Virus Corona
Jokowi Pilih PSBB untuk Hindari Tanggung Jawab Beri Pangan Rakyat? Zainal Arifin: Mungkin Ya
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil langkah PSBB (Pembatasan Sosial Skala Besar) untuk mencegah penyebaran Virus Corona.
Penulis: Mariah Gipty
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil langkah PSBB (Pembatasan Sosial Skala Besar) untuk mencegah penyebaran Virus Corona.
Namun, langkah tersebut menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Banyak pihak bertanya-tanya mengapa Jokowi tidak memilih langkah untuk melakukan karantina wilayah.
• MUI Minta Warga Tak Menolak Pemakaman Jenazah Pasien Virus Corona: Harus Bisa Menerima
Tak sedikit orang yang menduga bahwa langkah tersebut diambil karena pemerintah tidak mau menanggung pangan rakyat.
Di acara Satu Meja The Forum Kompas TV pada Rabu (3/2/2020), Pakar Tata Hukum Negara, Zainal Arifin Mochtar menilai bahwa semua kemungkinan bisa terjadi.
Apalagi menurutnya, pemerintah tidak menjelaskan secara detail mengapa mengambil langkah PSBB.
"Mas Zainal melihat apakah Presiden kemudian memilih PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) ini menghindari tanggung jawab negara, misalnya memilih karantina wilayah harus menanggung pangan warganya termasuk juga dengan ternak sesuai dengan pasal 59 undang-undang kekarantinaan kesehatan?," tanya presenter.
"Kalau bicara soal mungkin, pasti mungkin ya tapi apakah sebenarnya alasan sesungguhnya di balik politik hukum memilih PSBB itu sendiri tidak paham."
"Karena apa? Karena itu sendiri tidak dibicarakan secara detail," jawab Zainal.
Jika karantina wilayah disebut menghindari tanggung jawab negara, namun yang membuatnya bertanya pemerintah juga telah memberikan bantuan sosial hingga Rp 405, triliun meski memilih PSBB.
Sehingga, menurutnya yang menjadi masalah adalah persoalan informasi.
• Virus Corona Merebak, Luhut Pandjaitan Sebut Libur Mudik Lebaran Kemungkinan Mundur Akhir Tahun
"Maksud saya adalah menghindari tanggung jawab dari situ toh negara juga menggolontorkan sekitar 405 triliun yang terbagi-bagi."
"Bagi saya soalan informasi saja yang memang agak mengagetkan di ujungnya," ujar Zainal.
Selain itu, Zainal bingung mengapa PSBB dipilih sedangkan pengontrolan jauh lebih mudah dilakukan jika pemerintah memilih karantina wilayah.
"Padahal di karantina wilayah ini tentu penegakan hukum jauh lebih mudah karena pengontrolan jauh lebih mudah dilakukan karena pembatasaan-pembatasan yang terjadi," ujarnya.
Selain itu, ia juga bingung dengan pernyataan pemerintah yang menyebut darurat sipil adalah opsi terakhir penanganan Virus Corona.
"Tapi yang ternyata dipilih PSBB tapi kemudian di ujungnya semacam kayak ancaman Darurat Sipil ini yang logikannya agak beda," lanjutnya.
• Pemerintah Tetapkan Warga yang Mudik Berstatus ODP, Fadjroel Rachman: Wajib Isolasi Mandiri 14 Hari
Lihat videonya mulai menit ke-29:12:
Jubir Jokowi Ungkap Darurat Sipil Opsi Terakhir
Juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni Fadjroel Rachman mengatakan bahwa darurat sipil adalah opsi terakhir pemerintah terkait pencegahan penyebaran Virus Corona.
Hal itu diungkapkan Fadjroel Rachman melalui sambungan telepon Sapa Indonesia Malam Kompas TV pada Senin (30/3/2020).
Darurat Sipil adalah keadaan bahaya yang ditetapkan oleh Presiden di seluruh atau sebagian wilayah.
• Guru Besar UI Sarankan Warga Nekat Tak Terapkan Social Distancing Didenda: Masukin Penjara Tak Cukup

Meski demikian, Fadjroel mengatakan bahwa Jokowi yakin pembatasan sosial berskala besar cukup untuk menangani penyebaran Virus Corona.
"Jadi presiden mengatakan pembatasan sosial berskala besar dan pendisiplinan hukum ini sudah cukup kita jalankan hingga pandemi Covid-19 ini nanti dicabut oleh organisasi kesehatan dunia (WHO)," ujar Fadjroel.
Lalu, Aiman sebagai presenter bertanya kondisi apa yang membuat presiden bisa saja menetapkan darurat sipil.
"Saya garis bawahi tadi Bung Fadjroel tadi bahwa ada physycal distancing atau pembatasan sosial yang diperluas, kemudian ada penegakan hukum yang kemudian juga berpotensi dilakukan."
"Terakhir, ketika dua ini kedua ini tidak efektif maka dilakukan darurat sipil. Berikan pada kami informasi pada publik yang mana kemudian bisa menjadi batas bahwa langkah pertama akan dilanjutkan langkah kedua, lalu akan dilanjutkan langkah ketiga, hingga darurat sipil," tanya Fadjroel.
Ditanya demikian, Fadjroel justru mengatakan bahwa pembatasan sosial dan pendisilinan hukum saat ini sudah cukup.
• Kultur Warga Indonesia Disebut Ganjar Pranowo Hambat Karantina Corona: Masyarakatnya Sering Kumpul
"Sampai hari ini Presiden Joko Widodo menganggap apa yang dikerjakan oleh pemerintah sudah cukup dengan pembatasan sosial berskala besar dan pendisiplinan hukum yang dijalankan melalui maklumat Kapolri dengan berbasis KUHP," ujarnya.
Lalu, Fadjroel mengatakan bahwa polisi sudah melakukan pembubaran kerumunan hingga puluh ribuan kali.
"Hingga Minggu, 29 Maret 2020 dilaporkan oleh Kapolri misalnya, pendisiplinan hukum denngan pembubaran kerumunan sudah berjumlah 10.424 kegiatan," ungkapnya.
Sehingga, Jokowi menilai pembatasan sosial dirasa cukup sebelum melangkah ke darurat sipil.
"Sehingga Presiden Joko Widodo berharap hal ini, pendisiplinan hukum ini sudah cukup, sehingga kita tidak perlu melompat kepada langkah terakhir yaitu apa yang disebut Darurat Sipil," ujar Fadjroel.
Ia menegaskan bahwa pemerintah berharap jangan sampai melakukan darurat sipil yang bisa kekacauan seperti yang terjadi di India sekarang.
"Kita memang berharap tidak melangkah ke arah sana, tidak berharap akan terjadi semacam kerusuhan sosial yang sekarang terjadi melalui lockdown seperti di India," jelas Fadjroel.
• Anies Sebut 283 Warga Dimakamkan Sesuai dengan Protokol Corona: Itu Warga Kita yang Bulan Lalu Sehat
Lihat videonya mulai menit ke-3:00:
(TribunWow.com/Mariah Gipty)