Breaking News:

Omnibus Law

Presiden KSPI Said Iqbal Curiga Jokowi Bukan Dalang Omnibus Law: Cita Rasanya Pengusaha

Serikat Pekerja Indonesia mencurigai Omnibus Law bukan lah ide Jokowi karena di dalam pembuatannya terlibat banyak kepentingan pengusaha

Penulis: anung aulia malik
Editor: Atri Wahyu Mukti
YouTube Kompas TV
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam acara 'SAPA INDONESIA PAGI', Selasa (18/2/2020) 

TRIBUNWOW.COM - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mencurigai siapa yang berperan utama dalam pembentukan Omnibus Law Cipta Kerja.

Said menduga Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bukan lah aktor utama dalam pembentukan RUU tersebut.

Ia menybut RUU Omnibus Law memiliki begitu banyak dan kental akan kepentingan pengusaha.

Dikutip TribunWow.com dari video unggahan kanal YouTube Kompas TV, Selasa (18/2/2020), awalnya Said menjelaskan bahwa ada beberapa pihak yang berperan besar terhadap terbentuknya Omnibus Law Cipta Kerja.

Dugaannya adalah peraturan tersebut merupakan rancangan pengusaha yang mengutamakan kepentingan mereka.

"Saya tidak begitu yakin ini pemikiran presiden, saya lebih, ini pemikiran menteri yang tertutup, membahas dan dari Satgas yang dibentuk oleh Menko Perekonomian itu semua kan pengusaha tidak ada buruh," papar Said.

"Oleh karena itu cita rasanya pengusaha," lanjutnya.

Presiden KSPI Said Iqbal Paparkan 3 Dampak Negatif Omnibus Law: Karyawan Kotrak Boleh Seumur Hidup

Istana: RUU Ini Untuk Semua

Menanggapi pernyataan Said, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian menegaskan bahwa perlindungan terhadap buruh benar-benar harus diperhatikan.

"Betul konsumsi harus dijaga, menjaga konsumsi artinya menjaga hak-hak buruh," kata Donny.

"Perlindungan terhadap buruh itu saya kira mutlak, perlu."

Donny juga menjelaskan bahwa berdasarkan pesan presiden, RUU tidak dibuat untuk berpihak kepada kelompok tertentu.

"Presiden sudah mengatakan bahwa RUU ini, untuk semua, tidak untuk satu kepentingan, atau satu kelompok saja," tegasnya.

Ia tidak memungkiri akan ada pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan dalam perancangan Omnibus Law tersebut.

Namun Donny mengatakan seluruh pihak yang mencoba mengambil keuntungan akan diketahui saat draft RUU itu dibahas oleh DPR.

"Dia juga mengatakan bahwa hati-hati penumpang gelap," jelas Donny.

"Artinya apa? Semua yang gelap ini di DPR akan terang benderang."

"Jadi akan RUU yang paling terang dalam sejarah perundang-undangan Indonesia," tambahnya.

Donny menekankan Omnibus Law tidak akan dirusak oleh oknum-oknum tertentu.

"Kita terangkan semua yang gelap itu, dan kemudian kita periksa sama-sama," ujarnya.

"Kalau kita baca pesangon ada, upah minimum ada, kemudian cuti panjang ada, kalau kita baca betul."

"Kalau memang dirasakan kurang atau keliru, kita koreksi bersama-sama," sambungnya.

Omnibus Law diketahui merupakan metode untuk menggabungkan beberapa aturan menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum.

Hal itu ditujukan untuk memangkas birokrasi yang berbelit dan meminimalisir terjadinya pungli, korupsi, tumpang tindih peraturan dan penyelewengan lainnya.

Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam merancang Omnibus Law, yakni UU Perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Hingga saat ini DPR telah menerima dua draf Omnibus Law, yakni RUU Cipta Kerja, serta RUU Perpajakan dan Penguatan Perekonomian dari pemerintah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto juga mengatakan bahwa dalam perancangannya, pemerintah telah berdialog dengan 10 Konfederasi Pekerja saat merancang RUU Cipta Kerja.

Tanggapi Kritik soal Omnibus Law, Istana: Belum Pernah Ada RUU Menimbulkan Gairah Publik yang Hebat

Lihat videonya di bawah ini mulai menit ke-6.10:

Refly Harun Curiga Jokowi Tumpuk Kekuasaan Lewat Omnibus Law

Sebelumnya, pakar hukum tata negara Refly Harun menjelaskan pandangannya terkait Omnibus Law rancangan pemerintah.

