Kabar Tokoh
Sudjiwo Tedjo Samakan Tokoh Semar dengan Gus Dur: Semenjak Dia Meninggal Saya Tak Pakai Semar Lagi
Pedalang Sudjiwo Tedjo merasa karakter dalam pewayangan, Semar seperti Presiden ke-5 Indonesia, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Penulis: Mariah Gipty
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Pedalang Sudjiwo Tedjo merasa karakter dalam pewayangan, Semar seperti Presiden ke-5 Indonesia, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Hal itu diungkapkan Sudjiwo Tedjo melalui acara 1 Hari, 1000 pesan di TV One yang tayang pada Sabtu (19/4/2020).
Sudjiwo Tedjo mengatakan dirinya sudah menyukai tokoh Semar sejak kanak-kanak.
• Pernah Iklan Dukung Jusuf Kalla dalam Pilpres 2009, Sudjiwo Tedjo: Sampai Sekarang Aku Masih Dibully
"Dulu waktu anak-anak saya suka ksatria-ksatria terus makin lama, makin lama saya ngefans pada Semar ini."
"Menurut aku di Indonesia yang layak jadi Semar, tapi sudah meninggal tapi, Gus Dur," ujar Sudjiwo Tedjo.
Pada saat Gus Dur meninggal, ia yang biasa menulis serial Punakawan di surat kabar Jawa Pos langsung berhenti menampilkan tokoh Semar.
"Jadi saya pernah nulis serial Wayang di Jawa Pos ada Semar, Gareng, Petruk, ada Punokawan itu."
"Nah sejak Gus Dur meninggal pada 2009 kalau enggak salah saya sudah enggak pakai tokoh Semar lagi," katanya.
Dengan kematian Gus Dur, menurutnya Semar juga sudah tiada di Indonesia.
"Karena bagi saya Semar sudah tidak ada di Indonesia," sambungnya.
• Sudjiwo Tedjo Ungkap Alasan Pernah Dukung Jusuf Kalla pada Pilpres 2009: Wallahi Enggak Dibayar
Seniman kelahiran Jember ini mengaku, mengidolakan Semar karena tokoh itu selalu bersembahyang kapanpun dan di manapun.
"Kenapa kok Semar? Karena dia itu sembahyangnya enggak pakai waktu."
"Kalau Krisna itu sembahyangnya ada waktunya, Puntadewa itu ada waktunya, ada sanggarnya, ada sanggar pamujannya, ada tempat ibadahnya, ada masjid, ada gerejanya," jelas Sudjiwo.
Menurut Sudjiwo Tedjo, semua pekerjaan merupakan bagian dari sembahyang.
"Semar itu sembahyang itu enggak pakai waktu dan di mana saja, itu kenapa favorit."
"Jadi kamu lagi wawancara ini bagi saya kamu lagi sembahyang, kamu menjalankan hidupmu."
"Tadi temen-temen lagi nabuh gamelan itu lagi sembayang juga, sinden yang lagi nyinden bagi saya itu lagi sembahyang mensyukuri bakat yang dikasihkan sebagai sinden," cerita Sudjiwo.
• Sudjiwo Tedjo Andaikan Dirinya Jadi Presiden: Kita Enggak Fokus Sekarang, Enggak Ada Ikatan
Sudjiwo mengatakan bahwa apapun yang dilakukan di dunia adalah sembahyang
"Ini enggak ada jadwal-jadwalnya gitu loh, 'sebentar aku mau sembahyang dulu', enggak dia ketawanya bagian dari sembahyang, nangisnya bagian dari sembahyang, seluruh hidupnya sembahyang."
"Seperti lagunya Bimbo Salatku dari buaian sampai ke liang kubur," ucap dia.
Lihat videonya mulai menit ke-55:50:
Jika Jadi Presiden
Dalam program tersebut, Sudjiwo juga sempat berandai-andai jika menjadi seorang presiden.
Terkait hal tersebut, Sudjiwo Tedjo merasa dirinya belum cocok menjadi presiden.
• Peta Sebaran Virus Corona di Indonesia, Bali dan DIY Relatif Landai, Jakarta Hampir Tembus 3 Ribu
Meski demikian, ungkap Sudjiwo Tedjo, jika menjadi presiden maka ia akan bertemu dengan orang-orang dari berbagai kelangan.
"Aku tidak punya potongan jadi presiden, aku jadi seniman saja," kata Sudjiwo Tedjo awalnya.
"Tapi kalau kalian paksa berandai-andai jadi presiden, yang aku tawarkan adalah aku ketemu milenial-milenial, aku ketemu orang tua-orang tua kayak aku mendalang," sambungnya.
Jika menjadi presiden, ia mengaku akan mengajak rakyatnya untuk membangun masa depan Indonesia bersama-sama.
"Kalau aku di band yang datang milenial, kalau aku mendalang itu dari anak kecil, sampai milenial, sampai kakek-kakek."
"Nah aku akan temuin seperti mendalang, aku akan ngomong bahwa yuk kita bikin masa depan Indonesia," ujar dia.
Namun dijelaskannya, Sudjiwo Tedjo ingin membangun bangsa dengan satu tujuan yang jelas.
"Misalkan kita bikin negeri pariwisata, atau kita bikin negeri ilmu pengetahuan, atau kita bikin negeri wisata tasawuf. Jadi harus satu saja, enggak macam-macam," ucap Budayawan kelahiran Jember ini.

• Update Virus Corona di Dunia 19 April 2020: Total Kasus 2.323.759, Jumlah Pasien di AS 4 Kali Italia
Ia lantas mencontohkan, dengan menjadikan masa depan Indonesia fokus menjadi negara pertanian.
"Mau jadi negara pertanian, fokus. Kalau mau jadi negara pertanian oke pertanian. Misalkan Indonesia negara lumbung pangan dunia."
"Kita fokus. IPB, ITB, penelitian-penelitian ke situ semua," jelasnya.
Menurutnya, Indonesia kini tidak fokus dalam membangun bangsa.
"Menurutku kita enggak fokus sekarang, enggak ada ikatan kita mau ke mana. (Seharusnya) yang lain-lainnya kembangan, (jika fokus di pertanian) wisatanya wisata pertanian, itu kita kembangin, tapi ada tujuan yang jelas," ungkapnya.
"Konsep bangsa di masa depan adalah suatu kerumunan orang di ruang dan waktu tertentu yang diikat oleh tujuan," ucapnya.
• Kisah Anak yang Ditinggal Ibu dan Neneknya karena Corona, sang Ayah saat Ini Tengah Dirawat
Lalu, ia mencontohkan masa kepimpinan Presiden Soekarno yang fokus untuk kemerdekaan bangsa.
"Kalau dulu yang dipegang oleh Soekarno adalah suatu kaum yang mengalami penderitaan yang sama dalam kurun waktu tertentu," ujar dia.
Sudjiwo menilai, bangsa itu adalah fiksi yang harus dirawat dengan cara adanya kesamaan tujuan dari seluruh warganya.
"Intinya mari ikat sebuah bangsa, bukan suku dia bukan darah kita, karena suku itu konkrit. bangsa itu rekayasa, bangsa itu fiksi."
"Karena fiksi maka harus dirawat. Nah itu yang akan mengikat kita, kalau aku jadi Presiden," jelas dia.
Lihat videonya mulai menit ke-53:32:
(TribunWow.com)