Breaking News:

Terkini Nasional

Tertawa Ungkap Hasil Angket, KPAI: 80 Persen Orang Tua Menolak, 80 Persen Siswa Malah Minta Sekolah

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti tak kuasa menahan tawa saat mengungkapkan hasil angket yang telah diunggahnya.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
YouTube KompasTV
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti saat menjadi narasumber dalam Sapa Indonesia Pagi KompasTV, Jumat (29/5/2020). Retno menyampaikan pihaknya mengapresiasi kebijakan pemerintah untuk tetap membuka tahun ajaran baru 2020-2021 sesuai jadwal. 

TRIBUNWOW.COM - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti tak kuasa menahan tawa saat mengungkapkan hasil angket yang telah diunggahnya.

Dari kalkulasi yang didapatkan, 80 persen responden yang berasal dari orang tua menolak sekolah dibuka kembali saat tahun ajaran baru.

Meski dengan aturan normal baru, para orangtua tersebut tetap khawatir karena situasi pandemi yang masih belum menentu.

Rumuskan New Normal di Sekolah, Asisten Kementerian PPPA: Masuk 4 Jam Sehari Tanpa Jam Istirahat

Hal ini malah berkebalikan dengan hasil survei dari responden anak-anak yang menginginkan untuk bisa kembali ke sekolah.

Mereka diduga jenuh menjalani belajar dari rumah dan ingin segera bertemu kembali dengan kawan-kawan di sekolah.

Dilansir KompasTV, Jumat (29/5/2020), menanggapi isu dibukanya sekolah dengan tatanan normal baru pada bulan juli mendatang, Retno menerangkan bahwa ajaran baru bukan berarti kegiatan belajar mengajar akan kembali normal.

Retno menuturkan bahwa dengan tahun ajaran baru yang dilakukan sesuai jadwal, pemerintah akan tetap menggelarnya secara jarak jauh.

"Tentu KPAI mengapresiasi keputusan ini, artinya ini tidak memundurkan tahun ajaran baru, tetapi kemudian menggunakan ini tetap, semua proses tetap, hanya sekolah tidak dibuka," ujar Retno

Ia lalu menyinggung bahwa keputusan untuk belum membuka sekolah kembali tersebut sejalan dengan hasil angket yang telah diunggahnya secara pribadi.

"Dan ini sebenarnya sejalan dengan angket yang secara pribadi memang, saya mengunggah angket untuk minta pendapat publik," lanjutnya.

Retno mengaku bahwa survei yang disebarkannya tersebut bertujuan untuk memberi wadah bagi masyarakat agar dapat menyuarakan pendapatnya.

"Saya hanya ingin memfasilitasi kebijakan publik yang sedang terjadi ini bagaimana pendapat masyarakat," tutur Retno.

"Jadi membuka ruang partisipasi orang tua, siswa dan guru untuk bicara," imbuhnya.

Namun tak disangka-sangka, Retno justru terkejut dengan banyaknya responden yang tertarik dengan surveinya tersebut.

Retno menuturkan bahwa hampir 200.000 orangtua murid berpartisipasi dalam survei tersebut.

Ia juga menyebutkan bahwa kebanyakan dari mereka menolak untuk menyekolahkan anaknya kembali bila pandemi belum berakhir.

"Yang mengejutkan adalah, dalam 32 jam sejak itu diunggah di Facebok pribadi saya, itu saya cukup terkejut karena ada 196.000 orang tua lebih, yang mengungkapkan pendapatnya," ungkap Retno.

"Dan mayoritas orang tua, lebih dari 80 persen memang menolak sekolah dibuka pada tahun ajaran baru ini."

"Jadi Juli dibuka itu mereka keberatan, mereka memberikan beberapa usul di antaranya September atau Desember, nah ini sesuatu yang luar biasa," tambahnya.

Retno tak kuasa menahan tawa karena hasil survei selanjutnya tak kalah mengejutkan.

Pasalnya, berkebalikan dengan keinginan orangtua, para siswa yang mengikuti survei tersebut malah ingin segera bersekolah kembali.

"Tapi murid, kami kan juga nanya sama murid. Ada 9.800 murid yang mengisi, dan uniknya kebalikan. Mereka setuju 80 persen masuk sekolah gitu ya," kata Retno sambil tertawa.

Kemudian, Retno juga mengatakan bahwa pihaknya juga mengambil sampel dari respon para guru.

"Nah guru juga kami tanya, guru itu 60 persen setuju sekolah, tetapi 40 persen tidak," ujarnya.

Menurut Retno, banyaknya siswa yang menginginkan sekolah tersebut disinyalir lantaran mereka jenuh harus selalu di rumah.

Ia menyebutkan bahwa hasil angket tersebut merupakan hal yang menarik karena menunjukkan bahwa kegiatan belajar di rumah tersebut ternyata tidak selalu menyenangkan untuk siswa.

"Nah ini menunjukkan memang PJJ seperti yang pernah kita bicarakan itu menjenuhkan dan anak-anak pengin nggak lama-lama belajar dari rumah. Itu fakta yang menarik menurut saya," pungkas Retno sambil menahan tawa.

Lihat tayangan selengkapnya dari menit ke-02:20:

Persiapan New Normal di Sekolah

Bidang pendidikan tengah bersiap untuk menyesuaikan dengan tatanan normal baru di tengah pandemi Virus Corona.

Beberapa perubahan diusulkan untuk tetap menyelenggarakan kegiatan belajar dan mengajar yang aman bagi siswa.

Usulan tersebut diantaranya adalah pengurangan jam masuk sekolah dan peniadaan jam istirahat.

Perubahan sistem pengajaran juga sedang dirumuskan untuk memfasilitasi guru agar dapat beradaptasi di situasi new normal.

Dilansir Kompas.com, Kamis (28/5/2020), Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian PPPA Ciput Ekawati menyampaikan hal tersebut dalam webinar.

Ia mengungkapkan telah merekomendasikan sejumlah skenario yang bisa dilakukan untuk dapat menerapkan protokol kesehatan di sekolah.

Satu diantaranya adalah pengurangan waktu belajar menjadi 4 jam sehari tanpa adanya istirahat.

"Namun yang sedang kami rekomendasikan adalah menghilangkan jam istirahat dan memperpendek jam pelajaran, yang sedang didiskusikan masuk 4 jam sehari tanpa jam istirahat," ujarnya.

Selain itu, pihaknya juga telah merumuskan aturan untuk mengatur jumlah siswa dan memberlakukan physical distancing.

"Jumlah siswa, pengaturan jarak itu pasti akan ada jeda-jeda tertentu. Itu yang sedang diatur," imbuh Ciput.

Adaptasi New Normal, Sekolah di Kediri akan Masuk Seminggu Sekali, Kadin Pendidikan: 10-15 Anak

Di sisi lain, Ciput juga menyinggung kesiapan institusi pendidikan dan tenaga pelajar yang harus bisa beradaptasi pada model pengajaran yang baru.

"Peran institusi pendidikan sudah pasti, jelas para guru harus siap remodeling sistem belajar di kelas," ujar Ciput.

Selain itu, pihak sekolah juga harus menyediakan tempat cuci tangan yang memadai agar tidak terjadi antrean anak-anak.

Ciput kemudian menyoroti pemberlakuan pendidikan new normal yang sudah dilaksanakan di Australia.

Saat ini, pelajar di negara tersebut telah mulai menyekolahkan anak didiknya dengan tetap berpegangan pada protokol kesehatan.

"Mereka hanya dua kelas dulu untuk uji coba, termasuk menyiapkan siswa, guru, tenaga pendidik dengan new normal ini," kata Ciput.

Oleh karena itu, pihaknya juga telah mengusulkan mengenai jam masuk dan pulang yang diberlakukan berbeda antar kelas.

Tujuannya untuk mengurangi kerumunan saat akan memasuki atau keluar dari gerbang sekolah.

"Kalau di Indonesia saya pikir bisa disiasati dengan diberi jeda masuknya, satu jam. Jadi masuk dan pulang tidak bersamaan sehingga tidak bertumpuk saat keluar masuk gerbang," tandasnya. (TribunWow.com)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)SekolahFacebook
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved