Virus Corona
Tolak Penghentian KRL akibat Corona, Jokowi Blak-blakan Ungkap Alasannya: Itu yang Saya Enggak Bisa
Presiden Joko Widodo mengungkap konsekuensi yang harus ditanggung pemerintah daerah jika menginginkan penghentian sementara kereta rel listrik (KRL).
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap konsekuensi yang harus ditanggung pemerintah daerah (pemda) jika menginginkan penghentian sementara kereta rel listrik (KRL).
Dilansir TribunWow.com, Jokowi mengatakan bahwa pemerintah daerah harus menanggung semua kebutuhan warga jika menginginkan penutupan KRL.
Karen itu, Jokowi meminta daerah mencarikan solusi lain jika seluruh warganya dilarang pergi ke wilayah DKI Jakarta.

• Riza Patria Tutup 23 Perusahaan yang Ngeyel saat PSBB: Pak Anies Lebih Maju Minta KRL Dihentikan
• Haris Azhar Ungkap Kelebihan Jokowi Tangani HAM, Refly Harun: Saya Pikir Positifinya Minim Sekali
Melalui tayangan Mata Najwa, Rabu (22/4/2020), Jokowi mengaku akan memberikan izin penutupan KRL jika pemerintah daerah sanggup menanggung kebutuhan semua warganya.
"Kalau daerah-daerah mau mempersiapkan dan mau menanggung dari keputusan yang diminta itu akan kita berikan," ucap Jokowi.
"Artinya, pekerja harian yang naik KRL, buruh-buruh harian yang naik KRL, pedagang asongan yang mendapatkan nafkah dari naik KRL karena naik KRL sangat murah."
Jokowi menilai, pemerintah daerah tak seharusnya meminta penutupan KRL jika tak siap dengan tanggungan yang harus dipenuhi.
Karena itu, hingga kini ia meminta daerah mempersiapkan terlebih dulu semua bantuan sosial yang dibutuhkan masyarakat.
"Itu ditanggung oleh mereka, dijamin oleh mereka dengan bantuan sosial yang baik, saya berikan," terang Jokowi.
"Iya, karena mereka meminta mestinya tidak hanya meminta, menyiapkan juga bantalan sosial safety net, jaring pengamannya disiapkan dulu."
• Di ILC, Rizal Ramli Kritik Pemerintah terkait Corona: Hingga Awal Maret Masih Sibuk Membantah
Lebih lanjut, Jokowi mengimbau pemerintah tak hanya meminta penutupan KRL, namun juga mempertimbangkan risikonya.
"Jangan hanya meminta, dihentikan kemudian ya sudah masyarakat dibiarkan cari sendiri," kata Jokowi.
"Enggak bisa seperti itu, itu yang saya enggak bisa. Bukan masalah kebijakannya, tidak, bukan itu."
Sebagai alternatif, Jokowi menyarankan pemerintah daerah menyiapkan armada bus untuk mengangkut warganya yang akan bekerja di wilayah DKI Jakarta.
Hal itu dinilainya lebih efektif ketimbang membiarkan warga berdesak-desakan di KRL.
"Enggak apa-apa dihentikan, tapi kesiapan mereka, siapkan dulu bantuan sosial untuk mereka," ujar Jokowi.
"Atau kalau tidak saya kemarin menyampaikan, kalau ada bus siapkan bus agar tidak berdesakan di KRL, tapi busnya juga diisi separo saja jadi ada physical distancing di situ."
Lantas, Jokowi menyebut solusi perlu dipersiapkan agar tak memunculkan masalah baru di kemudian hari.
"Jadi ini memberikan solusi, kalau kebijakan yang tidak memberikan solusi itu akan memunculkan masalah yang baru," tukasnya.
Simak video berikut ini menit ke-7.55:
Alasan Tak Lakukan Lockdown
Pada kesempatan itu, sebelumnya Jokowi menjelaskan mengapa pemerintah tidak menerapkan lockdown di Indonesia untuk mengatasi pandemi Virus Corona (Covid-19).
Jokowi pertama memaparkan bahwa Jakarta membutuhkan dana sebesar Rp 550 miliar per hari untuk menghidupi masyarakat apabila diberlakukan lockdown.
Ia juga mengatakan sampai saat ini belum ada negara yang berhasil mengatasi Covid-19 lewat solusi lockdown.
• Najwa Shihab Singgung Jalan Masih Ramai meski PSBB, Jokowi: Aktivitas Bisa Dilakukan tapi Jaga Jarak
Dikutip dari wawancara eksklusif Jokowi dengan presenter kondang Najwa Shihab, Senin (21/4/2020), awalnya Najwa menanyakan bagaimana tanggapan Jokowi terhadap orang-orang yang mau tidak mau harus keluar untuk bekerja.
RI 1 menjawab memang pilihan yang sulit bagi masyarakat untuk berdiam diri di rumah menghindari Covid-19, atau tetap pergi keluar untuk bekerja.
"Itu memang pilihan-pilihan yang semuanya tidak enak," kata Jokowi.
"Dan kita semuanya harus menyadari bahwa di luar itu masih banyak."
Ia kemudian memaparkan sejumlah pekerjaan yang mau tidak mau harus keluar bekerja di tengah pandemi Covid-19.
"Buruh harian, pekerja harian, pedagang-pedagang asongan, ini hidupnya harian," kata dia.
Jokowi mengatakan keputusan mengenai para pekerja tersebut harus diambil secara hati-hati, supaya tidak menimbulkan masalah baru.
"Ini juga yang harus menjadi hitungan, kalkulasi kita, jangan sampai kita ingin menyelesaikan sebuah masalah, tapi muncul masalah baru yang lain, yang lebih besar, kalau kita tidak hitung, dan kalkulasi," jelasnya.
• Evaluasi 13 Hari PSBB DKI Jakarta, Pengamat Kebijakan Publik Soroti Aturan dan Ketegasan Aparat
Tak Ada Lockdown yang Sukses
Kemudian Najwa menanyakan kepada Jokowi, apakah anggaran pemerintah cukup untuk mengayomi masyarakat selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan.
Najwa menyinggung PSBB tidak mengharuskan pemerintah menjamin kehidupan rakyat.
Ia bahkan mengibaratkan PSBB layaknya karantina wilayah gratisan, dimana pemerintah tidak memilki tanggung jawab untuk menyuplai bantuan kepada masyarakat.
Jokowi menjawab bahwa karantina wilayah adalah hal yang sama dengan lockdown, dimana transportasi dimatikan total, dan masyarakat harus di rumah.
"Kalau yang namanya karantina wilayah itu kan sama dengan lockdown," kata dia.
"Artinya apa? Masyarakat harus hanya di rumah, bus berhenti enggak boleh keluar, taksi berhenti, ojek berhenti, pesawat berhenti, kereta api berhenti, MRT berhenti, KRL, semuanya berhenti, hanya di rumah," lanjutnya.
Jokowi mengaku, dirinya pernah memperhitungkan apabila Jakarta diberlakukan lockdown, pemerintah membutuhkan Rp 550 miliar untuk memastikan semua kebutuhan masyarakat tercukupi.
"Untuk Jakarta saja pernah kami hitung-hitungan per hari membutuhkan Rp 550 miliar, hanya Jakarta saja," terangnya.
"Kalau Jabodetabek tiga kali lipat, itu per hari." (TribunWow.com)