Konflik RI dan China di Natuna
Soal Pengerahan Nelayan Pantura ke Natuna, Ketua Himpunan Nelayan Sindir Menteri KKP Sebelumnya
Ketua Himpunan Nelayan Indonesia, Siswaryudi Heru, menyarankan peraturan penggunaan kapal diubah.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Sejumlah 150 nelayan dari pesisir Pantura menyatakan siap dikirim untuk menggiatkan kegiatan perikanan di daerah Natuna, Kepulauan Riau.
Ketua Himpunan Nelayan Indonesia, Siswaryudi Heru, berpendapat pengaturan penggunaan kapal perlu dibenahi.
Awalnya, Siswaryudi menjelaskan kekayaan alam yang terdapat di wilayah perairan Natuna.
• Soal Konflik di Natuna, Media Asing Beberkan Pernyataan Pengamat Asal China, Singgung Impian Jokowi
"Sepengetahuan kami di situ banyak gas, sumber mineralnya tinggi," kata Siswaryudi Heru dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi di TvOne, Selasa (7/1/2020).
Menurut Siswaryudi, selama ini kapal nelayan yang digunakan nelayan belum optimal meskipun sudah ada peraturannya.
"Sekian tahun kita tidak menggunakan secara optimal. Yang boleh terjun kan kapal-kapal 150 GT (gros ton), tapi kenyataannya di lapangan enggak sampai 100 GT," jelasnya.
Ia menjelaskan kapal dengan kapasitas 150 GT kurang memadai untuk keperluan laut lepas.
Ia juga turut menyindir Menteri Kelautan dan Perikanan sebelum Edhy Prabowo menjabat.
"Kebijakan dari Menteri KKP sebelumnya. Sebenarnya untuk daerah-daerah lain oke. Tapi kalau untuk high sea sebetulnya 150 GT itu kecil sekali," lanjut Siswaryudi.
"Nelayan-nelayan dari Pantura yang tadinya eks-cantrang beroperasi di Natuna, ya enggak berani. Karena ombaknya 'kan bisa hampir lima meter. Mereka 'kan mikir keselamatan jiwanya," katanya.
Ia berpendapat pengerahan nelayan ke wilayah Natuna sebagai hal yang bagus.
"Bagus, bagus sekali. Supaya dilihat internasional bahwa punya aktivitas di situ. 'Kan kita dikasih hak pengelolaan di ZEE," sambung Siswaryudi.
Siswaryudi menjelaskan selama ini nelayan Natuna tidak pernah bersinggungan secara langsung dengan nelayan asing.
"Kita nanya sama nelayan di sana, mereka bilang tidak bersentuhan dengan nelayan asing," katanya.
Meskipun demikian, tidak diketahui secara persis situasi lapangan yang dihadapi nelayan.
"Logika di lapangannya langsung 'kan kita enggak tahu persis," jelas Siswaryudi.
• Para Menteri Beda Sikap soal Klaim China di Natuna, Jokowi: Tak Ada Tawar Menawar
Selama ini nelayan-nelayan lokal menghindari konflik dengan nelayan asing karena medannya sendiri sudah berat.
"Nelayan-nelayan kita di daerah high sea itu 'kan justru menghindari bentrok. Karena medannya saja sudah berat," katanya.
"Usulan dari Menko Polhukam untuk mengerahkan sampai 150 kapal dari Pantura ke Natuna sangat bagus, tetapi hukummnya diperbaiki dulu. Jadi kapal di atas 150 GT. Kalau berangkat 150 kapal tapi enggak sampai 150 GT, ya balik lagi," sambungnya.
Menurut Siswaryudi, nelayan tidak akan terdampak langsung terhadap konflik politik yang terjadi di antara dua negara.
"Nelayan enggak ada apa-apa, sih. 'Kan nelayan enggak ada urusan politis. Nelayan urusannya bagaimana bisa dapat ikan, dijual, buat hidup," kata Siswaryudi.
"Politik 'kan digoreng, semua dipolitisasi."
Ia meminta agar Presiden Joko Widodo bersikap tegas karena sudah menyangkut batas teritorial negara.
"Presiden Jokowi memang harus tegas, dalam arti, itu 'kan teritorial dan kita memang dikasih hak untuk mengelola ZEE," katanya.
"Tapi kalau enggak dikelola dengan baik, orang pasti masuk, lah."
• Soal Natuna, Mahfud MD Sebut Indonesia Tak akan Perang dengan China: Hubungan Lanjut seperti Biasa
Konflik Politik
Dalam acara yang sama, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pertahanan Salim Sahid turut mengomentari permasalahan politik yang terjadi.
"Kalau dia melanggar wilayah kita, ya harus diusir, dong," kata Salim Sahid.
"Kalau dia melawan, kita tidak bisa tidak terpaksa menggunakan alutsista. 'Kan sederhana sekali persoalannya," katanya.
Menurut Salim, penggunaan senjata adalah kelanjutan dari konflik politik.
"Jangan lupa bahwa penggunaan senjata itu adalah kelanjutan dari penggunaan politik. Tidak ada negara berkonflik tanpa bermula dari konflik politik.
Salim mengatakan kedua negara harus berdiplomasi yang akan melibatkan persepsi masing-masing.
"Pemerintah Indonesia bicara dengan Pemerintah China. Ini akan melibatkan persepsi. Kalau persepsi Indonesia berdasarkan hukum itu wilayah Indonesia," jelasnya.
"Kalau China bilang itu wilayah saya secara tradisional, ya kita harus berunding."
Apabila diplomasi tersebut tidak berhasil, kemungkinan besar senjata harus digunakan.
"Kalau perdebatan tidak selesai, maka di situ senjata akan bicara. Jadi apa betul separah itu keadaan?" kata Salim.
Ia mengatakan tindakan China dipengaruhi oleh permasalahan internal negaranya.
"Saya ingin mengingatkan, China itu punya persoalan-persoalan. Banyak pengangguran di sana. Penduduknya bertambah terus," jelas Salim.
"Jadi ada kebutuhan untuk mencari bukan hanya lapangan kerja di negara lain, tapi juga sumber-sumber dari negara lain," katanya.
Salim mengatakan intelejen harus mengambil peran dalam mencari tahu masalah internal China yang mungkin berdampak bagi Indonesia.
"Itu yang harus dipikirkan. Di sinilah peran intelejen kita untuk tahu apa masalah yang dihadapi China dan apa kemungkinan dampaknya bagi Indonesia," kata Salim.
Lihat videonya dari menit 1:35
• Soal Klaim Natuna, Apakah Indonesia Diperbolehkan Serang Kapal China? Begini Penjelasan Mantan KSAL
(TribunWow.com/Brigitta Winasis)