Banjir di Jakarta
Nilai Langkah Anies Tangani Banjir Keliru, Pakar Bioteknologi Lingkungan: Ilmu Saya Belum Sampai
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendapatkan kritikan atas langkahnya tangani banjir.
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendapatkan kritikan atas langkahnya tangani banjir.
Anies Baswedan masih meyakini naturalisasi sungai sebagai langkah untuk menangani banjir yang melanda ibu kota.
Pernyataan Anies tersebut dinilai pakar Bioteknologi Lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali, sebagai cara berpikir yang keliru.
Menurut Firdaus, saat ini yang dibutuhkan Pemprov DKI Jakarta adalah menormalisasi sungai bukan menaturalisasinya.
Mulanya, dalam wawancara dengan Kompas TV pada Rabu (1/1/2020) malam, Firdaus menjelaskan banjir yang menimpa Jakarta awal tahun 2020 berbeda dari 2007.
Pada 2007 silam, banjir yang menggenangi Jakarta disebabkan hujan deras di hulu Sungai Ciliwung, ditambah hujan lokal ditambah air laut di utara Jakarta pasang.
Sementara pada 2020, banjir di Jakarta karena cuaca ekstrem di mana intensitas hujan tinggi di hulu ditambah hujan deras di tingkat lokal.
• Menpan RB Tjahjo Kumolo Sebut Pimpinan Instansi Bisa Berikan Cuti pada Karyawan Terdampak Banjir
"Pasca-banjir 2007 kita kemudian sudah melakukan pembenahan dan mengantisipasi kejadian serupa yang lebih ekstrem lagi di depan," ungkap Firdaus Ali.
Pembenahan tersebut dilakukan Pemerintah Pusat dengan membangun bendungan kering atau draine dam, yakni di Ciawi dan Sukamahi.
Namun prosesnya panjang di antaranya pembebasan lahan tidak mudah ditambah faktor sosial lainnya.
Akhirnya, tandatangan kontrak pelaksanaan proyek pembangunan draine dam baru terealisasi pada 2016.
Bendungan Ciawi kapasitas 6,45 juta meter kubik dan Sukamahi 1,68 juta meter kubik.
Rencananya, menurut Firdaus Ali, proyek dua bendungan itu baru akan selesai pada akhir 2020 dan berfungsi pada 2021.
• Unggah Video Perempuan yang Santai di Kasur meski Kebanjiran, Hotman Paris Malah Ingin Kenalan
Fungsi dua draine dam di atas bisa memperlambat datangnya air dari hulu sampai Jakarta yang biasanya memakan waktu 6-8 jam menjadi lebih lama.
"Dengan kapasitas total sekitar 8 juta meter kubik air bisa kita perpanjang dan mengurangi dampaknya kira-kira sampai 30 persen setidaknya sampai air masuk DAS Ciliwung dan Cisadane," terang Firdaus Ali.