Terkini Internasional
The Rolling Stones Ancam akan Menuntut Donald Trump, Tak Terima Lagunya Dipakai dalam Acara Kampanye
Grup band terkenal dunia, The Rolling Stones mengancam akan menuntut Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Grup band terkenal dunia, The Rolling Stones, mengancam akan menuntut Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Hal ini dilakukan setelah mereka mendapati bahwa Tump telah menggunakan lagu-lagu mereka dalam beberapa acara kampanyenya.
Trump yang giat melakukan kampanye untuk mendapatkan suara pada pemilihan presiden November mendatang, dinilai telah melanggar aturan hak cipta.

• Kembali Buat Kontroversi, Donald Trump Bagikan Video Seruan White Power di Akun Twitter Pribadinya
• Terang-terangan Sebut Trump seperti Anak yang Merengek, Joe Biden: Dia Khawatir Terlihat Buruk
Dilansir ABC News, Minggu (28/6/2020), The Rolling Stone mengatakan akan membawa masalah tersebut ke ranah hukum.
Mereka tidak terima Trump tetap menggunakan lagu-lagu yang milik mereka meski telah ada peringatan sebelumnya.
The Rolling Stones mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu bahwa tim hukum mereka bekerja dengan organisasi hak musik BMI untuk menghentikan penggunaan materi mereka dalam kampanye pemilihan ulang Trump.
Pernyataan tersebut menyebutkan bahwa BMI telah melayangkan pemberitahuan pada Trump terkait penggunaan lagu tanpa izin tersebut.
"BMI telah memberi tahu kampanye Trump atas nama Stones bahwa penggunaan lagu-lagu mereka secara tidak sah merupakan pelanggaran terhadap perjanjian lisensi," kata The Rolling Stones.
Namun, bila sang presiden dan tim kampanyenya tidak mengidahkan larangan tersebut, maka mereka akan menggunakan jalur hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Jika Donald Trump mengabaikan peringatan dan tetap bersikeras, maka ia akan menghadapi tuntutan hukum karena melanggar embargo dan memainkan musik yang belum dilisensikan, '' tegasnya.
The Rolling Stones telah mengeluhkan tentang penggunaan musik mereka sejak kampanye Trump pada tahun 2016.
Lagu tersebut diputar untuk menyalakan semangat pendukung konservatifnya di aksi unjuk rasa.
Lagu klasik The Rolling Stones yang dirilis tahun 1969, “You Can't Always Get What You Want” adalah lagu yang populer untuk acara-acara tersebut.
Tak hanya tahun 2016, lagu tersebut dimainkan kembali pada penutupan kampanye Trump baru-baru ini di Tulsa, Oklahoma.
Adapun acara kampanye tersebut telah menuai kritik karena dinilai berpotensi untuk menyebarkan Virus Corona.
Organisasi hak musik BMI menyediakan lisensi bagi penyelenggara acara untuk memainkan beragam musik secara bebas.
Daftar tersebut telah mencangkup lebih dari 15 juta lagu yang dapat diputar di acara-acara politik.
Artis yang bersangkutan dapat memilih untuk tidak memainkan musik mereka di acara-acara politik, dan pernyataan BMI mengatakan Stones telah melakukan itu.
BMI telah menginformasikan pada tim kampanye Trump bahwa jika mereka memainkan musik Stones lagi di suatu acara, itu akan melanggar perjanjian lisensi.
Tak hanya The Rolling Stones, artis lain juga mengeluhkan musik mereka yang digunakan terkait dengan acara Trump.
Satu di antaranya adalah keluarga almarhum musisi rock Tom Petty yang mengatakan bahwa mereka telah mengeluarkan peringatan setelah Trump juga menggunakan lagu "I Won't Back Down'' di Tulsa.
Dalam sebuah pernyataan tertulis, mereka menolak lagu tersebut digunakan karena menilai kampanye yang diselenggarakan Trump tersebut sarat isu rasisme.
"Trump sama sekali tidak diizinkan untuk menggunakan lagu ini untuk melanjutkan kampanye yang meninggalkan terlalu banyak orang Amerika dan akal sehat," bunyi pernyataan itu.
“Baik almarhum Tom Petty dan keluarganya dengan tegas menentang rasisme dan diskriminasi dalam bentuk apa pun. Tom Petty tidak akan pernah menginginkan lagu miliknya digunakan dalam kampanye kebencian. Dia lebih senang mempersatukan orang.''
Musisi peraih penghargaan Grammy, Neil Young, juga sempat mengecam Trump pada tahun 2018 setelah mendengar salah satu lagunya dimainkan tanpa persetujuan.
Lagu tersebut digunakan selama kampanye pertengahan semester yang digelar Trump.
Musisi kelahiran Kanada itu menegur Trump karena nekat menggunakan single 1990-nya, "Rockin 'in the Free World," bahkan setelah mendapat peringatan.
• Jelang Pemilihan Presiden AS 2020, Trump Dinilai Menaikkan Isu Rasial untuk Mencari Dukungan
• Klaim Berjasa Tekan Penyebaran Virus Corona di Perbatasan, Trump Kunjungi Arizona di Tengah Pandemi
Kampanye Trump Sepi Pendukung
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump secara resmi telah menggelar kampanye untuk pemilihan presiden 2020 di BOK Center, Tulsa, Oklahoma, Sabtu (20/6/2020).
Meski sempat mengatakan bahwa tiket pengunjung untuk kampanyenya tersebut telah banyak dipesan.
Namun saat kampanye berlangsung, ternyata masih banyak kursi kosong yang tersedia.
Dilansir akun YouTube ABC News, Senin (22/6/2020), Trump sempat menyatakan bahwa tidak akan ada kursi yang kosong saat kampanyenya.
Pasalnya ini adalah kali pertamanya tampil di publik sejak pandemi Covid-19 merebak.
"Kita tidak akan mendapati adanya kursi yang kosong. Dan kita yakin akan (berkampanye) ke Oklahoma," ujar Trump.
Namun di dalam arena tersebut, kursi yang kosong mencapai sekitar dua pertiga dari jumlah kuota yang tersedia.
Sementara panggung kampanye yang berada di luar ruangan terpaksa dibongkar karena tak banyak pendukung yang hadir.
Penyelenggara kampanye menyalahkan para protestan yang berada di sekitar area.
Mereka dikatakan telah menghambat suporter, memblokade akses sehingga mencegah orang datang ke gelaran kampanye tersebut.
Dalam kampanye tersebut, Trump secara terang-terangan meminta agar uji tes Virus Corona diperlambat dan dikurangi.
Ia beralasan dengan semakin banyak pengujian akan semakin banyak jumlah pasien positif.
"Saat kamu melakukan tes hingga jumlah tertentu, kamu akan menemukan lebih banyak orang (dinyatakan positif), kamu akan menemukan lebih banyak kasus. Oleh sebab itu aku meminta orang-orangku untuk memperlambat uji tes tersebut," kata Trump, Sabtu (20/6/2020).
Trump juga menggunakan istilah yang dinilai mengandung rasisme untuk menyebutkan Virus Corona sebagai "Kungflu".
"Aku dapat menyebutnya "Kungflu", aku dapat menyebutkan 90 nama dengan versi yang berbeda," kata Trump yang disambut sorakan pendukungnya.
Melansir metro.co.uk, Minggu (21/6/2020), BOK center yang digunakan oleh Trump tersebut berkapasitas 19.200 kursi.
Namun pada saat kampanye berlangsung, hanya sekitar 6.200 kursi yang terisi, yaitu hanya sekitar sepertiga dari total kuota yang tersedia.
Manajer penyelenggara kampanye tersebut, Brad Prescale, mengatakan bahwa media dan protestan telah menakut-nakuti pendukung Trump sehingga tak berani hadir.
Padahal sebelumnya, Prescale sempat mengatakan bahwa dirinya memperkirakan akan ada 100.000 suporter yang akan hadir dalam acara tersebut.
Ia mengklaim bahwa satu juta orang telah memesan tiket untuk hadir dalam kampanye tersebut.
Sementara itu, Trump menyampaikan dalam pidatonya bahwa kursi-kursi kosong di tempat itu diakibatkan oleh para pelaku aksi protes.
"Kalian adalah pejuang. Kita menjumpai adanya orang-orang jahat di luar. Mereka melakukan perbuatan jahat," ujar Trump pada pendukungnya. (TribunWow.com)