Breaking News:

Virus Corona

Jawa Timur Berpotensi Salip Jakarta soal Kasus Corona, Jusuf Kalla: Perlu Sistematik Terkoordinasi

Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla menyebut bahwa Jawa Timur berpotensi untuk menyalip DKI Jakarta soal kasus Corona.

Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Ananda Putri Octaviani
Youtube/KompasTV
Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla menyebut bahwa Jawa Timur berpotensi untuk menyalip DKI Jakarta soal kasus Corona. 

TRIBUNWOW.COM - Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla menyebut bahwa Jawa Timur berpotensi untuk menyalip DKI Jakarta soal kasus Corona.

Dilansir TribunWow.com, Jusuf Kalla menyoroti kodisi di Jawa Timur yang kasusnya justru terus menanjak.

Sebaliknya, menurut Jusuf Kalla untuk kasus Corona di Jakarta sendiri sudah mulai menurun atau bisa dikatakan stabil.

Jika kondisi seperti itu terus terjadi, maka Jusuf Kalla menyakini kemungkinan tersebut akan terjadi dalam waktu dekat.

Ratusan warga mengikuti rapid test dan swab test Covid-19 massal gratis yang digelar Pemkot Surabaya bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara (BIN) RI, di halaman Gedung Siola, Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (29/5/2020). Mereka yang mengikuti tes Covid-19 tersebut merupakan warga yang telah ditentukan sebelumnya. Tidak hanya orang dewasa, namun juga anak kecil dan lansia turut menjadi peserta.
Ratusan warga mengikuti rapid test dan swab test Covid-19 massal gratis yang digelar Pemkot Surabaya bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara (BIN) RI, di halaman Gedung Siola, Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (29/5/2020). Mereka yang mengikuti tes Covid-19 tersebut merupakan warga yang telah ditentukan sebelumnya. (Surya/Ahmad Zaimul Haq)

Ungkap Efek Samping dari Obat Corona Dexamethasone, Erlina Burhan: Bisa Terjadi Pendarahan Lambung

Terbaru berdasarkan update pada Kamis (18/6/2020), Jakarta mencatatkan 173 penambahan kasus baru.

Sebaliknya terdapat 384 kasus baru untuk Jawa Timur.

Artinya penambahan kasus baru di Jawa Timur dua kali lipat dari Jakarta.

Dengan begitu, saat ini total kasus di Jakarta menjadi 9.516 kasus.

Sedangkan untuk Jawa Timur berjumlah 8.917 kasus.

"Jawa Timur kalau itu berarti dalam dekat kalau berlangsung terus," ujar Jusuf Kalla dalam Kompas Malam, Kamis (18/6/2020).

"Maka Jawa Timur bisa lebih tinggi daripada Jakarta," ungkapnya.

"Jakarta cenderung mulai stabil turun, ini naik, maka ini bisa terjadi begitu."

Kasihani Jawa Timur hingga Sulsel, Dokter Tirta: New Normal Tak Bisa Dipukul Rata di Semua Daerah

Maka dari itu, untuk membuat kasus Corona di Jatim menurun, mantan wakil presiden itu meminta supaya ada sinergi yang baik dari elemen-elemen yang ada di Jawa Timur.

Dirinya percaya bahwa semuanya pasti sudah bekerja secara maksimal untuk menangani Covid-19, baik dari Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, maupun para wali kota.

Meski begitu, menurut Jusuf Kalla itu semua belum cukup tanpa adanya koordinasi yang baik, khususnya dari provinsi dan daerah.

"Karena itu kita harus bersama-sama untuk mencegah dan musti menurun dia," kata Jusuf Kalla.

"Saya percaya Ibu Gubernur bekerja luar biasa, Wali Kota bekerja keras, tetapi perlu sistematik terkoordinasi," pungkasnya.

