Virus Corona
Mardani Ali Sebut Pemerintah Tak Libatkan Warga saat Rencanakan New Normal: Anies Bilang Jangan Dulu
Politisi PKS, Mardani Ali Sera turut angkat bicara soal rencana penerapan New Normal di tengah pandemi Virus Corona.
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Politisi PKS, Mardani Ali Sera turut angkat bicara soal rencana penerapan New Normal di tengah pandemi Virus Corona.
Dilansir TribunWow.com, Mardani Ali menganggap penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) justru meningkatkan peluang penularan Virus Corona.
Lantas, ia menyinggung nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

• Kritik Rencana New Normal, Mardani Ali Justru Jelaskan Posisinya di DPR: Saya Tak Mau Jadi Oposisi
• New Normal Bakal Diterapkan, Pakar Gamblang Sebut Tak Ada Satupun yang Siap: Kita Bermain Risiko
Dalam kanal YouTube Kompas TV, Selasa (2/6/2020), Mardani Ali mulanya menyebut Indonesia belum memenuhi syarat untuk menerapkan New Normal.
"Jadi poin saya, nyuwun sewu buat pemerintah tiga hal belum terpenuhi syaratnya."
Menurut Mardani, masyarakat Indonesia hingga kini belum memiliki kedisiplinan yang baik soal penanggulangan Virus Corona.
Misalnya, masyarakat Indonesa memiliki kebiasaan berjabat tangan saat bertemu orang lain.
"Yang pertama, disiplin masyarakat. Tadi Pak Yon (Wali Kota Tegal, Dedy Yon Supriyono -red) saya apresiasi walaupun dengan nyanyi segala macam, pakai masker sama cuci tangan itu tidak mudah."
"Itu menjadi habit kita, kalau orang Jepang ketemu orang nunduk itu habit," sambungnya.
Karena itu, ia lantas meminta pemerintah mempertimbangkan kembali soal rencana penerapan New Normal.
Mardani pun menyebut sejumlah kepala daerah menolak rencana New Normal itu.
"Mudah-mudahan kenapa saya dahulukan dulu masyarakat karena melihat kapasitas institusi kita sama anggaran kita, masif tes secara besar-besaran, penyiapan, kita belum," jelas Mardani.
"Karena itu, nyuwun sewu pemerintah jangan jalan sendiri. Partisipasi masyarakat perlu, kepala daerah sekarang ini komennya itu beda."
• Bahas Persiapan New Normal, Luhut Binsar Pandjaitan: Asyik Mengkritik Saja, Enggak Ada Gunanya
Mardani kemudian menyinggung nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo hingga Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Ia menyatakan, gubernur-gubernur itu bahkan meminta pemerintah untuk menunda rencana New Normal.
"Pak Ganjar bilang jangan dulu, Khohifah bilang jangan dulu, Anies bilang jangan dulu."
"Poinnya belum siap karena disiplin masyarakat belum, yang kedua, reproductive numbers kita masih di atas satu," ujar Mardani.
Tak hanya itu, Mardani juga menyoroti penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) bagi warga terdampak Virus Corona.
Ia menyebut, pembagian BLT itu justru meningkatkan kasus Virus Corona.
"Baru saja ada temuan BLT yang kemarin bisa jadi sumber pandemi baru karena pas sudah dapat BLT orang ramai-ramai ke pasar," ucapnya.
"Di Bogor, di Cileungsi ada klaster baru karena BLT."
"Artinya kebijakan dan aplikasi masih belum nyambung," tukasnya.
Simak video berikut ini menit ke-17.00:
Tak Ada yang Siap New Normal
Pada kesempatan itu, sebelumnya Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono menyebut tak ada satupun daerah di Indonesia yang siap menghadapi New Normal.
Dilansir TribunWow.com, Pandu Riono menilai banyak risiko yang dihadapi jika New Normal benar-benar dilakukan.
Karena itu, ia pun menyinggung pernyataan Wali Kota Tegal, Dedy Yon Supriyono.
Sebelumnya, Kota Tegal menjadi kota pertama di Indonesia yang menjadi wilayah percontohan penerapan New Normal.
• Soal Persiapan Pelaksanaan New Normal, Organda Minta Penambahan Jumlah Transportasi Sektor Darat
• Pakar UI Pandu Riono Sebut Tak Ada Wilayah yang Siap New Normal, Khawatir Warga Lupa Pakai Masker
Pandu menyebut tak ada wilayah yang memiliki jaminan bebas dari Virus Corona.
"Sebenarnya tidak ada wilayah di Indonesia yang siap menurut saya," ucap Pandu.
"Karena itu kan sangat dinamis, kalau dikatakan hujau belum tentu hijau keseluruhan."
Pandu mengatakan, pemerintah harus memastikan warga tetap menaati aturan jika New Normal dilakukan.
Termasuk mencegah euforia warga merayakan New Normal di sejumlah daerah.
"Tapi kan senang sekali kalau Pak Wali Kota bilang sebenarnya bukan hijau tapi kuning, karena itu menunjukkan kewaspadaan," ucap Pandu.
"Menurut saya yang bukan hanya dibutuhkan indispliner, tapi adalah dibutuhkan respons yang tepat supaya nanti kalau ada kegiatan-kegiatan yang mulai masyarakat euforia dan lupa menggunakan masker."
"Ini harus cepat dicegah, pencegahan jauh lebih penting," sambungnya.
Lebih lanjut, ia menilai antara pemerintah dan masyarakat perlu menyamakan persepsi sebelum New Normal diberlakukan.
Pasalnya, Pandu menyebut warga lebih nyaman jika tak memakai masker jika bepergian.
• Pakar UI Pandu Riono Sebut Tak Ada Wilayah yang Siap New Normal, Khawatir Warga Lupa Pakai Masker
Hal itu tentu meningkatkan peluang penularan Virus Corona.
"Jadi komunikasi dengan publik untuk menyamakan persepsi risiko ini harus terus digaungkan melalui semua media komunikasi," terang Pandu.
"Apakah radio, apakah dengan melakukan tokoh-tokoh masyarakat, karena pada umumnya masyarakat lebih senang kalau enggak usah pakai masker. Padahal ini suatu vaksin yang kita punya adalah pakai masker."
"Dan itu harus dipakai ke manapun kalau mereka keluar rumah."
Pandu menambahkan, kini masyarakat mulai mematuhi aturan pemerintah untuk pencegahan Virus Corona.
Namun, ia tak menjamin kepatuhan itu dilakukan secara merata oleh seluruh warga.
Tak hanya itu, Pandu pun menyebut kepatuhan warga terus berkurang seiring dengan berjalannya waktu.
"Ya saya kita kelihatannya sudah patuh, tapi hati-hati kan tidak 100 persen patuh," ucap Pandu.
"Jadi konsistensinya belum tentu, dari hasil studi Fakultas Psikologi UI ternyata kepatuhan mungkin mingu pertama patuh, minggu kedua ternyata mereka akan mengurangi kepatuhan, minggu ketiga dan seterusnya."
Karena itulah, Pandu mengimbau pemerintah tak lengah jika benar-benar ingin menerapkan New Normal.
Ia kemudian menyebut banyaknya risiko yang harus dihadapi dalam penerapan New Normal.
"Pada hari ini kita tidak boleh menurunkan itu, kita bermain dengan risiko saat melakukan pelonggaran ini."
"Ada risiko, risiko itu bisa naik bisa turun," tandasnya. (TribunWow.com)