Terkini Nasional
Ancaman Reshuffle dari Jokowi, Tjahjo Kumolo: Teken Kontraknya Bisa Satu Hari, Bisa Satu Tahun
Semua menteri di kabinet Indonesia Maju sedang mendapatkan ancaman reshuffle atau pencopotan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Semua menteri di kabinet Indonesia Maju sedang mendapatkan ancaman reshuffle atau pencopotan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu menyusul kemarahan dari Jokowi lantaran kecewa dengan kinerja para menteri pada beberapa waktu lalu.
Tidak terkecuali untuk Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB).
Dilansir TribunWow.com, Menteri PANRB, Tjahjo Kumolo mengaku siap kapan saja jika memang perlu untuk direshuffle.

• M Qodari Sebut Ada 2 Lembaga yang Disinggung Jokowi dan Tak Dimunculkan, Najwa Shihab: BI dan OJK?
Dirinya menegaskan bahwa jabatannya sebagai menteri tidak lain hanya sebagai pembantu dari seorang presiden.
Maka dari itu, presiden mempunyai kewenangan untuk mencopot atau memberhentikan para menteri, yang disebut sebagai hak prerogatif.
Hal ini disampaikan dalam acara Mata Najwa 'Trans7', Rabu (1/7/2020).
"Saya kira kita harus sepakat dulu, namanya menteri itu pembantu presiden, taken kontraknya bisa satu hari jadi menteri, bisa satu tahun jadi menteri, bisa lima tahun jadi menteri," ujar Tjahjo Kumolo.
"Siap-siap saja, kalau toh besok dicopot, saya dicopot ya harus siap," katanya.
Tjahjo Kumolo kemudian mengibaratkan kabinet seperti sebuah orkestra, ketika ada satu personil yang suaranya fals maka mau tidak mau harus diganti.
Ia juga mencontohkan pada sebuah tim sepak bola.
Dikatakannya bahwa ketika ada pemain di suatu posisi tertentu maka presiden sebagai pelatih berhak dan harus menggantinya.
• Jokowi Ancam Reshuffle, M Qodari Sebut Peringatan untuk Parpol dan Singgung Menteri Titipan
"Bahwa ternyata orksestra beliau dari visi misi beliau oleh ada yang suaranya fals harus diganti," kata Tjahjo Kumolo.
"Kalau sepak bola back kirinya enggak pas, atau strikernya kurang keras, jadi saya kira teman-teman menteri harusnya punya sikap seperti itu ya sama," sambungnya.
Tidak hanya itu, mantan Menteri Dalam Negeri dan juga Plt Menkumham itu berharap kewenangan yang nantinya dipakai oleh Jokowi tidak ada sangkut pautnya dengan latar belakang partai.
Karena dirinya beranggapan bahwa semua menteri, baik itu dari partai politik ataupun tidak, semuanya memiliki kedudukan yang sama, yakni menjadi pembantu presiden dalam urusannya mengatur sebuah negara.
"Jangan lihat dia dari partai mana, kalau sudah satu ya satu, ini kabiten Indonesia Maju, harus bekerja," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke- 8.00
Fahri Hamzah Sebut Jokowi Tak Seharusnya Marah: Cukup Moeldoko
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menilai tidak selayaknya Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluapkan kemarahan di depan publik.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam acara Mata Najwa di kanal YouTube Najwa Shihab, Rabu (1/7/2020).
Sebelumnya Jokowi mengecam kinerja menterinya yang dirasa kurang tanggap menangani pandemi Virus Corona (Covid-19).
Ia juga mengancam akan merombak kabinet (reshuffle) dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada Kamis (18/6/2020) lalu.
Menanggapi pidato Jokowi tersebut, Fahri menilai tidak perlu presiden sendiri yang marah-marah.
Menurut dia, teguran itu bisa disampaikan oleh Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
"Jangan presidennya yang marah, cukup Moeldoko yang marah," kata Fahri Hamzah.
• Diminta Komentari Kemarahan Jokowi, Sudjiwo Tedjo Enggan Jawab Akting atau Tulus: Kayaknya Serius
Menurut dia, teguran itu dapat disampaikan dengan lebih halus oleh Moeldoko.
"Marahnya Moeldoko bilang, 'Pak Menteri, ini anggarannya kok sekian? Tolong minta data Anda yang terbaru, presiden minta'," papar Fahri.
"Moeldoko cukup bilang begitu," lanjutnya.
Fahri menilai cara itu akan lebih efektif dan membuat menterinya segan dengan permintaan presiden.
"Begitu bilang presiden minta, gemetar itu orang. Presiden minta, lapor datanya," jelas Fahri.
Presenter Najwa Shihab menanyakan alasan sebaiknya Jokowi tidak perlu langsung marah ke para menterinya.
"Kenapa tidak presiden langsung yang marah?" tanya Najwa Shihab.
Menurut Fahri, sosok presiden harus menjaga wibawanya.
"Kita perlu menjaga kewibawaan presiden. Presiden itu untuk kepentingan persatuan," jelas Fahri.
"Ketika Anda melihat Jokowi selantang itu, itu menjatuhkan wibawanya?" tanya Najwa lagi.
• Arief Poyuono Prediksi Terawan Tak Kena Reshuffle, M Qodari: Karena Beliau Representasi dari TNI
Fahri membenarkan.
Ia menyarankan sebaiknya sikap marah itu tidak perlu ditunjukkan lagi.
"Iya, kalau terus-menerus melakukan itu, runtuh wibawanya," tegas Fahri.
Ia menyinggung ada banyak kesalahan data dalam pidato yang disampaikan Jokowi, termasuk tentang minimnya penyerapan anggaran Covid-19 oleh Kementerian Kesehatan.
Menurut Fahri, data yang masuk di presiden berbeda dengan yang dimiliki Komisi IX.
"Apalagi kalau kemudian dalam marahnya itu banyak salah data, seperti dia dibantah oleh Komisi IX yang mengatakan bahwa Menteri Kesehatan belanjanya lebih banyak," ujar Fahri.
"Yang masuk di dia cuma Rp 1,9 triliun," tambahnya.
(TribunWow/Elfan Nugroho/Brigita)