Breaking News:

Virus Corona

Bansos Tak Merata, Pengamat Singgung Peluang Kerusuhan hingga Bunuh Diri: Yang Di-PHK Itu Frustrasi

Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah mengomentari soal pemberian bantuan sosial (bansos) bagi warga terdampak Virus Corona.

YouTube KompasTV
Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah dalam kanal YouTube Kompas TV, Rabu (29/4/2020). 

TRIBUNWOW.COM - Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah mengomentari soal pemberian bantuan sosial (bansos) bagi warga terdampak Virus Corona.

Dilansir TribunWow.com, Trubus Rahardiansyah menganggap tidak meratanya pemberian bansos bisa semakin meningkatkan angka kriminalitas.

Tak hanya itu, ia bahkan menyebut ada peluang terjadinya kerusuhan hingga bunuh diri, akibat frustrasi tak bisa mencukupi kebutuhan pokok, selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berlangsung.

Melalui tayangan YouTube KompasTV, Rabu (29/4/2020), Trubus Rahardiansyah mengatakan bansos harus disampaikan pada warga yang benar-benar membutuhkan.

Terminal Bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kampung Rambutan, Jakarta Timur, tampak sepi setelah dihentikan sementara pengoperasiannya, Jumat (24/4/2020). Penghentian operasional ini mengacu pada Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 Hijriah terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pemutusan mata rantai virus corona (Covid-19). Hanya bus trayek dalam kota yang bisa beroperasi di terminal ini. Warta Kota/Alex Suban
Terminal Bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kampung Rambutan, Jakarta Timur, tampak sepi setelah dihentikan sementara pengoperasiannya, Jumat (24/4/2020).  (Warta Kota/Alex Suban)

Menolak Diisolasi, Pasien Positif Virus Corona di Mataram Ini Justru Nekat Salat Tarawih di Masjid

Kritik WNA Keluar-Masuk RI di Tengah Corona, MUI: Kita Sedang Berjuang Memutus Rantai Penularan

Meningkatnya angka kriminalitas beberapa waktu terakhir menurutnya menjadi wujud ketidakadilan pemerintah dalam pemberian bansos.

"Menurut saya yang harus disiapkan adalah mengenai kepastian adanya bansos itu sampai tepat sasaran kepada pihak yang membutuhkan," jelas Trubus.

"Karena ini kalau nanti tidak sampai, atau dalam bahasanya itu tidak ada keadilan, nanti muncul kriminalitas."

Lantas, ia pun menyinggung peluang terjadinya kurusuhan selama PSBB jika kebutuhan pokok warga tak dipenuhi.

Menurut Trubus, banyak warga yang mengalami frustrasi akibat angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus meningkat.

"Karena selama ini kita misalnya sejak PSBB di Jabodetabek dan sekitarnya kan sudah meningkat tajam," jelas Trubus.

"Nah ini jangan sampai nanti meningkat ke kerusuhan kan. Karena kebanyakan orang-orang yang di-PHK itu juga mengalami frustrasi agresif."

Sungai Terkotor di Dunia Jadi Jernih sampai Airnya Bisa Diminum karena Lockdwon saat Pandemi Corona

Lebih lanjut, Trubus juga menyoroti banyaknya warga yang melukai diri sendiri bahkan sampai bunuh diri selama PSBB berlangsung.

"Ini kan juga menimbulkan kriminalitas, kemudian juga ada hal-hal yang terkait dengan ada yang melukai diri sendiri," terang Trubus.

"Kayak di Jakarta Barat ada yang bunuh diri."

Karena itu, menurut Trubus bansos harus disampaikan secara merata dan tepat sasaran.

Ia mengatakan, hingga kini banyak warga terdampak Virus Corona yang belum mendapatkan bansos tersebut.

"Ini kan satu hal yang perlu diantisipasi supaya bansos-bansos yang selama ini banyak yang menerima, banyak juga yang belum menerima, ini menjadi hal yang perlu diperhatikan," imbuhnya.

Melanjutkan penjelasannya, Trubus lantas mengevaluasi jalannya PSBB di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya.

