Terkini Nasional
Ekstradisi Maria Pauline Dituding Pengalihan Isu, Yasonna Laoly Bantah: Gampang Mengatakan Begitu
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membantah penangkapan buron Maria Pauline Lumowa sebagai pengalihan isu.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membantah penangkapan buron Maria Pauline Lumowa sebagai pengalihan isu.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan saat diundang dalam acara Rosi di Kompas TV, Kamis (9/7/2020).
Sebelumnya pemerintah berhasil mengekstradisi tersangka pembobolan BNI pada 2002, Maria Pauline Lumowa, dari Serbia.

• Maria Pauline Lumowa Bantah Dirinya Pelaku Utama Pembobolan Bank BNI: Jelas Saya Sangkal
Penangkapan Maria Pauline Lumowa kemudian menuai sorotan publik, terutama setelah buron kasus korupsi lainnya, Djoko Tjandra, kembali lolos setelah diburu 10 tahun lebih.
Meskipun begitu, Yasonna membantah penangkapan Maria Pauline Lumowa hanya sebagai pengalihan isu.
"Pengalihan isu? We have been working for this one year (Kami sudah bekerja keras selama satu tahun)," sanggah Yasonna Laoly.
Ia menyinggung tidak mungkin mengumumkan besar-besaran upaya ekstradisi, mengingat kemungkinan buron masih dapat lolos.
"Ini kita sudah kerjakan diam-diam," ungkap Yasonna.
"Coba ini kita gubrak-gubrak, 'Saya akan pergi ke sana, ambil'," lanjutnya.
Ia menegaskan penangkapan Maria Pauline adalah upaya negara menegakkan hukum terhadap kasus kejahatan perbankan.
Diketahui kerugian negara yang ditimbulkan Maria Pauline dan 11 tersangka lainnya mencapai Rp 1,7 triliun.
"Negara lain itu 'kan juga akan melakukan upaya-upaya hukum yang sama untuk melindungi warga negaranya," jelas Yasonna.
Sebelum akhirnya berhasil ditangkap di Serbia, upaya ektradisi sempat diajukan terhadap Pemerintah Belanda.
Namun upaya itu ditolak.
• 6 Fakta Pembobol BNI Rp 1,7 T Maria Pauline Lumowa: Larikan Diri 17 Tahun, Ektradisi Hampir Gagal
"Sudah dua kali kita coba," paparnya.
"Jadi it's easy to say (gampang mengatakan seperti itu). Bisa mengatakan gampanglah itu, ini pengalihan isu," kata Yasonna.
Ia menegaskan tidak ada pengalihan isu dapat penangkapan tersebut.
Yasonna mengungkit upaya ekstradisi sudah dilakukan sejak Maria Pauline Lumowa ditangkap di Interpol Serbia pada 16 Juli 2019.
"Sejak kapan kita mengalihkan isu? Orang sudah dikerjakan setahun," tegasnya.
"Putusan pengadilan saja sudah April yang lalu. Sebelumnya kita sudah datangkan tim dan kemudian harus kita ambil sebelum 16 Juli," lanjut Yasonna.
Ia menilai tudingan publik akan lebih parah jika pemerintah tidak segera menjemput Maria Pauline setelah izin ekstradisi diterbitkan.
"Coba bayangkan kalau sudah ada putusan pengadilan, kita tidak melakukan upaya hukum, tidak mengambilnya," kata Yasonna.
"Nanti dibilang, 'Pak Laoly sudah dapat uang 500 ribu dollar'," sindirnya.
Hal itu ia ungkit mengingat pengacara Maria Pauline sempat berupaya menyuap otoritas penegak hukum Serbia.
"Yang benar aja? Kalau kita mau, bisa-bisa saja, tapi that's not us (itu bukan kami)," tandasnya.
• Pengacara Maria Pauline Sempat Hendak Suap Pemerintah Serbia, Yasonna Laoly: Tawarkan 500 Ribu Euro
Lihat videonya mulai menit ke-6.30:
Pengacara Maria Pauline Sempat Hendak Suap Pemerintah Serbia
Dalam tayangan yang sama, Yasonna mengungkapkan ada proses panjang penyelidikan terhadap Maria Pauline sejak upaya ekstradisi dilakukan pada 2019.
Dalam penyelidikan, terungkap pengacara Maria Pauline sempat berusaha menyuap otoritas pengadilan setempat.
Yasonna menjelaskan Pemerintah Indonesia mengajukan ekstradisi kepada pengadilan setempat di Serbia.
Pengajuan itu akhirnya dikabulkan, bahkan saat pengacara Maria Pauline mengajukan banding.
"Diputuskan oleh pengadilan dapat dilakukan ekstradisi, pengacaranya banding, pengadilan tinggi juga tetap mengabulkan," kata Yasonna Laoly.
Ia menyinggung pemerintah juga melakukan lobi-lobi politik dalam upaya tersebut.
"Tetapi apapun itu tetap menjadi kedaulatan negara untuk meneruskan atau tidak. Maka diperlukan, di samping putusan pengadilan, high level lobby pada Pemerintah Serbia," paparnya.
Menurut Yasonna, tim dari Polri dan duta besar berupaya membantu proses ekstradisi.
Ia kemudian mengungkapkan fakta yang ditemukan Kementerian Kehakiman Serbia.
"Sebelum saya berangkat tanggal 8 siang, saya bertemu dengan Asisten Menteri Kehakiman Serbia," kata Yasonna.
• 17 Tahun Buron karena Bobol Bank BNI, Kini Maria Pauline Kenakan Rompi Oranye saat Tiba di Jakarta
Saat menanyakan proses hukum di negara Eropa tersebut, terungkap pengacara Maria Pauline berupaya menyuap otoritas penegak hukum.
Jumlah yang ditawarkan mencapai 500 ribu Euro atau setara Rp 8 miliar.
Meskipun begitu, upaya suap itu ditolak dan berujung penahanan pengacara Maria Pauline.
"Tentu pengacaranya berkali-kali, bahkan mengatakan pertamanya ditawarkan 100 ribu Euro pada otoritas Serbia," ungkap Yasonna.
"Tidak mempan, 300 ribu. Akhirnya pengacaranya ditahan," paparnya.
"Lima ratus ribu terakhir, ditolak," tambah Yasonna.
Ia mengapresiasi sikap tegas penegak hukum Serbia tersebut.
Menurut Yasonna, Pemerintah Serbia sendiri sedang berupaya memberantas tindak pidana korupsi di negaranya.
"Ini menunjukkan suatu komitmen, tentunya di samping mereka sebagai sebuah negara yang juga taat kepada ketentuan hukum dan sedang berupaya keras melakukan pencegahan tindak pidana korupsi," jelasnya.
"Mereka disamping itu sangat-sangat menghormati hubungan baik antara Indonesia dengan Serbia," tambah Yasonna.(TribunWow.com/Brigitta Winasis)