Terkini Daerah
Cerita Warga Subang, Ati Rohaeti soal Pengalamannya Gunakan Pelet Kayu Jadi Energi Alternatif
Ati Rohaeti warga Desa Pada Asih menceritakan pengalamannya saat menggunakan bahan bakar alternatif
Penulis: Vintoko
Editor: Tiffany Marantika Dewi
"Ini adalah bentuk rintisan dari salah satu program kerja EMI, namanya program Multiple Household-Fuel Options, yaitu pengembangan dan penyediaan pellet kayu sebagai energi alternatif untuk rumah tangga dan industri kecil", kata Dirut PT EMI (Persero) Andreas Widodo.
Dijelaskannya, uji coba pellet kayu untuk memasak di rumah tangga merupakan rintisan program Multiple Household-Fuel Options.
Diterangkan juga bahwa program ini adalah upaya EMI sebagai BUMN EBTKE (Energi Baru Terbarukan Dan Konversi Energi) untuk mendorong pemanfaatan biomassa yang bersumber dari sumber-sumber lokal (setempat) dalam rangka pemenuhan kebutuhan energi bersih bagi masyarakat.
• Unggah Video Makan Sup Kelelawar hingga Viral, Wanita Ini Minta Maaf: Tidak Sadar Ada Virus Corona
Selain uji coba penggunaan pelet kayu untuk rumah tangga, serangkaian kegiatan mendorong Energi Baru Terbarukan tersebut juga dilakukan site visit ke Pembangkit Listrik Mini Hydro (PLTMH) di Kampung Sindang Cai, Desa Jambalaer, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Subang.
Hadir dalam rangkaian kegiatan tersebut Halim Kalla, Wakil Ketua Umum Bidang EBT dan Lingkungan Hidup Kadin, didampingi Miranti Serad, Wakil Ketua Komisi Tetap Pengelolaan Lingkungan Bersih dan Pemanfaatan Limbah Kadin Energi Baru Terbarukan, dan Antonius Aris Sudjatmiko, Direktur Operasi dan Pengembangan PT EMI (Persero), serta Dwi Sariningtyas, Direktur PT GMS.
Sangat Pas
Usai menyaksikan uji coba kompor berbahan bakar pelet kayu, Halim Kalla menilai kompor berbahan bakar pelet kayu sangat pas diterapkan di kampung seperti di Desa Pada Asih tersebut.
Sebab masih banyak penduduk di sekitar pabrik pelet kayu yang menggunakan kayu dan tungku tradisional untuk memasak. Dengan menggunakan kompor berbahan pelet kayu akan sangat membantu mereka.
“Jika selama ini menggunakan kayu mereka menghisap asap C02 dari pembakaran kayu. Dengan pelet kayu mereka terbebas dari asap C02,” katanya.
Selain untuk masyarakat kecil yang masih menggunakan kayu bakar dan tungku, menurut Halim, pelet kayu cocok digunakan untuk usaha kecil dan menengah (UKM) seperti pabrik tahu misalnya.
“Yang memasak secara terus menerus berkesinambungan, seperti pabrik tahu, atau warung makan yang frekuensi memasaknya cukup tinggi, itu sangat cocok. Jadi lebih signifikan penghematannya,” kata Halim Kalla.
• Ungkap Cara Penularan Virus Corona, Kemenkes Imbau Masyarakat Tak Panik: Enggak Terbang Kayak Debu
Menurut Halim, baik UKM maupun masyarakat bawah ini pun berlokasi tak jauh dari lokasi pabrik pelet kayu.
Jadi, kata dia, masyarakat kategori miskin benar-benar menikmati manfaat pelet kayu ini.
Oleh karena itu, ia mendorong PT EMI maupun PT GMS memproduksi kompor pelet kayu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa di sekitar pabrik.
Sementara untuk pabrik pelet, seperti yang dikelola PT GMS, Halim mengingatkan perlu dipikirkan ketersedian suplai bahan bakunya.