Virus Corona
Tak Sepakat dengan Istilah New Normal dari Pusat, Walkot Malang Sutiaji: Saya Ikuti Pedoman WHO
Wali Kota Malang, Sutiaji mengaku tidak sepakat dengan penyebutan istilah New Normal yang disampaikan oleh pemerintah pusat.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Wali Kota Malang, Sutiaji mengaku tidak sepakat dengan penyebutan istilah New Normal yang disampaikan oleh pemerintah pusat.
Dilansir TribunWow.com, Sutiaji mengatakan lebih memilih memakai pedoman dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Hal ini disampaikannya dalam acara Dua Arah yang tayang di kanal Youtube KompasTV, Selasa (9/6/2020).

• Kritik New Normal Terlalu Cepat, Pengamat Trubus Sebut PSBB Jadi Rancu: Tidak Bisa Ujug-ujug
Sutiaji mengaku lebih memilih menggunakan istilah masa transisi ketimbang New Normal.
Meski begitu, menurut Sutiaji, untuk penerapannya sebenarnya tidak berbeda jauh dengan pemerintah pusat.
"Saya ikuti pedoman WHO ya, jadi setelah masa PSBB, masuk ke masa transisi itu ada enam item," ujar Sutiaji.
"Saya kira tidak ada perbedaan kami dengan pusat, cuman memang mencari kosa kata yang benar menurut saya justru, sebenarnya saya tidak sepakat dengan New Normal," jelasnya.
Menurutnya, penyebutan istilah New Normal justru mempunyai konotasi yang berbeda dan berbahaya.
Karena hal itu ditakutkan justru diartikan sebagai bentuk kenormalan baru seperti sebelum adanya Covid-19.
Padahal sebaliknya, masyarakat masih mempunyai risiko terpapar Virus Corona jika tidak menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
"Karena ini mindset masyarakat terbangun seakan-akan kita kembali kepada kenormalan yang sebelum Covid-19," terangnya.
"Jadi kami sebetulnya pakai yang adaptif, jadi kami berperilaku adaptif," imbuhnya.
• PSBB Surabaya Raya Tak Diperpanjang, Khofifah: Kami Sangat Menghormati Keputusan Para Kepala Daerah
Sementara itu, Sutiaji mengakui bahwa masa transisi ini memang untuk menuju masa New Normal.
Namun sebelum sampai New Normal maka harus memenuhi indikator yang sesuai dengan pedoman dari WHO.
Yakni mulai dari persebaran kasus menurun, penyediaan fasilitas kesehatan, hingga memperhatikan lebih kluster zona merah.
"Berkaitan dengan masalah New Normal ini kan ada kaidah pedoman dari WHO transisi pasca restriksi itu PSBB harus memastikan enam hal," kata Sutiaji.
"Yang pertama adalah bukti persebaran kasus terkontrol, yang kedua adalah kapasitas kesehatan harus tersedia," bebernya.
"Yang ketiga populasi berisiko harus dilindungi."
Lebih lanjut, Sutiaji menyadari untuk menuju New Normal tentu tidak bisa dilakukan secara langsung.
Melainkan harus melalui proses yang dinamakan sebagai masa transisi.
"Saya lebih cenderung memang mencari masa transisi karena begitu langsung ke istilahnya New Normal ini banyak item-item yang seharusnya sudah kita mampu kita pertahankan di PSBB nanti akan masuk kepada gelombang New Normal itu," pungkasnya.
• Tak Mau Buru-buru Terapkan New Normal, Ganjar Ungkap Kewajiban Baru Warga: Jangan Salah Persepsi
Simak videonya:
Pengamat Bandingkan PSBB Malang dengan Jakarta
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah membandingkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dilakukan di Malang dan DKI Jakarta.
Ia menyinggung bagaimana perilaku di masyarakat di kedua wilayah tersebut dapat membantu menekan penyebaran Virus Corona (Covid-19) atau tidak.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam acara Dua Arah di Kompas TV, Senin (8/6/2020).
Sebelumnya Wali Kota Malang Sutiaji memaparkan bagaimana PSBB masa transisi diterapkan di wilayahnya.
Ia menyebutkan dalam masa PSBB menuju new normal ini masyarakat Malang sudah mulai memiliki kesadaran untuk mematuhi protokol kesehatan.
"Ketaatan dari masyarakat sudah mulai tumbuh lagi. Artinya kalau berperilaku seperti kemarin-kemarin ini akan dibatasi lagi," kata Sutiaji.
"Jadi boleh kamu hidup, keluar, tapi tetap harus pakai masker, tetap social distancing-nya harus dijaga," lanjutnya.
Trubus Rahardiansyah kemudian membandingkan dengan masyarakat DKI Jakarta yang juga tengah menerapkan PSBB masa transisi.
Ia menilai pola perilaku masyarakat di sana masih tetap sama saja.
• Aturan dan Syarat Bepergian saat New Normal, Mulai dari Tes PCR hingga Rapid Test
"Kalau dilihat, di DKI Jakarta enggak. Tetap aja sama," kata Trubus Rahardiansyah menanggapi.
Trubus menyebutkan penerapan PSBB di Malang tersebut dapat menjadi referensi bagi daerah lain tentang bagaimana mengarahkan masyarakat.
Ia menyebutkan ada faktor sosialisasi yang baik kepada masyarakat.
"Ini yang disampaikan dari Malang cukup menjadi referensi. Artinya loyalitas masyarakat bisa diarahkan," papar Trubus.
"Mungkin di sana sosialisasi, edukasi, dan komunikasinya berjalan cukup optimal," lanjutnya.
Trubus lalu membandingkan dengan penerapan PSBB di Jakarta.
Ia menyebutkan saat ini pertumbuhan kasus baru semakin bertambah di wilayah ibu kota tersebut.
"Tetapi daerah seperti DKI Jakarta ternyata tidak optimal. Artinya PSBB tetap saja tinggi terjadi (kasus baru), transisi juga," jelas Trubus.
"Kemarin malah tambah 163 kasus. Ini jadi hal yang perlu dipertimbangkan pula," ungkapnya.
• Disinggug PSBB Transisi DKI Jakarta, Pakar Kesehatan UI Soroti Kebosanan Masyarakat: Itu Masalah
Menanggapi penjelasan Trubus, Wali Kota Sutiaji memaparkan bagaimana PSBB diterapkan di wilayahnya.
Ia menyebutkan PSBB di Malang dilakukan dengan melibatkan masyarakat melalui Kampung Tangguh.
"Di kami perguruan tinggi kami ajak sama-sama untuk menangani ini. Jadi kami kota kecil tapi perguruan tingginya ada lebih dari 50," kata Sutiaji.
"Kami replikakan jadi ada Kampung Tangguh. Kita tarik pada skala yang lebih kecil, jadi mobilitas orang dipantau dari Kampung Tangguh," paparnya.
Trubus menyebutkan program tersebut menjadi contoh baik bagi daerah lain.
"Itu bagus, artinya bisa jadi entry point untuk memperluas wilayah-wilayah yang lain," kata Trubus Rahardiansyah.
"Artinya kategori kebijakan kearifan lokal," tambahnya. (TribunWow/Elfan Nugroho/Brigita)