Simak videonya:

Wagub Jatim Emil Dardak: Anggarannya Tak Mungkin Semua PCR

Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak angkat bicara mengenai adanya penolakan rapid test yang dilakukan oleh masyarakat.

Diakuinya, memang ada sejumlah alasan yang membuat masyarakat terkadang menolak untuk dites.

Hal itu disampaikan melalui tayangan Apa Kabar Indonesia Malam di kanal YouTube Talk Show TV One, Rabu (17/6/2020).

Emil Dardak mengakui, rapid test tidak bisa dijamin akurasi hasilnya.

Sebab, orang yang dinyatakan negatif saat rapid test belum tentu hasil swabnya akan sama dan sebaliknya.

Hal itu lah yang terkadang menjadi alasan masyarakat menolak untuk menjalani tes.

Tuntut BIN Urus Penggoreng Isu Corona, Eks Staf Kepala BAKIN: Kepentingan Pihak Tertentu

"Kita menggunakan rapid test sebagai metode screening sebenarnya, jadi kita juga mengakui bahwa rapid test itu tidak menjadi jaminan hasil tes PCR-nya akan sama," tutur Emil.

"Nah ini kadang-kadang menjadi alasan masyarakat kenapa mereka menolak," imbuhnya.

Oleh karena itu, Emil menyampaikan ada dua metode screening yang bisa dilakukan pada masyarakat.

Petama, screening yang dilakukan sebagai bagian dari trcing atau pelacakam dari orang - orang yang pernah kontak dengan mereka yang dinyatakan positif.

Pada screening kategori tersebut, masyarakat yang terlacak diprioritaskan unruk menjalani tes PCR.

"Nah ini makanya kita sampaikan bahwa ada dua metode screening lagi kalau kita kategorikan, ada screening yang dilakukan sebagai bagian dari tracing," ujar Emil.

"Misal ada pasien yang positif, ditelusuri kontak-kontak terdekatnya kemudian dilakukan rapid test itu memang tujuannya untuk menyaring siapa yang diprioritaskan menjalani PCR," sambungnya.

Sedangkan metode yang kedua, adalah pemeriksaan yang modelnya secara acak.

Biasanya, hal itu dilakukan di tempat-tempat umum seperti pasar.

"Nah ada lagi yang modelnya random, artinya datang ke tempat yang masanya banyak misalnya pasar, di-rapid test secara acak," katanya.

Emil Dardak menyampaikan, pada metode screening random tersebut biasanya ditujukan untuk menyaring dan melakukan prioritas tes lanjutan secara langsung .

"Kalau yang seperti itu bila dia reaktif kita menyaring, kemungkinan bahwa yang reaktif ini akan diprioritaskan untuk uji tes PCR. Yang tidak reaktif dalam kasus random tes, mereka tidak bisa kita paksa untuk isolasi karena mereka bukan bagian dari proses tracing," tutur Emil.

 Virus Corona di Boyolali Jateng Justru Bertambah di Tengah Normal Baru, 13 Kasus dari Pasar

Lebih lanjut, Emil sadar betul bahwa rapid test memang kurang akurat.

Namun, kedua metode rapid diatas tetap sangat dibutuhkan untuk mengetahui siapa yang perlu doprioritaskan untuk tes PCR.

Sebab, keduanya merupakan metode terbaik bila dilihat dari sisi ketersediaan sarana maupun anggara.

"Memang rapid tes tidak akurat, tidak memberikan jaminan. Tetapi kita membutuhkan metode ini untuk memilih siapa yang kita prioritaskan untuk di tes PCR."

"Dan itu metode terbaik saat ini dari sisi berbagai prespektif, termasuk prespektif ketersediaan sarananya, sumber daya anggarannya, tidak mungkin semua langsung di PCR," tandasnya.

Simak videonya mulai menit ke 14.30:

(TribunWow/Elfan Nugroho/Rilo Pambudi)

Tags:
Jawa TimurCoronaCovid-19Jusuf Kalla
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved