Breaking News:

Banjir di Jakarta

Pemukiman di Bantaran Kali Dianggap Penyebab Banjir, Pengamat: Tanggung Jawab DKI Jakarta

Menurut pengamat, pembebasan lahan harus dilakukan agar normalisasi dapat dijalankan.

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Warta Kota/Alex Suban
Warga melintas di Jalan Bendungan Hilir (Benhil), Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang terendam banjir, Rabu (1/1/2020). Banjir terjadi karena curah hujan yang tinggi dan luapan Sungai Krukut. Akibat banjir tersebut akses dari Pejompongan ke Jalan Jenderal Sudirman terputus. 

TRIBUNWOW.COM - Menurut pengamat, pembebasan lahan di sekitar bantaran sungai harus dilakukan agar program normalisasi dapat dijalankan.

Mulanya, pengamat lingkungan Nirwono Joga menjelaskan 80 persen bencana banjir terjadi di daerah perumahan yang ada di sekitar sungai.

"Kalau kita lihat dari data hari ini, lebih dari 80 persen bencana banjir yang terjadi dalam waktu pendek ini hampir sebagian besar perumahan yang berada di pemukiman yang dekat bantaran kali," kata Nirwono Joga dalam acara Prime Talk di MetroTV, Jumat (3/1/2020).

Pengamat lingkungan Nirwana Joga dalam Prime Talk MetroTV, Jumat (3/1/2020).
Pengamat lingkungan Nirwana Joga dalam Prime Talk MetroTV, Jumat (3/1/2020). (Capture Youtube Metrotvnews)

Beda Pendapat dengan Anies Baswedan soal Banjir, Basuki Hadimuljono: Saya Tak Dididik untuk Berdebat

"Kalau bicara garis besarnya, pasti sungainya adalah Ciliwung, Pesanggrahan, Angke, dan Sunter. Ditambah beberapa kali seperti Kali Krukut dan Kali Malang."

Nirwono menjelaskan sejak 2012 ada kesepakatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan normalisasi terhadap beberapa sungai yang mengalir di Jakarta.

Kesepakatan yang berlangsung sampai 2022 tersebut dibantu oleh Bank Dunia.

Namun sayangnya, sejak 2017 program normalisasi tidak dilanjutkan oleh pemprov.

"Sebenarnya sejak 2012 sudah ada kesepakatan antara pemerintah pusat dengan Pemerintah DKI Jakarta, dibantu dengan Bank Dunia, ada empat sungai yang harus diselesaikan sampai dengan 2022, yaitu normalisasi. Yang disebutkan adalah Ciliwung, Pesanggrahan, Angke, dan Sunter," katanya.

Normalisasi dilakukan dengan pelebaran sungai sampai angka 35 meter sesuai kesepakatan.

"Pembagiannya sudah jelas. Lebar sungai yang 15 sampai 20 meter akan dilebarkan ke angka yang realistis, yaitu 35 meter. Kalau Ciliwung, sebenarnya 50 meter dulunya," jelas Nirwono.

"Kalau kita pilih 50 meter, tentu akan banyak yang digusur. Jadi ketemu angka 35 meter. Dengan demikian, diambil 7,5 meter sebelah kiri dan kanan yang akan direlokasi."

Banjir, Tito Karnavian Pastikan Korban Jangan Khawatir soal Kehilangan Dokumen Penting

Tanggung Jawab Pemprov

Ketika ditanya mengenai pihak yang bertanggung jawab menggusur warga, Nirwono menjawab hal tersebut adalah tanggung jawab pemerintah daerah.

"Di aturan sudah jelas, bahwa pemerintah daerah yang bertanggung jawab, karena itu berurusan langsung dengan warga. Dalam hal ini, Pemprov DKI Jakarta harus melakukan relokasi dan negosiasi warga yang berada di tepi bantaran kali," kata Nirwono.

"Secara teknis, yang membiayai pembebasan lahan justru Pemprov DKI Jakarta."

Pembebasan lahan di sekitar bantaran sungai perlu dilakukan agar Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dapat melakukan konstruksi.

"Begitu sudah dibebaskan, baru masuk Kementerian PUPR yang akan melakukan konstruksi penataan bantaran kali," jelasnya.

Menurut Nirwono, pembebasan lahan adalah kunci dari normalisasi sungai.

"Pelebaran sungai tidak akan jalan, artinya kapasitas sungai juga tidak akan maksimal. Banjir yang terjadi hari ini menunjukkan banyak sekali sungai yang menyempit, kapasitasnya melebihi dari kapasitas yang ada sekarang," lanjut Nirwono.

Lihat videonya mulai menit 7:17

Soroti Parahnya Dampak Banjir, Hotman Paris Ingatkan Jokowi: Cepat Bertindak, Keluarkan Perpu

Konsep Eco-Hidrologi

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat mengatakan banjir di Jakarta akan tetap saja terjadi karena adanya kiriman air dari selatan, seperti daerah Bogor dan sekitarnya.

Menurut Nirwono, pemahaman tersebut kurang lengkap.

"Ini titik penjelasan yang terputus. Yang ideal adalah eco-hidrologi. Maksudnya apabila hujan lebat ada di Puncak, Bogor, maka yang ideal adalah begitu air turun ke daratan akan diserap oleh hutan konservasi yang ada di Puncak, Bogor," jelasnya.

Air hujan tersebut kemudian harus ditampung ke sejumlah danau yang ada di sekitar Jabodetabek.

"Begitu masuk ke kali, harus ditampung ke situ, danau, embung, dan waduk yang ada di sekitar Jabodetabek. Total ada 69 yang ada di Bodetabek. Ditambah yang sedang dibangun Bendungan Sukamahi dan Bendungan Ciawi," kata Nirwono.

Menurut Nirwono, DKI Jakarta memiliki tanggung jawab besar karena memiliki jumlah area penampungan air lebih banyak.

"DKI Jakarta itu punya 109 situ, danau, embung, dan waduk. Ini lebih banyak dari pada di Bodetabek. Artinya, tanggung jawab besar ada di DKI Jakarta," lanjutnya.

Apabila air yang ditampung banyak, maka jumlah air yang akhirnya mengalir ke sungai akan lebih sedikit dan tidak berpotensi meluap.

"Kalau ini dikeruk, diperlebar, maka kapasitas yang akhirnya dibuang ke sungai, itu menjadi sedikit. Ini bagian dari eco-hidrologi yang harusnya dijelaskan," kata Nirwono.

Kisah Umay, Warga Bantargebang yang Terjebak Banjir, Bertahan di Pohon Ceri Berjam-jam dengan Istri

(TribunWow.com/Brigitta Winasis)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
BanjirJakartaAnies Baswedan
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved