Terkini Nasional
Beda Pengurangan dan Pelonggaran Pembatasan, Menteri PPN: Kami Tidak Menggunakan Kata Pelonggaran
Menteri PPN atau Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa menjelaskan perbedaan rencana pengurangan pembatasan oleh pemerintah dengan pelonggaran pembatasan.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa menjelaskan perbedaan rencana pengurangan pembatasan oleh pemerintah dengan istilah pelonggaran pembatasan.
Ia menegaskan bahwa pemerintah belum meutuskan pelonggaran pembatasan, yang ada hanyalah rencana pengurangan pembatasan.
Menurutnya, pelonggaran berarti tidak ada lagi pembatasan yang diberlakukan.
• Siapkan Skenario New Normal, Pemerintah Kaji Kesiapan Daerah, Airlangga: Belum Ada Jadwal Ditetapkan
Sementara dalam rencana yang tengah disusun, pemerintah masih memberlakukan pembatasan namun mengurangi substansinya.
Dilansir tayangan Aiman KompasTV, Senin (18/5/2020), Suharso dengan tegas mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada pelonggaran pembatasan yang dilakukan pemerintah.
"Belum ada keputusan tentang pelonggaran, sekali lagi belum ada keputusan tentang pelonggaran," kata Suharso.
Ia juga menjelaskan bahwa pemerintah tidak menggunakan istilah pelonggaram, namun memakai istilah pengurangan.
"Dan kami tidak menggunakan kata pelonggaran, tetapi pengurangan pembatasan," ungkap Suharso.
"Kalau pelonggaran seakan-akan pembatasannya sudah tidak ada, tetapi kalau ini pengurangan aja, pengurangan pembatasan," jelasnya.
Menurut Suharso, pengurangan pembatasan berarti masih memberlakukan larangan tertentu namun hanya dikurangi item aturannya sehingga masih ada pembatasan yang diberlakukan.
"Pengurangan pembatasan artinya masih ada yang dibatasi, itu penting," tegasnya.
Suharso juga mengungkapkan bahwa pihaknya masih melakukan kajian terkait pengurangan pembatasan tersebut.
Pihaknya masih melakukan penilain terhadap kondisi dan kesiapan masing-masing daerah yang berbeda-beda.
"Kita memang sedang melakukan kajian bagaimana itu dapat dilakukan dan bagaimana menilai sebuah daerah apakah itu provinsi, apakah kabupaten/ kota yang masing-masing tentu punya keadaan sendiri-sendiri," ujar Suharso.
Ia menyebutkan bahwa kondisi tiap daerah yang berbeda perlu diukur dengan seksama untuk menetapkan kebijakan yang sesuai dengan keadaan daerah.
"Cara mengukurnya, tentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan ada akuntabilitasnya," sambungnya.
Suharso kemudian kembali menegaskan bahwa pemerintah belum memberlakukan adanya relaksasi pembatasan sosial.
"Yang ada itu adalah pelonggaran transportasi publik," terangnya.
Lihat tayangan selengkapnya dari menit ke-01:17:
Wacana Penetapan Skenario New Normal
Terkait wacana skenario new normal, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku masih melakukan pengkajian.
Ia memastikan tidak akan ada pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam 2 minggu ke depan.
Airlangga juga menyebutkan bahwa nantinya akan ada penggolongan daerah sesuai kesiapan dan sisi etimologi yang telah diteliti.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyebutkan wacana tatanan kebiasaan baru atau yang disebut new normal.
Tatanan baru tersebut berkaitan dengan perilaku masyarakat pasca pandemi Virus Corona yang akan berubah karena harus hidup berdampingan dengan virus tersebut.
Hal ini berdasarkan pernyataan badan kesehatan dunia atau WHO yang menyatakan adanya kemungkinan virus ini menjadi endemik atau tidak akan pernah hilang dari tengah masyarakat.
Namun sejumlah masyarakat menjadi khawatir akan implementasi wacana tersebut dalam bentuk pelonggaran PSBB, karena dikhawatirkan dapat meingkatkan persebaran virus d tengah masyarakat.
• Sebut Unit Masyarakat Paling Bawah Menjadi Kunci Pengendali Virus Corona, Jokowi: Ini Penting Sekali
Dilansir Kompas.com, Senin (18/5/2020) Menko Perekonomian Airlangga angkat bicara terkait skenario new normal tersebut.
Ia menyatakan bahwa skenario tersebut masih dalam bentuk wacana dan belum akan diterapkan dalam waktu dekat.
Airlangga menyebutkan bahwa untuk mengatur kebijakan tersebut, masih memerlukan pengkajian lebih lanjut.
"Terkait dengan pengkajian yang dilakukan, (kami) masih melihat sektor maupun daerah. Tentu belum ada jadwal yang ditetapkan dan dalam 2 minggu ini tidak ada pelonggaran," terang Airlangga.
Menurut Airlangga, langkah selanjutnya akan ditentukan setelah seluruh kajian normal baru yang dilakukan 2 minggu ini terkumpul.
Nantinya, kesiapan skenario tersebut akan dibuat berdasarkan kapasitas kesehatan tiap daerah, kesiapan sektor publik, tingkat kedisiplinan masyarakat maupun respon publik terkait cara bekerja dan bersosialisasi di kondisi normal baru.
Kajian ini juga akan dibahas secara lebih mendetail dengan mempertimbangkan faktor kesiapan berbagai daerah dan kajian dari sisi etimologi.
Skenario ini nantinya juga akan memberikan golongan pada tiap - tiap daerah sesuai tingkat kesiapan di daerah tersebut.
Rencanya, akan ada 5 level yang disiapkan, yaitu level I krisis (daerah belum siap), level II parah, level III substansial, level IV moderat dan level V rendah.
"Nanti setelah teknis daerah dari segi kesehatan dan kesiapan (siap), baru nanti kami akan sampaikan tahapan-tahapan waktu yang tepat sesuai dengan protokol Covid-19. Yang ditegaskan, ini memerlukan kedisiplinan," terang Airlangga.
Hal ini sesuai arahan Presiden Jokowi yang mengisntruksikan jajarannya untuk membuat strategi khusus dalam realisasi skenario new normal.
Skenario ini dibuat sebagai upaya pemerintah untuk kembali menggerakkan perekonomian nasional setelah sempat melemah akibat terdampak pandemi Covid-19.
Menurut data yang didapatnya Airlangga menuturkan bahwa ada sekitar 55 persen atau 70 juta penduduk Indonesia yang bekerja di sektor informal sehingga merasakan imbas pandemi tersebut.
"Di perkotaan ada sekitar 30,5 juta, di pedesaan 40 juta. Keterbatasan pekerja informal ini dalam kaitannya untuk kehidupan keseharian. Oleh karena itu presiden minta dibuat strategi khusus agar kita bisa restart ekonomi," tandas Airlangga. (TribunWow.com/ Via)