Virus Corona
Umpamakan New Normal Gagal, Ari Fahrial Desak Evaluasi Dulu PSBB: WHO pun Melihat Jumlah Kasus Baru
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FK UI Ari Fahrial Syam membahas risiko yang ada dalam penerapan new normal.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization atau WHO) juga melihat pertumbuhan kasus tersebut sebagai faktor utama sebelum melonggarkan lockdown di berbagai negara.
"WHO pun, berbagai negara pun, melihat jumlah kasus baru, ada klaster baru," kata Ari.
"Ini yang harusnya jadi patokan kita," lanjutnya.
Jika kasus baru masih bertambah secara signifikan, Ari menyebutkan new normal harus dijalankan dengan tegas.
"Ketika jumlah kasus ini terus masih naik, ini kita bahaya. Artinya penerapan new normal harus benar-benar ketat," papar Ari.
"Kalau masyarakat tidak konsisten atau perusahaan yang menerapkan new normal ini tidak berkomitmen penuh, ya lebih baik tidak dilakukan," tambah dia.
"Lebih baik semua stay at home saja," kata Ari.
Ia menyebutkan new normal baru siap diterapkan jika sudah tidak ada pertumbuhan kasus baru secara signifikan.
"Bicara soal waktu kapan, saya kembali lagi. Ketika suatu daerah itu sudah menurun jumlah kasusnya, bahkan tidak ada kasus lagi, silakan," jelas Ari.
"Tapi sekali lagi, ini harus konsisten," tegasnya.
• Tanggapan Ahli soal Waktu Penerapan New Normal di Indonesia, Apakah Juni Terlalu Cepat?
Lihat videonya mulai menit 4:00
Pakar Anjurkan Tunda New Normal
Pakar Epidemiologi Pandu Riono menilai masyarakat saat ini belum siap menerima kebijakan new normal.
New normal disebut sebagai cara hidup baru setelah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berakhir.