Breaking News:

Kasus Korupsi

Soal Penghentian 36 Kasus, Arsul Sani Ibaratkan KPK dengan Gadis Cantik: Enggak Ada yang Salah

Mengenai penghentian 36 kasus oleh KPK, Arsul Sani menganggap itu adalah hal wajar dan tidak ada yang salah.

Penulis: Laila N
Editor: Mohamad Yoenus
YouTube/Talk Show tvOne
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani memberikan tanggapan soal penghentian 36 kasus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tahap penyelidikan. 

TRIBUNWOW.COM - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani memberikan tanggapan soal penghentian 36 kasus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tahap penyelidikan.

Dilansir TribunWow.com dari tayangan Apa Kabar Indonesa Pagi tvOne, Minggu (23/2/2020), politisi PPP itu menyebut KPK saat ini seperti halnya seorang gadis cantik yang menjadi perhatian publik.

Mengenai penghentian 36 kasus oleh KPK, Arsul Sani menganggap itu adalah hal wajar dan tidak ada yang salah.

 

BUMN hingga DPR Mungkin Terlibat 36 Kasus yang Dihentikan KPK, Ali Fikri: Bukan Kerugian Negara

"Saya kira kalau sorotan publik kemudian muncul, wajar saja," ucap Sekjen PPP itu.

"Karena KPK ibarat pemuda ganteng, gadis cantik yang selalu dilihat, dilirik banyak masyarakat," sambungnya.

Arsul Sani lantas menjelaskan bahwa penghentian kasus di tahap penyelidikan adalah hal wajar, karena bukan keputusan yang final.

"Yang namanya penyelidikan, jangankan penyelidikan, bahkan penyidikan, dan proses penuntutan, itu bukan putusan yang bersifat final dan mengikat," kata dia.

"Bukan seperti keputusan pengadilan yang inkrah."

Ia mengatakan, penyelidikan baru tahap menindaklanjuti sebuah laporan, yang bisa saja benar atau sebaliknya.

"Jadi katakanlah kalau ini dihentikan, nanti kemudian masuk," ungkapnya.

"Karena kan penyelidikan itu biasanya timbul ada laporan, ada pengaduan dari masyarakat."

"Kemudian ditindaklanjuti oleh penyelidik dari lembaga hukum yang bersangkutan."

"Untuk menemukan yang dilaporkan atau yang diadukan itu peristiwa pidana atau bukan sih, itu dulu," imbuhnya.

Arsul Sani lantas menyebut bahwa apabila tak ada cukup bukti, maka penyelidikan itu bisa dihentikan.

"Nah ketika kemudian tidak cukup bukti permulaaan untuk menyimpulkan itu sebagai sebuah peristiwa pidana, yang bisa dicari tersangkanya nanti kalau ditingkatkan ke tingkat penyidikan."

"Maka ya wajar kalau dihentikan," tambahnya.

Ia kemudian membandingkan dengan institusi Polri yang juga pasti melakukan penghentian kasus.

"Enggak ada yang salah, kita lihat lah ya, berapa puluh ribu kepolisian NKRI itu menerima laporan dan aduan masyarakat," ucapnya.

"Dan kemudian berapa yang meningkat ke penyidikan dan diproses pengadilan? Enggak ada orang ribut."

"Kejaksaan juga demikian, karena ini pemuda ganteng, gadis cantik ya maka selalu kemudian dilirik oleh mas Kurnia (ICW)," sambung pria berkacamata itu.

Arsul Sani menambakan, apabila suatu saat ditemukan bukti permulaan, kasus yang dihentikan bisa dibuka lagi.

Mendengar hal itu, pembawa acara langsung meminta tanggapan dari Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana.

Kurnia pun mengatakan bahwa penghentian kasus memang hal biasa.

Namun, persoalannya adalah kenapa KPK mengumumkan penghentian itu.

"Kita melihatnya ini sebenarnya hal yang biasa," ucap pria yang memakai baju kotak-kotak tersebut.

