Konflik RI dan China di Natuna
Sikap Prabowo atas China soal Natuna Diprotes Pakar Hukum sambil Berkali-kali Tunjuk-tunjuk Kamera
Pakar Hukum Internasional, Hikmahanto memprotes soal sikap Prabowo Subianto ke China soal pencurian ikan di Natuna.
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Internasional, Hikmahanto melontarkan protes pada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Sebagaimana diketahui sejumlah kapal asing masuk ke perairan Natuna lantaran merasa bahwa daerah itu merupakan wilayahnya.
Dilansir TribunWow.com dari channel YouTube tvOneNews pada Minggu (5/1/2020), Hikmahanto menyampaikan kritik itu terkait pesan Prabowo Subianto yang meminta agar masyarakat lebih kalem menghadapi persoalan Natuna.
• Pakar Hukum Internasional Beri Saran Prabowo Subianto: Datangi Natuna Secara Langsung, Adakan Rapat
"Jadi empat hal sekarang ini China sedang mengetes muka-muka baru di kabinet. Apakah mereka sekuat Pak Jokowi ketika 2016, harapan mereka tidak kuat," duga Hikmahanto sembari berkali-kali menunjuk ke kamera.
Bagi Hikmahanto, seharusnya Prabowo Subianto menampakkan sikap tegasnya dengan segera menangani langsung masalah itu.
"Maka saya agak kritisi ketika Pak Menhan mengatakan sabar, cool down, dan sebagainya. Jangan."
"Harusnya Pak Menhan bilang, bahwa kami akan hadir di Natuna Utara, kami akan lakukan rapat di sana, itu pertama yang harus dilakukan," kritik Hikmahanto sembari menujuk lagi.
Kemudian, ia menyarankan agar nelayan-nelayan rajin-rajin menangkap ikan perairan Natuna.
"Kedua yang harus dilakukan adalah dikuasai secara efektif dengan nelayan-nelayan kita diminta untuk dari Pantura memancing di Natuna," ungkapnya.
• Bahas tentang Konflik RI dan China di Natuna, Jokowi: Tak Ada Tawar Menawar soal Kedaulatan
Namun, pencarian ikan oleh nelayan harus dibarengi dengan perlindungan pemerintah Indonesia.
"Lalu yang ketiga dikawal, dilindungi kalau ada Coast Guard China yang mau mengusir mereka," kata Hikmahanto.
Lalu, keempat jangan sampai ada perundingan lagi soal Natuna.
Pasalnya, daerah Natuna final merupakan wilayah Indonesia.
Jika negara-negara Asia lain tidak mau mengakui, mengapa Indonesia harus mau?
"Dan kemudian yang terakhir jangan pernah berunding, jangan pernah apa namanya bertemu."
"Karena apa itu artinya kita mau mengakui nine dash line."
"Nine dash line ini sama Filipina, sama Vietnam, sama Malaysia itu tidak diakui, jadi kenapa Indonesia harus mengakui," jelas Hikmahanto.
• Tak Mau Nego dengan China soal Kapal yang Masuk ke Natuna, Mahfud MD: Enggak Usah Ngotot-ngototan
Lihat videonya mulai menit ke-20:15:
Bakamla Ungkap Kapal China yang Masuk ke Natuna Bertambah
Direktur Operasi Laut Bakamla (Badan Keamanan Laut) Republik Indonesia, Laksma Nursyawal Embun mengungkap kondisi terbaru perairan Natuna.
Sebagaimana diketahui, perairan Natuna kini dimasuki oleh sejumlah kapal coast guard milik China.
Dilansir TribunWow.com dari channel YouTube tvOneNews pada Minggu (5/1/2020), Nursyawal mengatakan bahwa kapal China yang masuk ke Natuna justru bertambah.
• Mantan KSAL Bernard Kent Ungkap Harus Tegas soal Masuknya Kapal China ke Natuna: Kita Boleh Tembak
Nursyawal menjelaskan bahwa lima kapal itu tidak semua di dalam Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia.
"Berita yang terbaru pukul 17.00 WIB kita masih memonitor dari Puskodal Bakamla yaitu kita monitor ada lima kapal coast guard China."
"Dua berada di daerah ZEE kita terus kemudian, terus kemudian tiga masih berada di luar ZEE kita."
"Ini informasi terbaru yang kami terima dari Puskodal demikian," jelas Nursyawal.
Nursyawal lantas membenarkan pertanyaan presenter bahwa memang ada penambahan jumlah kapal China ke Indonesia.
Nursyawal mengatakan bahwa awalnya ia hanya mengetahui ada dua kapal China yang berada di perairan Natuna.
"Artinya ini ada penambahan ya Pak kapal coast guard China? Sebelumnya ada tiga kan pak?," tanya presenter.
"Betul, memang awalnya kemarin dari tanggal 15 sampai dengan yang kami melakukan pemberhentian pengadangan pada tanggal 23 sampai dengan 24 itu memang masih ada dua," jawab Nursyawal.
Namun, tidak hanya dua kapal coast guard China yang berada di perairan Natuna.
Dua kapal itu juga dikawal oleh satu kapal trigger.

• Jadi Dasar Klaim China atas Perairan Natuna, Apa Itu Nine Dash Line yang Ditolak Indonesia?
"Namun kami sendiri sudah mendapatkan informasi juga bahwa ini tidak hanya dua coast guard, awal-awalnya memang sudah ada satu trigger China yang mengawal rombongan kapal China yang awal-awal," jelasnya.
"Ini tadi dikatakan ada total lima, tiga berada di dalam kemudian yang dua berada di luar ZEE."
"Kemudian ini artinya bagaimana mereka bisa tetap berada di situ walaupun sudah dihalau untuk tidak berada di situ?," tanya presenter.
Menanggapi pertanyaan itu, Nursyawal lantas membeberkan kronologi penemuan kapal China di perairan Natuna.
"Mungkin ini juga sudah diketahui oleh banyak masyarakat kita melalui media -media bahwa kronologis mulai awal kami mendapatkan informasi di tanggal 10 Desember bahwa ada rombongan kapal-kapal ikan China yang dikawal dua coast guard dan satu trigger," terang Nursyawal.
Kemudian pada tanggal 15 Desember 2019, Nursyawal mengatakan bahwa kapal-kapal asing itu sudah menunjukkan gelagat kurang baiknya dengan mematikan pendeteksi kapal.
"Kemudian dari Puskodal kami juga juga dapat memantau kehadiran posisi-posisi kapal tersebut dan mereka juga sudah melakukan kegiatan atau tindakan yang kurang baik ya dengan mematikan sarang-sarang mereka untuk tidak mudah dideteksi itu pada tanggal 15," lanjutnya.
Sedangkan pada tanggal 19 Desember 2019 Bakamla melakukan pemeriksaan yang akhirnya menemukan kapal-kapal itu masih di Indonesia.
• Mantan KSAL Bernard Kent Sondakh Nilai Pengusiran Kapal China Tepat: Kapal Perang Kita Bergerak
Bakamla sempat meminta mereka menjaauhi Natuna dan mulanya mereka menurut.
Namun pada 23 Desember 2019, justru mereka bertemu lagi di ZEEI.
"Kemudian tanggal 19 kita lakukan pemeriksaan dan kebetulan bertemu dan saat itu memang posisi berada di landasan kontingen, kita meminta mereka bergerak ke utara, dan mereka mengikuti."
"Nah pada tanggal 23 kita bertemu lagi di ZEEI," cerita Nursyawal. (TribunWow.com/Mariah Gipty)