Kalimantan Timur Ibu Kota Baru
Jeritan Warga Adat Dayak Paser Tolak Jokowi Pindahkan Ibu Kota: Kami Hanya Hidup dari Hutan
Warga adat Dayak Paser menolak pindahnya ibu kota, mereka menganggap hal tersebut akan merusak kehidupan mereka yang bergantung pada alam sekitar
Penulis: anung aulia malik
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNWOW.COM - Isu pindahnya Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan, Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara belakangan ini telah menjadi perhatian publik.
Berbagai pro dan kontra muncul akan rencana Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memindahkan Ibu Kota.
Wartawan BBC melakukan penelusuran ke wilayah adat di lokasi yang akan dijadikan Ibu Kota baru.
• Alasan Jokowi Pilih 4 Calon Termasuk Ahok Pimpin Ibu Kota Baru, Ali Ngabalin: Cari yang Enerjik
Berdasarkan penelusuran mereka, ditemui warga adat yang menolak kepindahan Ibu Kota meskipun mengetahui hal tersebut berarti meningkatnya fasilitas dan sarana publik.
Dikutip dari video BBC News Indonesia, Jumat (6/3/2020), awalnya wartawan bertemu dengan Dahlia, seorang warga adat Dayak Paser.
Wanita tersebut ditanyakan apa tanggapannya terhadap rencana pindahanya Ibu Kota yang ditargetkan selesai pada 2025.
Dahlia jujur mengatakan dirinya takut kehidupannya di Sepaku, desa tempatnya tinggal akan terancam oleh pindahnya Ibu Kota.
"Karena kami hanya hidup dari hutan, orang-orang pribumi khususnya," katanya.
"Takut budaya kami, dan bahasa kami hilang, jika telah menjadi Ibu Kota, Sepaku ini," lanjut Dahlia.
Ia lalu ditanyakan apakah tidak ingin merasakan perubahan dan peningkatan kualitas hidup yang datang berbarengan dengan pindahnya Ibu Kota.
Dahlia mengakui memang akan banyak hal positif yang datang dari pindhanya Ibu Kota.
Namun Dahlia merasa kehidupannya dan penduduk warga adat yang telah terbiasa menyatu dengan alam sudah tidak bisa diubah.
"Ya memang benar, itu pasti akan ada universitas, semua fasilitas-fasilitas akan mudah, akses jalan pun mudah, tetapi kami orang pribumi hidupnya sudah terbiasa di hutan," paparnya.
"Selalu mencari pengobatan tradisional di hutan."
"Kami pun hidup terbiasa dengan berkebun."