Virus Corona
Warga Jatim Bandel Tak Pakai Masker, Dokter Tirta Sebut Nyali 'Bonek': Yang Kelihatan Aja Dilawan
Dokter relawan sekaligus influencer dr Tirta Mandira Hudhi menanggapi banyaknya warga yang masih sulit membiasakan diri memakai masker.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Dokter relawan sekaligus influencer dr Tirta Mandira Hudhi menanggapi banyaknya warga yang masih sulit membiasakan diri memakai masker.
Tidak hanya masker, protokol kesehatan selama pandemi Virus Corona (Covid-19) lainnya seperti rajin mencuci tangan dan menjaga jarak juga kerap dilanggar.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Dua Sisi di TvOne, Senin (15/6/2020).

• Khofifah Sebut 3 Pemimpin di Surabaya Raya Sebenarnya Sudah Diperingati Para Pakar: Mestinya Sabar
Dokter Tirta menyoroti perilaku masyarakat yang masih sulit mematuhi anjuran protokol kesehatan setelah mendengar penuturan seorang warga Surabaya, Jawa Timur.
Ia mengakui fakta tersebut disaksikan sendiri oleh rekan sesama dokter saat bertugas di Surabaya.
"Kalau dari pembicara di Surabaya, kebetulan kolega saya yang sekarang di Wisma Atlet, dr Arifin," ungkap dr Tirta.
"Beliau kemarin studi di sana untuk membantu penanganan di RS Darurat yang ada di Surabaya. Ketika beliau ke sana, kaget karena ada tulisan 'Wani Covid'," tuturnya.
Mengingat cerita tersebut, dr Tirta terkekeh.
Ia lalu menjelaskan sifat masyarakat Jawa Timur yang memang identik dengan bonek.
"Jadi basic-nya Jawa Timur itu begini. Kita terkenal dengan bonek-nya," papar dr Tirta.
"Memang wani perih, kalau orang Jawa bilang," lanjut dia.
Menurut dr Tirta, fakta bahwa virus yang tidak kasat mata membuat masyarakat sering tidak waspada akan bahayanya.
• Candaan dr Erlina Burhan di ILC, Pura-pura Tes Karni Ilyas soal Pakai Masker: Wah Pintar, 100
Berdasarkan pengalaman tersebut, dr Tirta menjelaskan edukasi masyarakat memang harus dilakukan secara bertahap.
"Yang kelihatan aja dilawan, apalagi yang 0,1 mikron. Dari sini kita edukasinya pelan-pelan," paparnya.
Ia membenarkan memang sudah sifat masyarakat Jawa Timur memiliki nyali besar.
"Nyalinya gede banget, saya akui," ungkap dr Tirta.
"Mereka ini lebih berpikir, 'Saya tidak takut apa-apa'," tambah dia.
Meskipun hal tersebut sudah menjadi kultur, dr Tirta tetap memiliki harapan masyarakat akan sadar dan pelan-pelan dalam menjalankan protokol kesehatan.
Ia mengimbau tenaga kesehatan tidak menyerah dalam mengedukasi masyarakat.
"Tapi dari sini kita tidak boleh menyerah. Pasti ada kemungkinan mereka akan mendengarkan," ungkapnya.
"Maka saya dan teman akan edukasi terus-terusan dan memang kita berencana, kalau memang diminta edukasi Gugus Tugas, kami siap-siap saja," tambah dr Tirta.
• Surabaya Jadi Zona Merah Pekat, Risma Tak Peduli soal Status: Hari Demi Hari Melototi Data Pasien
Lihat videonya mulai menit 11:30
Surabaya Jadi Zona Merah Pekat
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku tidak peduli dengan status darurat yang dilekatkan pada wilayahnya.
Seperti diketahui, Surabaya menjadi zona merah pekat dalam wabah Virus Corona (Covid-19) dengan total kasus positif 3.439 per Selasa (9/6/2020).
Risma, sapaan akrabnya, mengaku lebih memedulikan kesehatan warga daripada status tersebut.
• Akhiri PSBB Surabaya Raya, Khofifah Sudah Peringatkan Tingginya Risiko Covid-19: Di Atas Jakarta
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan saat dihubungi dalam tayangan Indonesia Lawyers Club (ILC) di TvOne, Selasa (9/6/2020).
Awalnya, presenter Karni Ilyas menyinggung status zona merah pada Kota Surabaya.
"Bagaimana Bu Risma melihat fenomena yang terjadi di kota Bu Risma? Yang katanya zona merah ini apa penyebabnya?" tanya Karni Ilyas.
Risma menyebutkan tidak begitu memerhatikan status warna pada zona.
"Terus terang saya tidak memerhatikan zona itu merah, biru, kuning, atau putih," jelas Tri Rismaharini.
Ia mengaku lebih memerhatikan kesehatan masyarakatnya.

Hal yang menjadi perhatian utama Risma adalah adanya orang tanpa gejala (OTG) yang sudah terinfeksi dan dapat menularkan virus.
"Yang saya perhatikan adalah warga saya yang sakit atau warga saya yang sebetulnya carrier (pembawa) tapi ada di luar karena dia tanpa gejala," papar Risma.
Risma mengkhawatirkan banyaknya OTG yang tidak menyadari kondisinya dan dapat menjadi penular.
"Tidak ada satu pun yang tahu dia pembawa atau carrier penyakit itu," ungkap Risma.
• Risma Sebut Masa Transisi seusai PSBB Malah Lebih Berat: Ini Amanah bagi Warga Surabaya
Maka dari itu, Risma berusaha melakukan tracing atau pelacakan tempat-tempat yang pernah dikunjungi pasien.
"Jadi karena itu hari demi hari saya melototin data pasien dan kemudian posisinya pasien ada di mana," papar Risma.
Setelah itu, Risma melakukan pemetaan kondisi tempat tinggal pasien tersebut.
Ia menyebutkan dalam tiap kondisi lingkungan pasti penanganannya berbeda.
"Kemudian saya melakukan pemetaan karena saya lihat saya harus tahu kondisi kampung itu seperti apa," jelasnya.
"Misalkan dia tinggal di apartemen, kondisi apartemennya seperti apa. Kalau di rumah susun saya harus melakukan apa," tambah Wali Kota Surabaya ini. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)