Secara gamblang, ia menyebut PSBB belum berjalan efektif.

"Menurut saya evaluasi yang paling pokok adalah bagaimana penegakan hukum ini menjadi prioritas."

"Karena tanpa itu PSBB yang berjalan selama ini kan kurang efektif, di maa kemudian publik itu mobilitasnya masih tinggi," tukasnya.

Virus Corona di Italia Disebut Lebih Dominan Berefek pada Pria daripada Wanita, Ini Penjelasannya

Simak video berikut ini menit ke-20.24:

Data Penerima Tak Terintegrasi

Di sisi lain, sebelumnya Wakil Menteri Desa PDTT, Budi Arie Setiadi angkat bicara terkait data penerima bantuan sosial Covid-19 antara kementerian satu dengan yang lain dinilai sebagain pihak tidak terintegrasi.

Wamendes dengan tegas menyatakan, bahwa anggapan seperti itu salah kaprah.

Sebab, data pemerintah pusat yang digunakan untuk menyalurkan bantuan tersebut menggunakan satu data.

 8 Warga dari Jakarta Nekat Mudik ke Cilacap, Positif Corona seusai Tahu Anggota Keluarga Meninggal

Hal tersebut disampaikan oleh Wamendes di kanal Talk Show tvone, Rabu (30/4/2020).

Secara khusus, Wamendes meminta untuk tidak membenturkan antara Kemendes dan Kemensos yang seolah-olah memiliki data yang berbeda.

Padahal, data yang digunakan adalah satu yaitu, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Ia menekankan, Kemendes tidak punya data lain selain data tersebut.

"Jangan dibenturkan di antara kita, enggak ada data Kemendes data Kemensos," ujar Budi Arie seperti dikutip TribunWow.com.

"Kita menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) itu satu data."

"Kemendes enggak punya jadi jangan dibenturin di antara instasi di pemerintah, jadi kita menggunakan DTKS yang itu ada di Depsos," tambahnya

 Minta Diberi Kepercayaan soal Bansos Corona, Ganjar Pranowo: Mohon Maaf Tanpa Abaikan Akuntabilitas

Lebih lanjut, Wamendes menyampaikan, bahkan untuk penyaluran BLT Kemendes juga mengacu pada data tersebut.

Hal itu tidak lain agar, tidak ada tumpang tindih atau rapel bantuan yang didapatkan masyarakat.

"Bahkan Kemendes juga mengacu ke sana karena penerima Bantuan Lansung Tunai Dana Desa itu yang tidak menerima PKH, dan bantuan pangan non tunai," ucap Budi.

"Supaya jangan ada dobel-dobel, makanya kita pakai satu data DTKS," terangnya.

"Jadi tidak bener kalau ada data bermacam-macam, itu sangat tidak tepat," tambahnya.

Meski demikian, pihaknya tak menampik bahwa Data Terpadu Kesejahteraan Sosial itu memang belum diperbarui hampir dalam kurun waktu satu dekade.

"Nah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial itu, memang harus diakui sejak 2011 itu belum di-update sampai hari ini," terang Budi.

Meruntut sumbernya, DTKS sendiri berasal dari pendataan di tingkat paling bawah.

Oleh karenanya, Budi kembali menambahkan bahwa pemerintah pusat hanya mengkonsolidasi data-data yang diperoleh dari bawah tersebut.

Bahwa pada perjalanannya memang ada masalah yang muncul, karenanya ia meminta untuk semua tingkatan juga pemerintahan merevisi hal tersebut.

"Nah sekarang pertanyaannya, dari mana DTKS itu berasal, itu dari bawah, dari RT, RW, Desa,Kelurahan Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi, nasional," tutur Budi.

"Pemerintah pusat ini kan mengkonsolidasi data itu, yang diperoleh dari bawah. Karena yang tahu kondisi paling bawah itu kan RT."

"Nah karena itu ketika problem data itu muncul, itu kita harus sama-sama merevisi itu semua," tandasnya. (TribunWow.com)

Tags:
Virus CoronaPemutusan Hubungan Kerja (PHK)Bantuan Sosial (Bansos)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved