Komisioner KPU Terjaring OTT KPK
Sebut Kemungkinan Harun Masiku Korban, Adian Napitupulu: Boleh Tidak Dia Memperjuangkan Haknya?
Politikus PDIP Adian Napitupulu menyebut tersangka Harun Masiku hanya menjadi korban iming-iming dari eks Komisoner KPU Wahyu Setiawan.
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNWOW.COM - Politikus PDIP Adian Napitupulu menyebut tersangka Harun Masiku hanya menjadi korban iming-iming dari eks Komisoner KPU Wahyu Setiawan.
"Harun Masiku punya hak menjadi anggota DPR, hak itu berdasarkan keputusan partai yang diberikan berdasarkan keputusan Mahkamah Agung, lalu dia tunggu haknya diberikan KPU, tapi tidak diberikan," kata Adian dalam diskusi bertajuk 'Ada Apa Dibalik Kasus Wahyu?' di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2020).
Untuk mendapat haknya sebagai anggota DPR, kata Adian, Harun Masiku berusaha mendapatkan keadilan tersebut.
• Jokowi Beri Sinyal Sandiaga Capres 2024, PDIP: Kami Punya Ganjar, Puan, Risma, Banyak Sekali Kader
Kemudian, menurut Adian Napitupulu, datanglah tawaran dari Wahyu Setiawan.
Kata Adian, karena Harun Masiku merasa posisinya secara hukum benar, akhirnya menuruti perintah Wahyu Setiawan.
"Boleh tidak dia memperjuangkan haknya, kalau boleh dia berjuang. Mungkin caranya salah karena adanya tawaran, kira-kira seperti itu, tapi dalam hal ini harus jernih melihat, ada dua kemungkinan dia mungkin pelaku suap, kemungkinan kedua dia korban dari iming-iming penyelenggara," katanya.
"Karena dia diberi hak yang diberikan Mahkamah Agung. Tanpa keputusan MA, saya percaya dia tidak akan melakukan ini," sambungnya.
Seperti diketahui, calon anggota legislatif dari PDIP Harun Masiku diduga menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar pergantian anggota DPR melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW) diproses KPU.
Upaya itu, dibantu mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu Agustiani Tio Fridelina dan seorang kader PDIP Saeful Bahri.
Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp 900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya.
Permintaan itu pun dipenuhi Harun Nasiku.
Namun, pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi yakni pada pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.
Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK.
Uang tersebut diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful melalui stafnya di DPP PDIP.