Pria yang juga menjabat sebagai Komisaris Utama Pelindo I itu khawatir Omnibus Law  justru rawan disalahgunakan oleh pemerintah pusat untuk memusatkan kekuasaan.

Penyalahgunaan tersebut di antaranya berupa pembatalan Perda melalui Peraturan Presiden.

 Mahfud MD Sebut Ada Salah Ketik di Omnibus Law Cipta Kerja, Bivitri Susanti: Saya Ketawa

Dilansir TribunWow.com dari video unggahan kanal Youtube Talk Show tvOne, Senin (17/2/2020), mulanya Refly mengatakan dirinya memiliki pandangan positif terhadap adanya Omnibus Law.

Sebab ia mengira hal tersebut nantinya akan semakin memperlancar birokrasi yang rumit.

"Bayangan saya adalah permudah lapangan kerja dengan menghilangkan pungli, dengan menghilangkan pungutan-pungutan yang tidak penting," kata Refly.

Namun di sisi lain, Refly takut pemerintah pusat justru melakukan penyelewengan dalam pelaksanaan Omnibus Law.

"Kemudian mempermudah birokrasi yang berbelit, dan lain sebagainya, tetapi tentu bukan menciptakan monster baru kekuasaan," jelasnya.

"Misalnya pemerintah pusat diberikan kewenangan yang luar biasa, menurut saya."

"Jadi kewenangan membatalkan Perda melalui Peraturan Presiden itu kan bertabrakan dengan konstitusi."

"Kewenangan membatalkan undang-undang dengan peraturan pemerintah juga tidak sesuai dengan konstitusi, lalu kemudian perspektifnya terlalu pemerintah pusat center (berpusat)."

"Jadi melihat segala sesuatunya itu dari kaca mata pemerintah pusat," sambungnya.

Refly kini menduga Omnibus Law justru akan semakin banyak merugikan negara dibandingkan menguntungkan.

Ia khawatir Omnibus Law akan menjadikan kekuasaan pemerintah pusat semakin luas dan besar.

"Padahal yang saya bayangkan adalah, undang-undang ini undang-undang yang betul-betul memapas segala penyakit dari birokrasi, dan kemudian juga bisa membunuh wabah-wabah korupsi," kata Refly.

"Tapi yang terjadi sepertinya bukan begitu, justru penumpukan kekuasaan di pemerintah pusat, ini yang saya khawatirkan."

"Biasanya kan kalau orang yang berkuasa memerintah itu selalu berpikir bahwa dia harus diberikan kekuasaan yang besar, karena dia menjalankan amanah."

Pakar hukum tata negara Refly Harun dalam acara AKIM, Senin (17/2/2020)
Pakar hukum tata negara Refly Harun dalam acara AKIM, Senin (17/2/2020) (Youtube Talk Show tvOne)

Refly menjelaskan bahwa semakin tingginya kekuasaan maka kemungkinan untuk terjadinya korupsi akan semakin besar.

"Tapi kita jangan lupa yang namanya power tends to corrupt (kekuasaan cenderung korup), jadi selalu harus ada pembatasan terhadap kekuasaan," ujarnya.

Refly menjelaskan kemungkinan terjadinya hal tersebut sudah dibatasi oleh sistem konstitusional Indonesia yang mendistribusikan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, yudikatif.

"Pembatasan itu adalah sistem konstitusional kita, sistem hukum kita sudah kita buat dalam sistem konstitusional, di mana misalnya kita membuat undang-undang, harus ada join power antara DPR dan presiden, lalu kemudian ada DPD apabila berkenaan dengan otonomi daerah," paparnya.

"Ini adalah sebuah bangunan sistem yang tidak saja berguna bagi hukum itu sendiri," lanjut Refly.

Omnibus Law diketahui merupakan metode untuk menggabungkan beberapa aturan menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum.

Hal itu ditujukan untuk memangkas birokrasi yang berbelit dan meminimalisir terjadinya pungli, korupsi, tumpang tindih peraturan dan penyelewengan lainnya.

Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam merancang Omnibus Law, yakni UU Perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

 Kritik Sistem Upah hingga PHK Kaum Buruh dalam Omnibus Law, Presiden OPSI: Bagaimana Tidak Pesimis?

Lihat videonya di bawah ini mulai menit ke-2.22:

(TribunWow.com/Anung Malik)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Omnibus LawJokowiSaid IqbalDonny Gahral
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved