Breaking News:

Kasus Korupsi

BUMN hingga DPR Mungkin Terlibat 36 Kasus yang Dihentikan KPK, Ali Fikri: Bukan Kerugian Negara

Jubir KPK Ali Fikri menyebut ada kemungkinan pejabat-pejabat negara seperti DPR hingga di BUMN terlibat dalam 36 kasus yang dihentikan KPK

Penulis: anung aulia malik
Editor: Lailatun Niqmah
Youtube Talk Show tvOne
PLT Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri, pada acara APA KABAR INDONESIA PAGI, Sabtu (22/2/2020) 

TRIBUNWOW.COM - PLT Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri memberikan penjelasan mengenai detail 36 kasus penyelidikan dugaan korupsi yang dihentikan.

Ali pertama menegaskan kasus tersebut sama sekali tidak menyangkut tindakan pelanggaran yang merugikan negara.

Kasus tersebut juga tidak bisa dibuka karena melibatkan penyelenggara negara, yang mungkin berasal dari pegawai BUMN hingga anggota DPR.

Jubir KPK Jawab Tudingan Kongkalikong Penghentian 36 Kasus Dugaan Korupsi: Bukan Pengaruh UU Baru

Dilansir TribunWow.com dari video kanal Youtube Talk Show tvOne, Sabtu (22/2/2020), awalnya Ali menjelaskan soal 366 tunggakan kasus di KPK sejak tahun 2008.

Kasus tersebut dipastikan akan terus dievaluasi oleh KPK.

Ia lalu menjelaskan kasus yang dihentikan oleh KPK sama sekali tidak melibatkan persoalan yang menyebabkan kerugian negara.

"Ini yang kemarin dihentikan itu adalah perkara, itu tidak ada kaitannya dengan pasal 2, atau pasal 3, atau yang biasa kita sebut dengan kerugian negara," jelas Ali.

"Ini berhubungan dengan dugaan suap, dan itu tahun 2011, artinya 9 tahun yang lalu."

"Perkara-perakara sprindik tahun 2011, 2012, 2013, 9 tahun yang lalu," tambahnya.

Ali mengatkan KPK tetap tidak bisa mengungkap detail kasus yang dihentikan ke publik.

"Tentunya detailnya tidak bisa kami sampaikan," jelasnya.

36 kasus yang diberhentikan oleh KPK, seluruhnya dihentikan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Ali lalu menjelaskan kasus-kasus tersebut melibatkan sejumlah penyelenggara negara, mulai dari BUMN hingga DPR.

"Tapi kemarin kami sebutkan, memang ini berhubungan dengan penyelenggara negara, beberapa penyelenggara negara antara lain BUMN, Kementerian, DPRD, DPR, dan seterusnya," paparnya.

Ali kembali menegaskan bahwa kasus yang diberhentikan, bukan lah kasus yang merugikan negara.

Kasus-kasus tersebut memang harus diberhentikan demi kepastian hukum.

"Memang kemudian yang berkembang, dikhawatirkan perkara-perkara yang menarik perhatian, yang berhubungan dengan kerugian negara, ini bukan," jelasnya.

"Perkara-perkara yang penyelidikan tertutup, tahun 2011, 9 tahun yang lalu, mau dikemanakan ini, harus ada kepastiannya," tambah Ali.

Bukti Tak Mencukupi

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan sebagian besar kasus dugaan korupsi yang dihentikan berhubungan dengan kasus suap.

"Sebagian besar obyeknya berkaitan dengan suap. Suap itu terkait dengan pengadaan barang dan jasa, terkait dengan pengurusan perkara, ada di sana terkait dengan jual-beli jabatan," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (21/2/2020).

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (14/2/2020).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (14/2/2020). ((KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D))

Dikutip dari Kompas.com, Jumat (21/2/2020), kasus yang diberhentikan oleh KPK adalah kasus-kasus yang penyelidikannya dilakukan secara tertutup atau penyadapan dan sembunyi-sembunyi.

Setelah tidak dapat menemukan bukti, KPK memutuskan menghentikan penyelidikan.

"Ada yang kita sadap sampai enam bulan, satu tahun, blank (kosong) enggak ada apa-apanya. Kita teruskan enggak mungkin juga, apalagi kegiatan itu sudah terjadi, sudah lewat, itu sebagian besar seperti itu," ujar Alex.

KPK Hentikan 36 Kasus, ICW Soroti Firli Bahuri yang Masih Aktif di Polri: Ada Udang di Balik Batu

Lihat videonya di bawah ini mulai menit ke-4.45:

Upaya Pelemahan KPK

Sementara itu, berbagai dugaan soal adanya pelemahan KPK mulai bermunculan. 

Hal itu pun turut ditanggapi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Wartawan BBC secara langsung bertanya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait masalah korupsi di Indonesia.

Hal itu diketahui melalui video channel YouTube BBC News Indonesia yang diunggah pada Jumat, (22/2/2020).

Karishma Vaswani sebagai Koresponden Bisnis Asia BBC News bertanya pada Jokowi mengapa tidak menghentikan upaya pelemahan KPK karena adanya hasil revisi.

Presiden RI Joko Widodo melakukan wawancara dengan wartawan BBC, Jumat (21/2/2020)
Presiden RI Joko Widodo melakukan wawancara dengan wartawan BBC, Jumat (21/2/2020) (BBC News Indonesia)

 KPK Hentikan Penyelidikan 36 Kasus Korupsi, Kasus Bank Century Termasuk?

Sedangkan, Jokowi dianggap sebenarnya mampu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).

"Anda kini berkuasa dan berjanji akan memberantas korupsi. Tapi saat ada kesempatan untuk menghentikan upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi."

"Anda bisa melakukan itu, tapi tidak Anda lakukan, kenapa?" tanya Karishma.

Ditanya demikian, Jokowi justru menegaskan bahwa RUU KPK itu ide dari DPR.

Semua partai setuju dengan adanya RUU KPK.

"Saya kira itu inisiatif DPR, undang-undang itu inisiatif dari DPR, inisiatif dari parlemen."

"Sembilan fraksi yang ada di perlemen semuanya setuju," kata Jokowi di Istana Negara Yogyakarta.

Sehingga ia meminta masyarakat melihat aspek politiknya.

"Harus dilihat politiknya, jangan hanya dilihat yang terkait dengan korupsinya."

"Posisi ini yang seharusnya masyarakat tahu bahwa ini inisiatif DPR, bukan pemerintah," ungkap dia.

 Haris Azhar Ngaku Sudah Infokan Lokasi Nurhadi ke KPK: Tanya Bos Kenapa Tak Ditindak

Meski demikian, Jokowi mengatakan bahwa KPK memang perlu diawasi hingga dibentuklah Dewan Pengawas (Dewas).

Semua lembaga diawasi termasuk jabatan presiden.

"Tertapi saya melihat memang KPK itu perlu adanya pengawasan."

"Saya juga diawasi kok oleh DPR, lembaga lain juga diawasi," lanjut.

Menurutnya, adanya pengawasan dalam demokrasi itu sangat penting.

"Saya kira di dalam demokrasi, check and balances is very important (pemeriksaan dan keseimbangan-red) itu penting," ungkap Mantan Gubernur DKI Jakarta ini.

(TribunWow.com/Anung Malik/Gipty)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Ali FikriKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK)Alexander Marwata
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved