Virus Corona
Curhat Guru di Mata Najwa, Mau Mudik karena Corona Sekaligus Takut: Sudah Dapat Label Pembawa Virus
Kebingungan dirasakan Hafid, guru asal Semarang yang kini kebingungan apakah harus menetap di Jakarta atau mudik pulang.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Hafid Priawitantio adalah seorang guru yang kini terjebak di Jakarta tanpa memiliki penghasilan lantaran pandemi Virus Corona (Covid-19).
Keinginan mudik sudah jauh ia miliki sebelum Presiden RI Joko Widodo menetapkan larangan mudik, Hafid pun menyanggupi syarat isolasi, dan karantina.
Di saat yang sama dirinya juga takut ingin mudik lantaran sudah mendapat cap pembawa virus apabila ia pulang ke Semarang nanti.

• Terdampak PSBB di Jakarta, Driver Ojek Online: Daripada Kita Kriminal Mendingan Kita Pulang Kampung
Dikutip dari acara Mata Najwa Rabu (29/4/2020), awalnya Hafid bercerita dirinya telah mendapat kontrak pekerjaan, dan seharusnya sudah bekerja.
Namun malang karena Covid-19, Hafid mengakui baru bisa mulai bekerja pada bulan Juli nanti.
Hafid mengatakan dirinya sendiri ingin taat terhadap aturan pemerintah.
Ia bahkan tidak mempermasalahkan apabila harus menetap di Jakarta.
"Sebenarnya kalau saya dari pribadi ingin menaati aturan pemerintah," kata Hafid.
"Jadi dalam arti kalau misalnya tidak mudik tidak masalah."
Tetapi ia tetap mengeluhkan tidak ada penghasilan karena pekerjaannya harus tertunda.
"Cuman permasalahannya dari sisi penghasilan," jelas Hafid.
"Karena seharusnya sudah bekerja tapi ditunda masa kerjanya, akhirnya penghasilannya juga ditunda," imbuhnya.
• Kemenhub Sebut Angkutan Mudik Gelap Ilegal, Minta Kepolisian Menindak: Silakan Saja Menawarkan
Mau Mudik Sekaligus Takut
Meskipun ingin mudik ke Semarang, Hafid juga takut.
Dirinya tidak ingin kepulangannya nanti justru membahayakan orang-orang karena tidak tahu telah terjangkit Covid-19 atau belum.
"Tadinya mikir mau mudik, cuman mudik pun dilarang," ujar Hafid.
"Kalau misalnya mudik juga ada kekhawatiran nyebar virus."
"Pemudik sendiri sudah dapat label pembawa virus."
"Jadi agak dilematis," sambungnya.
Hafid merasa bingung sebab untuk menetap di Ibu Kota ia yang kini hanya menempati kosnya yang berada di Kemayoran, Jakarta Pusat tanpa memilki penghasilan apapun.
"Kita mau mudik cuman sulit, tidak diperbolehkan, dan kalau misalnya bertahan di Ibu Kota juga, di sini juga penghasilan belum ada," ucap dia.
Jauh sebelum Presiden Jokowi melarang mudik, Hafid mengatakan dirinya sudah punya rencana untuk pulang ke Semarang.
Ia bahkan mengatakan dirinya siap menerima risiko karantina, dan isolasi sesampainya di Semarang nanti.
• Jika Ngotot Mudik Lewat Jalan Tikus, Pakar Agus Pambagio Peringatkan Maraknya Kriminalitas saat PSBB
Simak video berikut ini mulai menit ke-8.26:
Psikiater Ibaratkan Mudik Layaknya Kecanduan
Psikiater dr. Danardi Sosrosumihardjo Sp. KJ(K) menjelaskan soal perilaku masyarakat yang nekat mudik di tengah pandemi Virus Corona (Covid-19) timbul dari kebiasaan yang kemudian menjadi layaknya kecanduan.
Ia mengatakan apabila masyarakat tidak melakukan hal tersebut akan ada kecemasan, dan sesuatu yang kurang.
Dikutip dari YouTube Talk Show tvOne, Jumat (24/4/2020), awalnya presenter acara APA KABAR INDONESIA MALAM menanyakan apakah kebiasaan seperti mudik bisa ditahan.
Danardi menjelaskan bahwa manusia memang mahkluk yang ingin berkumpul.
Kemudian kebiasaan berkumpul juga terbentuk karena budaya yang telah berada sejak lama, dan terakhir adalah dorongan dari sisi agama yang membiasakan manusia melakukan kegiatan bersama-sama.
"Jadi betul bahwa manusia itu kan mahkluk sosial, harus berkumpul," kata Danardi.
"Dan manusia itu mahkluk budaya dimana sudah bertahun-tahun mempunyai suatu pola untuk berkumpul, juga mungkin secara religi bahwa mempunyai kebiasaan salat Tarawih misalnya, buka puasa bersama, termasuk juga nanti pulang kampung ketika lebaran."

Danardi menjelaskan untuk mengubah kebiasaan yang telah terbentuk sejak lama bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.
"Itu budaya yang sudah terpatri bertahun-tahun itu tentu tidaklah mudah untuk bisa diubah," ujarnya.
Cara untuk mengatasi masalah tersebut menurut Danardi harus terus dilakukan oleh pemerintah, pemimpin, dan ulama yang terus-terusan memberikan pengertian terkait pandemi Covid-19.
Danardi juga berharap masyarakat yang lain bisa ikut memberikan pengertian kepada orang yang tidak mengerti bahaya dari pandemi Covid-19.
Motivasi Nekat Mudik?
Selanjutnya presenter APA KABAR INDONESIA MALAM kembali menanyakan apa dorongan orang-orang yang nekat mudik, mengapa mereka bersikeras melakukan hal tersebut.
Danardi menjelaskan kebiasaan yang dimiliki oleh masyarakat dapat disamakan dengan sebuah kecanduan atau adiksi.
"Bahwa kalau saya sudah mempunyai suatu kebiasaan, seperti orang adiksi," kata dia.
Ia menjelaskan apabila rasa kecanduan tersebut tidak terpenuhi, manusia yang bersangkutan akan merasa cemas.
"Kalau tidak dilakukan ada suatu kecemasan, ada sesuatu yang kurang," ujar Danardi.
"Kok ini enggak saya lakukan ya, dan rasa tidak nyaman," imbuhnya.
Danardi menyimpulkan rasa kecanduan tersebut adalah faktor yang mendorong masyarakat nekat mudik meskipun sedang pandemi Covid-19.
"Itu yang menjadi (alasan) saya masih ingin tarawih, ingin silaturahmi, ingin mudik," tandasnya.
Lihat videonya mulai menit ke-awal:
(TribunWow.com/Anung)