Breaking News:

Terkini Nasional

Ungkapkan 'Unek-unek' soal Kasus Djoko Tjandra, MAKI Soroti Peran KPK: Biasanya Canggih Menyadap

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkapkan 'unek-unek' tentang buron Djoko Tjandra.

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Capture YouTube Indonesia Lawyers Club
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mempertanyakan peran KPK dalam kasus Djoko Tjandra, dalam ILC, Selasa (21/7/2020). 

TRIBUNWOW.COM - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkapkan 'unek-unek' tentang buron Djoko Tjandra.

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan saat diundang dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di TvOne, Selasa (21/7/2020).

Diketahui buron kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Bank Bali Djoko Tjandra diburu sejak 2009.

Kolase foto terdakwa dalam kasus cessie Bank Bali, Djoko S Tjandra.
Kolase foto terdakwa dalam kasus cessie Bank Bali, Djoko S Tjandra. (KOMPAS/Danu Kusworo/Ign Haryanto)

Saat jejaknya terdeteksi pada 8 Juni 2020 lalu, ia kembali lolos.

MAKI kemudian menyoroti lolosnya Djoko Tjandra tersebut dan peran sejumlah institusi yang terlibat mengusut kasus.

"Mudah-mudahan ini segera bisa dilakukan rapat dengar pendapat dengan seluruh mitranya, terutama kepolisian, kejaksaan, kemudian imigrasi," jelas Boyamin Saiman.

Boyamin turut menyinggung absennya peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus Djoko Tjandra.

"Kalau perlu KPK dipanggil. Kenapa KPK kok juga tidak tahu ada pergerakan kayak begini? Biasanya 'kan canggih menyadap segala macam," sindirnya.

"Inilah unek-unek saya terpaksa saya keluarkan," tambahnya.

Ia kemudian menyinggung hilangnya Djoko Tjandra dari daftar red notice Interpol.

Sebelumnya Kejaksaan Agung mengajukan nama Djoko Tjandra dalam red notice melalui Sekretaris NCB Interpol Indonesia pada 2009.

Red notice adalah notifikasi Interpol untuk mencari buronan kejahatan atas permintaan negara anggota.

Syarat untuk mengajukan red notice termasuk surat penangkapan, surat daftar pencarian orang (DPO), perlintasan, sidik jari, serta melakukan gelar perkara di Bareskrim Polri.

Namun Polri berkilah red notice Djoko Tjandra sudah memasuki kedaluwarsa dan terhapus secara otomatis pada 2014.

Maka dari itu Djoko Tjandra dapat bepergian secara bebas dan diisukan muncul di beberapa negara.

Hal ini turut menjadi perhatian Boyamin.

"Sudah saya buka di sini kalau urusan NCB membuat red notice hilang itu," ungkitnya.

Ia menambahkan, Djoko Tjandra bahkan mendapat surat jalan khusus kepolisian.

Surat jalan tersebut diterbitkan oleh Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo.

"Terus surat jalan. Sudah kita mengapresiasi kepolisian yang tegas," komentar Boyamin.

Prasetijo kemudian dicopot dari jabatannya.

"Saya tahu persis ketika saya datang ke Komisi III DPR RI, saya dikabari teman-teman di kepolisian yang masih punya idealisme prihatin dan mengatakan seharian itu sudah diperiksa," kata Boyamin.

Lihat videonya mulai menit 3:00: 

Usulan IPW ke KPK

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus turun tangan dalam kasus Djoko Tjandra.

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Kompas Petang, Sabtu (18/7/2020).

Ia menyinggung adanya dugaan gratifikasi dari buron kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali Djoko Tjandra.

 Mendebat Pengamat Kepolisian soal Red Notice Djoko Tjandra, MAKI: Ada Penyalahgunaan Wewenang

Gratifikasi tersebut diduga dilakukan terhadap petinggi polisi yang telah menerbitkan surat jalan Djoko Tjandra.

"Di media sosial, di masyarakat beredar adanya sekian miliar yang dikeluarkan Djoko Tjandra untuk oknum," papar Neta S Pane.

"Bahkan di situ disebutkan nama dan inisial," lanjutnya.

Ia menjelaskan kasus itu belum tentu dapat diusut institusi Polri.

Neta mendorong kasus tersebut dapat diserahkan ke KPK sebagai lembaga antirasuah.

"Saya kira ini harus diusut. Kita tidak bisa berharap banyak polisi yang mengusutnya," ungkap Neta.

"Sebab itulah KPK harus masuk karena ini tugas KPK sebenarnya," tegasnya.

Neta menyinggung peran Ketua KPK Komjen Firli Bahuri yang seharusnya berani menuntaskan kasus yang terjadi pada tahun 1999 tersebut.

"Tapi pertanyaannya, apakah KPK berani? Kita berharap Pak Firli sebagai Komjen yang masih aktif sekarang punya keberanian untuk mengusut ini," jelas Neta.

"Sangat dimungkinkan, karena itu tugas KPK," tegasnya.

 Kesaktian Buron Djoko Tjandra Bebas Masuk Indonesia, Terhapusnya Red Notice dan Dapat Surat Jalan

Selain itu, Neta menilai perlu dibentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen.

Ia mengusulkan Menko Polhukam, Mahfud MD, dapat menjadi pemimpin TGPF.

"Sejak awal IPW mendorong supaya dibentuk tim pencari fakta supaya independen, supaya marwah kepolisian terjaga," paparnya.

"Itu bisa dipimpin oleh Pak Mahfud misalnya sebagai Menko Polhukam," kata Neta.

Neta kemudian mengkritik Mahfud MD yang berinisiatif membangunkan kembali Tim Pemburu Koruptor.

Menurut dia, keberadaan tim tersebut tidak efektif karena buron kasus Djoko Tjandra saja dapat lolos dari pengawasan penegak hukum.

"Ketimbang Pak Mahfud membikin tim pemburu koruptor, enggak ada gunanya. Orang koruptornya sudah datang dikasih karpet merah oleh jenderal-jenderal polisi itu, ngapain dibentuk tim?" sindir Neta.

"Mending Pak Mahfud mengonsolidasikan lembaga-lembaga di bawahnya, kemudian memberantas korupsi lewat institusi-institusi itu," jelasnya.

"Tim ini dipimpin Pak Mahfud supaya lebih independen dan marwah kepolisian terjaga," tutup Neta. (TribunWow.com/ Brigitta Winasis)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Djoko TjandraKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK)Indonesia Lawyers Club (ILC)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved