Terkini Nasional
Refly Harun: Hapus Presidential Threshold dan Buat Sistem Keadilan Pemilu yang Bisa Cegah Kecurangan
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun tegas meminta supaya aturan Presidential Threshold bisa dihilangkan untuk gelaran Pilpres ke depannya.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun tegas meminta supaya aturan Presidential Threshold bisa dihilangkan untuk gelaran Pilpres ke depannya.
Hal ini disampaikan saat menjadi narasumber dalam acara Dua Sisi 'tvOne', Kamis (9/7/2020).
Dilansir TribunWow.com, Refly Harun menilai adanya aturan Presidential Threshold justru membebankan kepada para calon presiden yang ingin mencalonkan diri.

• Sebut Harus Hormati Mahkamah Agung, Eggi Sudjana: Kalau MA Terlalu Lambat, KPU Kecepetan Banget
Seperti yang diketahui, para calon presiden harus bisa memenuhi syarat ambang batas yang sudah ditentukan, yakni setidaknya mempunyai 25% kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau mendapatkan 20% suara sah nasional dalam Pemilu Legislatif.
Akibatnya sudah dua kali perhelatan Pilpres hanya diikuti oleh dua pasangan calon, yakni pada tahun 2014 dan 2019.
Sedangkan ketika hanya ada dua pasangan calon yang maju, maka pasangan terpilih harus memenuhi syarat dari persebaran suara.
Yakni setidaknya memenangi suara di setengah jumlah provinsi di Indonesia, termasuk juga mendapatkan minimal 20 persen suara di seluruh provinsi.
Kondisi seperti itulah yang justru menimbulkan polemik seperti yang terjadi saat ini.
Menurutnya, dengan dihapusnya Presidential Threshold maka bisa akan lebih banyak calon presiden yang mencalonkan diri.
Dan tentunya akan memberikan persaingan yang lebih kompetitif dan sehat.
"Ke depan menurut saya, kita harus menghilangkan Presidential Threshold," ujar Refly Harun.
"Masalah ini karena ada Presidential Threshold," imbuhnya.
• Refly Harun Sebut Mahkamah Agung Lalai, Ungkap Fungsi Penting Putusan MA jika Keluarnya Lebih Cepat
Selain itu, Refly Harun meminta adanya perbaikan dalam sistem pemilu yang mengarah kepada keadilan, sehingga hasil dari Pemilu tersebut bisa dengan mudah diterima oleh masyarakat.
Termasuk untuk mencegah adanya kecurangan dalam bentuk apapun, tidak hanya di tingkat Pilpres.
"Yang kedua, kita harus membuat sebuah sistem pemilu, sistem keadilan pemilu yang bisa mencegah orang yang curang, siapapun dia. Entah itu legislator, entah itu calon presiden," kata Refly Harun.
"Sistem pemilu kita harus bisa mendeteksi itu dan menegakkan hukum yang secara tegak dan jelas," pungkasnya
Simak videonya mulai menit ke- 4.02:
Refly Harun Sebut Mahkamah Agung Lalai
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyoroti sikap dari Mahkamah Agung (MA) terkait putusan atas polemik sengketa Pilpres 2019.
Sorotan tersebut diberikan menyusul putusan yang dikeluarkan dinilai cukup lama.
Dilansir TribunWow.com, MA telah mengabulkan gugatan dari Rachmawati Soekarnoputri selaku Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

• Refly Harun Sebut Sengketa Pilpres 2019 Tak Mungkin Terjadi jika Tak Mati-matian Pertahankan Hal Ini
Namun yang menjadi persoalan, putusan dari MA tersebut baru keluar pada 28 Oktober 2019.
Atau bisa dikatakan lima bulan sejak tanggal pengajuan, yakni pada 13 Mei 2019.
Oleh karena itu, Refly Harun menyebut bahwa MA sudah lalai dalam menyikapi permasalahan yang sebenarnya merupakan persoalan besar dan menentukan.
"Tapi yang menjadi persoaalan adalah, ini juga kritik untuk Mahkamah Agung, kalau ada kasus sebesar ini, mengapa terlambat sekali diputuskannya," ujar Refly Harun.
Refly Harun juga menyayangkan putusan dari MA tersebut yang baru keluar setelah perhelatan Pilpres selesai.
Menurutnya, jika putusan tersebut bisa lebih cepat keluarnya maka bisa untuk memantabkan hasil Pilpres dan juga tidak mungkin mengakibatkan polemik.
"Menurut saya ketika kasus itu didaftarkan pada tanggal 13 Mei dan baru diputuskan 28 Oktober, menurut saya ada kelalaian yang luar biasa untuk memutuskan masalah ini," kata Refly Harun.
"Padahal kalau diputuskan lebih cepat justru kan lebih ada kepastian hukumnya dan tidak memunculkan katakanlah polemik seperti ini," jelasnya.
"Karena putusan Mahkamah Agung itu akan menjadi bahan pertimbangan bagi KPU untuk memutuskan hasil pemilu dan menjadi pertimbangan bagi MK juga untuk memutuskan gugatan atau permohonan hasil pemilu tersebut," sambungnya.
• Refly Harun Ungkap 2 Pandangan atas Putusan MA terkait Sengketa Pilpres: Waktu dan Substansi
Oleh karena itu, Refly Harun menilai putusan yang dikeluarkan oleh MA tersebut sudah tidak berarti apa-apa lagi, atau bisa dikatakan tidak akan mempengaruhi hasil Pilpres 2019 yang memenangkan pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Maruf Amin.
"Sekarang semua proses sudah berakhir, kita baru tahu putusannya pada 3 Juli, dan putusannya sendiri diambil pada 28 Oktober," ucap Refly Harun. (TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)