Terkini Daerah
Tegaskan Dirinya sebagai Jenderal Perang di Surabaya, Risma: Saya Pemimpin, Tidak Boleh Sakit Hati
Tri Rismaharini alias Risma akhirnya buka suara soal aksinya bersujud kepada Dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di wilayahnya.
Penulis: Mariah Gipty
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini alias Risma akhirnya buka suara soal aksinya bersujud kepada Dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di wilayahnya, bernama dokter Sudarsono
Risma mengaku melakukan hal itu karena dokter Sudarsono mengatakan bahwa rumah sakit untuk menampung pasien Covid-19 di daerahnya penuh.
Dalam kesempatan itu, Risma menegaskan dirinya adalah jenderal perang Covid-19 di Indonesia.
Menurut Risma, apa yang dikatakan dokter itu tidak benar.

• Akhirnya Risma Buka Suara soal Aksi Sujud di Kaki Dokter: Saya adalah Jenderal Perangnya di Surabaya
Bahkan, ada rumah sakit dekat rumah dokter itu yang masih kosong,
"Jadi saat itu kan Beliaunya menyampaikan bahwa ada masalah begitu, seperti rumah sakit penuh dan sebagainya."
"Padahal rumah sakit di depan Pak Dokter ini mungkin naik mobil lima menit 10 menit itu kosong, saya sudah menyiapkan kurang lebih 200 bed yang sampai hingga hari ini belum ditempati," jelas Risma.
Selain itu, dirinya juga selalu mendata bagaimana kondisi rumah sakit.
"Kemudian kita juga setiap hari mendata rumah sakit-rumah sakit yang lain itu masih banyak yang kosong tapi kenapa kemudian dikatakan penuh?," imbuhnya.
Tak hanya itu, pihaknya juga memiliki informasi penanganan Covid-19 melalui website.
• Kumpulkan Pimpinan RS di Surabaya, Risma Bagikan Kertas: Diisi Nggih, Apapun Keluhan Panjenengan
Ambulans juga disiapkan selama 24 jam untuk menjemput pasien yang butuh ke rumah sakit.
"Nah Beliau menyampaikan bahwa kita enggak bisa merujuk bahwa, kami sebetulnya punya laman covidsurabaya.go.id yang sebetulnya pengaduan bisa di situ termasuk 112 pasti kami kemudian bisa antar, karena kami menyiapkan 24 jam ambulans kurang lebih ada 18 ambulans," jelasnya.
Ia tidak menerima stafnya dituding tidak bisa berkoordinasi.
Sebagai pemimpin, menurutnya dirinyalah yang bertanggung jawab,
"Nah informasi ini enggak ada enggak pernah kami terima kemudian beliau menuding staf saya tidak bisa komunikasi atau koordinasi, padahal setiap hari membaca laporan berapa rumah sakit kosong, informasinya dari mana, bagaimana kondisi rumah sakit."