Virus Corona
Dari Istilah Lockdown hingga PSBB, Agus Pambagio Kritik Penanganan Corona, Kebijakan Berkelok-kelok?
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio angkat bicara soal penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) DKI Jakarta.
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio angkat bicara soal penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) DKI Jakarta.
Dilansir TribunWow.com, Agus Pambagio menilai pemerintah terlalu berkelok-kelok dalam membuat kebijakan terkait penanganan Virus Corona.
Melalui tayangan YouTube Kompas TV, Rabu (8/4/2020), Agus Pambagio menilai karantina wilayah lebih baik diterapkan ketimbang PSBB.

• PSBB DKI Segara Dimulai, Anies Baswedan Pastikan Ojek Diizinkan Beroperasi, Begini Syaratnya
• Pemerintah Akan Luncurkan Kartu Pra Kerja, Menaker: Diberikan pada yang Terdampak PHK dan Dirumahkan
Meskipun begitu, ia mengaku akan mendukung apapun keputusan pemerintah terkait penanganan Virus Corona.
"Lambat tidak, tapi berkelok-kelok," ujar Agus.
"Saya setuju dengan IDI juga bahwa sebaiknya kan dikarantina. Tapi ya sudah, saya akan dukung apapun keputusan pemerintah."
Menurut Agus, kini masyarakat justru disibukkan dengan penggunaaan istilah penanganan Virus Corona.
Dari awalnya istilah lockdown hingga akhirnya sah PSBB diterapkan di DKI Jakarta.
"Tapi ada beberapa hal, kalau Anda katakan gubernur Jakarta empat hari itu karena waktu diajukan keputusan menteri kesehatan belum keluar, jadi itungannya memang dua hari maksimum," ujar Agus.
"Jadi kita itu sibuk dengan definisi sebuah istilah, lockdown lah, karantina, kemudian social distancing, terus PSBB."
• BREAKING NEWS - Jokowi Putuskan ASN, TNI, Polri, dan Pegawai BUMN Dilarang Mudik
Agus menilai, istilah kebijakan yang berubah-ubah justru membuat masyarakat kebingungan.
Tak hanya itu, menurutnya hal itu juga menimbulkan perdebatan publik.
"Itu kan lama proses muter-muter, masyarakatnya kan bingung," kata Agus.
"Dan perdebatan juga di publik juga hal itu, ini sebetulnya sudah kritis sekali."
Terkait hal itu, Agus lantas mengungkit usulannya kepada pemerintah sebelum Virus Corona menyebar seperti sekarang.
Ia menyatakan, pemerintah sempat keberatan menutup sejumlah bandara dengan alasan tak mau menolak kedatangan turis mancanegara.
"Saya inget betul ketika saya mengingatkan supaya menutup bandara Manado, Denpasar, itu akhir Januari," ucap Agus.
"Karena turis China masuk Indonesia dari 3 bandara itu, alasannya karena ini turis. Ya sudah saya biarkan saja dan akhirnya kan merebak."
• Kisah Warga Bertetangga dengan Orang Positif Corona, Saling Bantu Suplai Makanan bagi sang Pasien
Lebih lanjut, Agus pun menyoroti aksi sejumlah kepala daerah yang mengambil keputusan mandiri untuk mencegah penyebaran Virus Corona di wilayahnya.
Menurut dia, aksi sejumlah kepala daerah itu bukanlah bentuk pembangkangan terhadap imbauan presiden.
Namun bentuk perlindungan diri dari wabah Virus Corona.
"Iya, betul. Jadi tadinya saya pikir ada pembangkangan karena presiden bilang 'Harus ikut saya keputusannya'," kata Agus.
"Tapi mereka 'Saya bisa pahami, mereka harus melindungi diri juga. Kalau semua dari Jakarta masuk ke sana yang repot adalah daerah sekitar Wonogiri, Brebes dan sebagainya."
Simak video berikut ini menit ke-44.58:
Komentar Refly Harun
Pada kempatan lain, sebelum kebijakan PSBB tersebut mendapat kritikan dari sejumlah pihak, satu di antaranya Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun.
Ia menganggap, PSBB yang tak kunjung diberlakukan akan menyebabkan peningkatan angka kematian akibat Virus Corona.
Melalui tayangan Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (7/4/2020), Refly Harun menyatakan undang-undang penanganan Virus Corona terlalu birokratis.
• Penjelasan Yasonna Laoly soal Napi Koruptor juga Rawan Terjangkit Corona: Bang Karni, Ini Realitas
Ia menilai, alur undang-undang tersebut terlalu berbelit-belit untuk dilakukan dalam kondisi darurat seperti wabah Virus Corona.
"Undang-undang Permenkes (Nomor) 9 (Tahun) 2020, terlalu birokratis menurut saya, kenapa?," ucap Refly.
"Karena pernyataan PSBB lagi-lagi hanya PSBB, itu harus diajukan dulu oleh gubernur, bupati, wali kota."
Terkait hal itu, Refly lantas menyinggung perjuangan Anies Baswedan untuk mendapatkan izin PSBB dari Kementerian Kesahatan.
Ia menyebut Anies Baswedan diharuskan melengkapi data sebelum bisa menerapkan PSBB di DKI Jakarta.
"Dan disertai data-data dan lain sebagainya, konon sebanarnya DKI datanya belum lengkap," kata Refly.
"Tapi karena mungkin ada desakan masyarakat, opini publik yang mengatakan pemerintah lambat, ada reivalitas dan lain sebaainya."
• Di ILC, Refly Harun Kritik Yasonna Laoly soal Remisi Napi Koruptor: Overload Lapas Kan Masalah Laten
Refly menilai, hal-hal birokratis seperti itu tak selayaknya diterapkan dalam kondisi darurat seperti wabah virus Corona.
Lantas, Refly pun mengkritik pemberlakuakn PBB DKI Jakarta yang baru dimulai pada Jumat (10/4/2020).
"Jadi diteken saja, menurut saya aneh kalau ada deklarasi kedaruratan kesehatan masyarakat tapi kok pelaksanaannya birokratis," kata Refly.
"Bahkan untuk DKI ini PSBB baru akand iterapkan tanggal 10 April (2020). Artinya tindakan kita dalam menghadapi Covid-19 ini baru dilakukan 10 April (2020) yang resmi."
Menurut Refly, penerapan PSBB DKI Jakarta itu terbilang lambat mengingat penyebaran Virus Corona semakin meluas.
"Yang lainnya imbauan semua, yang bisa dituruti bisa enggak," ujarnya.
"Bayangkan coba, yang namanya virus ini sudah berkeliaran ke mana-mana tapi tindakan resmi pemerintah pusat dan pemerintah daerah baru akan diambil 10 April (2020) secara faktual."
Tak hanya itu, jumlah korban Virus Corona yang semakin bertambah seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah mempercepat pemberlakuan PSBB di DKI Jakarta.
"Kalau peraturan perundang-undangan oke, itu kan baru dasar hukum atau payung hukum," jelasnya.
"Baru 10 April (2020) coba bayangkan, padahal angka yang mati sudah banyak, yang terpapar juga sudah banyak." (TribunWow.com)