja lembur dalam satu hari maksimal 3 jam dan 14 jam dalam satu minggu.
Kontrak seumur hidup dan rentan PHK
Dalam RUU Cipta Kerja salah satu poin Pasal 61 mengatur perjanjian kerja berakhir pada saat pekerjaan selesai.
Sementara, Pasal 61A menambahkan ketentuan kewajiban bagi pengusaha untuk memberikan kompensasi kepada pekerja yang hubungan kerjanya berakhir.
Dengan aturan ini, RUU Cipta Kerja dinilai merugikan pekerja karena ketimpangan relasi kuasa dalam pembuatan kesepakatan.
Sebab, jangka waktu kontrak akan berada di tangan pengusaha yang berpotensi membuat status kontrak pekerja menjadi abadi.
Bahkan, pengusaha dinilai bisa mem-PHK pekerja sewaktu-waktu.
Pemotongan waktu istirahat
Pada Pasal 79 ayat 2 poin b dikatakan waktu istirahat mingguan adalah satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.
Selain itu, dalam ayat 5, RUU ini juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun.
Cuti panjang disebut akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Hal tersebut jauh berbeda dari UU Ketenagakerjaan sebelumnya yang menjelaskan secara detail soal cuti atau istirahat panjang bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun di perusahaan yang sama.
Baca juga: Aksi Massa Demo Tolak UU Cipta Kerja, Ricuh di Yogyakarta dan Medan hingga Blokade Jalan di Bekasi
Mempermudah perekrutan TKA
Pasal 42 tentang kemudahan izin bagi tenaga kerja asing (TKA) merupakan salah satu pasal yang paling ditentang serikat pekerja.
Pasal tersebut akan mengamandemen Pasal 42 UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang mewajibkan TKA mendapat izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Jika mengacu pada Perpres Nomor 20 Tahun 2018, diatur TKA harus mengantongi beberapa perizinan seperti Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Visa Tinggal Terbatas (VITAS), dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).
Pengesahan RUU Omnibus Law akan mempermudah perizinan TKA, karena perusahaan yang menjadi sponsor TKA hanya perlu membutuhkan RPTKA saja. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Seorang Mahasiswi Tenangkan Amuk Massa Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja di Harmoni" dan judul "[UPDATE] Titik-titik Konsentrasi Massa di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi"