Omnibus Law
Aksi Demo Gejayan Memanggil Tolak Omnibus Law, Berikut Peraturan yang Sempat Jadi Sorotan
Dalam aksi demo Gejayan Memanggil yang diselenggarakan pada hari Senin (9/3/2020), memuat agenda untuk menolak pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Dalam aksi demo Gejayan Memanggil yang diselenggarakan pada hari ini, Senin (9/3/2020), memuat agenda untuk menolak pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja.
Penolakan tersebut juga sempat digaungkan oleh serikat buruh dan mahasiswa di Jakarta pada Senin (20/1/2020).
Menurut mereka, Omnibus Law Cipta Kerja tersebut mengesampingkan kepentingan rakyat karena terlalu berpihak pada investor.

• Aksi Gejayan Memanggil, Massa Mulai Ramai Berdatangan Tuntut RUU Omnibus Law Cipta Kerja
Dilansir Tribunjogja.com Senin (9/3/2020), Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) yang mendalangi diadakannya aksi Gejayan Memanggil menyerukan mengenai penolakan tersebut melalui humasnya, Kontra Tirano.
"Sudah waktunya masyarakat bersikap dan menggelar aksi menolak Omnibus Law (Cipta Kerja). Pemerintah hingga saat ini tak ada sosialisasi yang jelas dan rinci terkait RUU itu," tegas Kontra Tirano.
"Omnibus Law (Cipta Kerja) juga dibuat dengan melanggar hukum. Prosesnya tidak transparan, melibatkan satgas yang syarat kepentingan"
"Omnibus Law (Cipta Kerja) hanya akan membuat rakyat semakin miskin serta tergantung pada mekanisme kebijakan ekonomi yang memperdalam jurang kesenjangan sosial," imbuhnya.
Sementara dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Senin (9/3/2020), beberapa peraturan yang menjadi kontroversi tersebut antara lain adalah Pasal 78 yang tertuang dalam omnibus law Bab IV soal Ketenagakerjaan.
Dalam pasal 78 nomor 1 poin b disebutkan, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 4 jam dalam 1 hari dan 18 jam dalam 1 minggu.
Sementara bila mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pasal 78 Nomor 1 poin b disebutkan, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu.
• Gejayan Memanggil Lagi: Aliansi Rakyat Bergerak Serukan 6 Poin terkait Omnibus Law, Apa Saja?
Selain itu ada juga Pasal 79 yang mengatur mengenai waktu istirahat dan cuti yang wajib diberikan oleh pengusaha.
Waktu istirahat diberikan minimal setengah jam setelah bekerja selama 4 jam berturut-turut dan tidak termasuk dalam jam kerja.
Selanjutnya pada poin b, disebutkan bahwa istirahat mingguan diberikan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam seminggu.
Pada peraturan lalu yang tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, diatur bahwa dalam seminggu, jatah istirahat mingguan bisa 1 hari untuk 6 hari kerja atau 2 hari untuk 5 hari kerja.
Dibandingkan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berlaku saat ini, peraturan dalam Omnibus Law Cipta Kerja justru mengalami bebrapa penyusutan.