"Ketika penyelidikan tidak ditemukan bukti dan bukan merupakan tindak pidana, itu dihentikan penyelidikannya."

"Persoalannya adalah kenapa diumumkan?"

"Persoalannya adalah kenapa seakan-akan Pak Firli Bahuri (Ketua KPK) ketika memaparkan, kalau tadi statement Bang Ali (Ali Fikri/Jubir KPK), seakan-akan sebagai prestasi KPK," imbuh dia.

Kurnia kemudian mengkritisi apa yang disampaikan oleh Ali Fikri mengenai penghentian kasus ini.

"Karena benar kata Bang Arsul tadi, suatu saat kalau ditemukan bukti lagi toh bisa masuk kepada penyidikan," katanya.

"Kalau tadi misalnya, saya kritisi omongan Bang Ali, Pasal 44 Ayat 3 UU KPK itu hanya berhenti ketika penyelidik melaporkan kepada pimpinan KPK bahwa sebuah perkara, bukan merupakan tindak pidana."

"Setop hanya melaporkan pada pimpinan KPK, tidak pernah ada disebutkan di UU KPK 'Pimpinan KPK wajib melaporkan penghentian penyelidikan' (ke publik)."

"Karena kepastian hukum itu berlaku pada Pasal 40 UU KPK baru terkait SP3, yang juga harus diumumkan ke publik," imbuhnya.

Oleh karena itu, ICW menilai adalah hal wajar, apabila publik kemudian menduga ada hal lain di balik aksi KPK ini.

"Sehingga menjadi wajar jika publik menduga misalnya ada deal-dealan tertentu," ungkap Kurnia.

"Atau memang kalau kita merujuk pada aktor yang diduga terlibat tapi dihentikan penyelidikannya, salah satunya penegak hukum."

Lebih lanjut, Kurnia mengungkit status pimpinan KPK yang saat ini diduduki seorang polisi.

"Kita jangan lupa bahwa pimpinan KPK sekarang Komjen Firli Bahuri masih jadi polisi aktif," tuturnya.

"Jadi sah-sah saja jadi misalnya masyarakat menduga ada udang di balik batu nih," sambungnya.

KPK Hentikan 36 Kasus, ICW Soroti Firli Bahuri yang Masih Aktif di Polri: Ada Udang di Balik Batu

Simak video lengkapnya di bawah ini mulai menit ke-6:09:

4 Kasus Besar Tak Dihentikan

Dikutip dari Tribunnews.com, Jubir KPK Ali Fikri sebelumnya memberikan pernyataan tentang penghentian kasus perkara.

Menurutnya, ada 4 kasus besar yang tidak dihentikan.

Pertama, kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II yang menjerat eks Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino alias RJ Lino.

Kedua, kasus dugaan korupsi dana divestasi saham PT. Newmont Nusa Tenggara.

"Tadi ada pertanyaan apakah perkara di Lombok lalu RJL, kami pastikan bukan itu,"  kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/2/2020) malam.

Lalu kasus ketiga yakni kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Serta kasus dugaan korupsi pembangunan RS Sumber Waras, Grogol, Jakarta Barat.

"Jadi supaya jelas dan clear, jadi ini perkara bukan yang disebutkan atau ditanyakan teman-teman."

"Bukan di NTB, bukan RJL, bukan Century, Sumber Waras, bukan. Kami pastikan itu supaya jelas dan clear," sambungnya.

Meski demikian, Ali Fikri tak menjelaskan secara rinci kasus yang dihentikan oleh KPK.

Dia hanya mengatakan jenis dugaan korupsi yang penyelidikannya dihentikan cukup beragam, mulai dari dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, kementerian dan lainnya.

"Untuk tahun 2020, jenis penyelidikan yang dihentikan cukup beragam, yaitu terkait dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, dan DPR/ DPRD," kata Ali.

Adapun alasan KPK menghentikan kasus-kasus tersebut karena tidak cukup bukti untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan. (TribunWow.com/Lailatun Niqmah)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Arsul SaniKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK)DPR RI
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved