Pilpres Amerika Serikat 2020
Trump atau Biden, Capres AS yang Diinginkan Menang oleh China, Rusia, dan Iran? Ini Kata Intelijen
Debat pertama Pilpres AS antara calon petahana Presiden Donald Trump dan mantan Wakil Presiden Joe Biden sudah digelar pada Selasa 29 September 2020.
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNWOW.COM - Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) 2020 kian dekat.
Debat pertama Pilpres AS antara calon petahana Presiden Donald Trump dan mantan Wakil Presiden Joe Biden sudah digelar pada Selasa 29 September 2020 malam.
Menurut jadwal, Pilpres AS akan digelar pada 3 November 2020.
Trump merupakan calon dari Partai Republik, sementara Joe Biden dari Partai Demokrat.
Lalu muncul pertanyaan, apakah Kremlin (Rusia) akan berusaha mempertahankan Donald Trump sebagai presiden?
Dan apakah Beijing (China) memberikan dukungan moral kepada Joe Biden?
• Debat Perdana Pilpres AS Trump dan Biden Berjalan Kacau, Mantan Wakil Obama: Bisa Diam Tidak Bung?
Dilansir BBC, pertanyaan-pertanyaan itu muncul di kalangan komunitas intelijen Amerika Serikat (AS) menjelang pemilihan presiden November ini.
Penilaian seorang pejabat tinggi menyebutkan kekuatan-kekuatan asing akan menggunakan, "langkah-langkah menebar pengaruh baik tersembunyi maupun terbuka" guna mempengaruhi pemilih AS.
Kekuatan asing yang dia sebut secara eksplisit adalah Rusia, China dan Iran.
Tiga negara itu tidak bisa disamaratakan, karena menurut pandangan intelijen AS, masing-masing mempunyai tujuan dan kemampuan sendiri. Penilaian itu menjadi sorotan.
Seorang pembocor rahasia baru-baru ini diduga diminta untuk merendahkan ancaman dari Rusia karena "membuat presiden tampak buruk".

RUSIA
Apa yang dikatakan oleh intelijen?
Seperti yang mungkin sudah diketahui, Rusia mencuri panggung dalam pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2016 dan sesudahnya.
Singkatnya, intelijen AS meyakini Rusia berusaha mempengaruhi pemilih agar mendukung Donald Trump, merujuk pada pertemuan antara timnya dan para pejabat Rusia, serangan siber terhadap tim kampanye Hillary Clinton dalam pilpres lalu dan Demokrat, serangan terhadap database pemilih, serta upaya-upaya untuk membesar-besarkan materi bohong atau memihak di online.