Viral Keraton Agung Sejagat
Soal Pengembalian Uang Korban Keraton Agung Sejagat, Menteri Sosial: Mau Tidak Mau Harus Menunggu
Menteri Sosial Juliari Batubara menyebutkan pengembalian uang korban Keraton Agung Sejagat harus menunggu sampai proses hukum selesai.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Menteri Sosial Juliari Batubara meminta agar masyarakat yang menjadi korban Kerajaan Agung Sejagat menunggu sampai proses hukum selesai sebelum uang mereka dikembalikan.
Menurut Juliari, pemerintah sedang melakukan proses hukum terhadap pelaku penipuan.
Diketahui, sebelumnya pemimpin Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah telah ditangkap.
• Roy Suryo Ungkap Dugaan Alasan Adanya Fenomena Keraton Palsu: Berharap Ada Dana Istimewa Pemerintah
Diketahui masyarakat yang ingin tergabung dalam kerajaan tersebut diharuskan membayar sejumlah uang sesuai tingkat jabatan yang diinginkan.
Dilansir TribunWow.com, awalnya Juliari mengimbau agar masyarakat tidak mudah terkecoh.
"Yang penting masyarakat jangan mudah terkecoh karena sepertinya 'kan aneh begitu zaman sekarang masih ada kerajaan-kerajaan di Indonesia," kata Juliari dalam tayangan Sapa Indonesia Malam di KompasTV, Sabtu (18/1/2020).
Terkait pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebutkan munculnya kerajaan tersebut sebagai hiburan semata, Juliari menyetujui asalkan tidak terjadi tindak kriminal.
"Ya, hiburan selama tidak ada unsur kriminal. Kalau selama ada unsur kriminalnya, ya, diproses secara hukum pidana yang berlaku," kata Juliari.
Juliari melanjutkan pemerintah akan menunggu proses hukum yang berlaku sebelum mengambil tindakan.
"Tentunya, yang sudah diamankan akan diproses secara hukum dan nanti akan ada proses selanjutnya. Mungkin akan ada proses pengadilan dan nanti keputusannya akan kita tunggu," jelasnya.
"Yang pasti, korban-korbannya, ya, mau tidak mau harus menunggu sampai proses hukumnya selesai, keputusannya keluar, ya, kita lihat nanti bagaimana," lanjut Juliari.
Juliari merasa saat ini belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut karena masih menunggu hasil proses hukum.
Ia kembali mengimbau agar masyarakat tidak mudah terkecoh.
"Masalahnya masyarakat kita ini mudah sekali terkecoh oleh tipu daya, tipu muslihat yang berbau keuntungan dalam waktu yang cepat, bisa dilipatgandakan uangnya," kata Juliari.
Juliari berpendapat hal-hal serupa tampaknya sering terjadi di Indonesia.
"Memang ini memprihatinkan. Tidak hanya yang seperti kerajaan-kerajaan yang tiba-tiba muncul, sebelumnya juga banyak 'kan itu ada tipu muslihat seperti koperasi atau pengumpulan dana secara ilegal," katanya.
• Solusi Menghindari Kerajaan Fiktif, Pengamat Sosial: Selalu Pertanyakan dan Jangan Mudah Tergiur
Faktor Ketidakpuasan Terhadap Pemerintah
Sebelumnya, sempat disampaikan kemungkinan orang ikut dalam kerajaan baru tersebut adalah tergiur dengan kedok budaya atau ada faktor ketidakpuasan dengan pemerintahan yang sekarang.
Menjawab hal itu, Juliari mengatakan sebetulnya wajar saja masyarakat merasa tidak puas dengan pemerintah.
"Yang namanya tidak puas itu pasti ada. Mustahil pemerintah bisa memuaskan seluruh rakyatnya, itu hal yang mustahil," kata Juliari.
"Yang pasti masyarakat harus hati-hati dan harus ingat bahwa tidak ada orang bisa mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda dalam waktu yang sangat singkat," tegasnya.
Mengenai kedok melestarikan budaya, Juliari menjawab sebetulnya hal itu diperbolehkan saja.
"Kalau ada sekelompok orang yang seperti itu, ya, silakan saja. Selama dia tidak mengambil keuntungan, 'kan enggak ada yang salah," jelasnya.
"Artinya kalau ada sebagian atau sekelompok orang meyakini bahwa ada satu kerajaan yang harus dilestarikan dan mereka membentuk perkumpulan dalam rangka pelestarian kebudayaan tertentu, itu sah-sah saja. Selama mereka tidak mencari keuntungan dengan menipu masyarakat," tutupnya.
Lihat videonya dari menit 4:30:
Wajib Membayar Iuran
Dikutip dari Kompas.com, Raja Keraton Agung Sejagat, Totok Santoso, mewajibkan pengikutnya membayar iuran hingga puluhan juta rupiah.
Totok meyakinkan pengikutnya akan terjadi malapetaka apabila tidak mengikuti keratonnya.
"Berbekal penyebaran keyakinan dan paham apabila bergabung dengan kerajaan akan bebas dari malapetaka dan perubahan nasib ke arah yang lebih baik. Jika tidak bergabung, akan berlaku sebaliknya," kata Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Rycko Amelda saat pengungkapan kasus di Mapolda Jateng, Rabu (15/1/2020).
Dari hasil pemeriksaan, terungkap pasangan suami istri Totok dan Fanni sudah berencana membuat sebuah kerajaan untuk memperdaya warga sekitar.
Setelah ditangkap, pasangan tersebut dikenai Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang menyiarkan berita atau pemberitaan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran dengan hukum maksimal 10 tahun.
Selain itu, mereka juga dikenai Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Penipuan yang dimaksud adalah cerita-cerita bohong yang tidak sesuai dengan fakta sejarah terkait kerajaan yang mereka dirikan.
Sebelumnya diketahui Totok sempat membuat konten Youtube dengan latar era Majapahit.
Fanni mengaku dirinya dan suaminya ingin menjadi Youtuber.
• Muncul Berbagai Kerajaan Fiktif, Pengamat: Ada Kaitan dengan Ketidakpuasan terhadap Pemerintah
(TribunWow.com/Brigitta Winasis)