Terkini Daerah
Cerita Warga Subang, Ati Rohaeti soal Pengalamannya Gunakan Pelet Kayu Jadi Energi Alternatif
Ati Rohaeti warga Desa Pada Asih menceritakan pengalamannya saat menggunakan bahan bakar alternatif
Penulis: Vintoko
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Warga Desa Pada Asih, Kampung Cipancuh, Kelurahan Padaasih, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang, Jawa Barat mendapat sosialisasi penggunaan wood pellet (pelet kayu) sebagai bahan bakar untuk memasak di rumah tangga.
Berdasarkan rilis yang diterima TribunWow.com, Senin Senin (27/01/2020), warga Desa Pada Asih mengaku senang saat mendapat sosialisasi tersebut.
Ati Rohaeti warga Desa Pada Asih, Kampung Cipancuh, RT 11 RW 05 itu mengaku bahwa sudah sebulan ini keluarganya kesulitan untuk memasak karena kayu bakar yang digunakannya basah dan perlu waktu lama untuk memasak.
"Sore ini saya langsung pakai kompor ini untuk masak nasi dan air. Senang sekali. Rumah jadi ndak berasap kalau masak, dan juga cepat. Saya akan masakin anak sebelum berangkat sekolah, biasanya kalau pakai kayu bakar saya masak setelah mengantar anak ke sekolah", kata Ati ketika ditemui pada Sabtu (25/01/2020).

Ati Rohaeti, bersama empat warga Desa Pada Asih, Kampung Cipancuh, Kelurahan Padaasih, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang lainnya saat mengikuti sosialisasi penggunaan wood pellet (pelet kayu) sebagai bahan bakar untuk memasak di rumah tangga. (Istimewa/TribunWow.com)
• Virus Corona Menyebar, Keluarga di China Mengasingkan Diri ke Pegunungan: Kami Tak akan Kembali
Ia pun mengaku bahwa tabung LPG 3 kg yang dimilikinya sudah dijual beberapa waktu yang lalu karena tekanan ekonomi.
Sudah sebulan lebih keluarganya terpaksa harus meluangkan waktu minimal 3 jam dalam seminggu untuk mencari kayu bakar guna memenuhi kebutuhan bahan bakar memasak selama seminggu.
"Terpaksa saya jual tabung LPG-nya, karena harganya per tabung sekarang Rp 25.000, dan sebulan saya pake 2 tabung. Udah ndak kuat beli, jadi saya pakai kayu bakar. Tapi repot kalau musim hujan begini. Terima kasih ada bantuan kompor pelet kayu ini, pabriknya juga dekat, dan mudah-mudahan nanti ada bantuan untuk beli pelet kayunya", kata Ati.
Lihat videonya:
Menanggapi harapan warga desa Pada Asih tersebut, Direktur PT Gemilang MS, Dwi Sariningtyas yang mengelola pabrik pelet kayu di lokasi tersebut menyampaikan bahwa pihaknya siap mendukung program pemanfaatan EBT tersebut.
Secara keekonomian, harga pelet kayu untuk ekspor berkisar US$ 100 - 200 per ton, sedangkan harga keekonomian di gudang pabrik untuk keperluan domestik dibanderol sekitar Rp 1.500 sampai Rp 1.700 per kg tergantung pada jenis bahan bakunya.
Sedangkan harga di konsumen berkisar antara Rp 2.000 sampai Rp 2.500 per kg bergantung pada jarak transportasi, desain dan penyediaan burner / tungku berikut instalasinya serta jasa pemeliharaan dan sparepart.
"Kami siap untuk mendukung program ini. Selama ini kami memang mendedikasikan produksi pelet kayu untuk memenuhi kebutuhan konsumen lokal, sama sekali ndak ekspor walaupun ada beberapa permintaan dan tawaran untuk ekspor."
"Konsumen kami saat ini adalah industri pembuatan tahu, keripik, pabrik genteng, budidaya jamur, minyak atsiri dan bahkan pengeringan gabah dan pengolahan logam rakyat. Untuk IKM tersebut, kami menyuplai dalam bentuk paket desain dan penyediaan burner/tungku, mengantar pelet kayu sampai ke lokasi berikut pemeliharaan burner/tungku dan pemeliharaan berkala. Pokoknya konsumen tahu beres ", kata Sari.

• Kehidupan di Wuhan Pasca Karantina Virus Corona, Layaknya Kota di Film-film Fiksi Wabah Zombie
Program Rintisan
Uji coba penggunaan EBT (Energi Baru Terbarukan) Biomassa dalam bentuk pelet kayu merupakan program rintisan PT Energy Management Indonesia (Persero).